Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-A'raf Ayat 165

Al-A'raf Ayat ke-165 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖٓ اَنْجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْۤءِ وَاَخَذْنَا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا بِعَذَابٍۢ بَـِٔيْسٍۢ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ ( الاعراف : ١٦٥)

falammā
فَلَمَّا
So when
maka setelah
nasū
نَسُوا۟
they forgot
mereka melupakan
مَا
what
apa
dhukkirū
ذُكِّرُوا۟
they had been reminded
mereka diperingatkan
bihi
بِهِۦٓ
with [it]
dengannya
anjaynā
أَنجَيْنَا
We saved
Kami selamatkan
alladhīna
ٱلَّذِينَ
those who
orang-orang yang
yanhawna
يَنْهَوْنَ
forbade
(mereka) melarang
ʿani
عَنِ
[from]
dari
l-sūi
ٱلسُّوٓءِ
the evil
berbuat jahat
wa-akhadhnā
وَأَخَذْنَا
and We seized
dan Kami timpakan
alladhīna
ٱلَّذِينَ
those who
orang-orang yang
ẓalamū
ظَلَمُوا۟
wronged
(mereka) dzalim
biʿadhābin
بِعَذَابٍۭ
with a punishment
dengan siksaan
baīsin
بَـِٔيسٍۭ
wretched
buruk/keras
bimā
بِمَا
because
dengan apa/disebabkan
kānū
كَانُوا۟
they were
adalah mereka
yafsuqūna
يَفْسُقُونَ
defiantly disobeying
mereka berbuat fasik

Transliterasi Latin:

Fa lammā nasụ mā żukkirụ bihī anjainallażīna yan-hauna 'anis-sū`i wa akhażnallażīna ẓalamụ bi'ażābim ba`īsim bimā kānụ yafsuqụn (QS. 7:165)

English Sahih:

And when they [i.e., those advised] forgot that by which they had been reminded, We saved those who had forbidden evil and seized those who wronged, with a wretched punishment, because they were defiantly disobeying. (QS. [7]Al-A'raf verse 165)

Arti / Terjemahan:

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (QS. Al-A'raf ayat 165)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Nasihat yang berkelanjutan pada ayat-ayat terdahulu bertujuan mengantar para pendurhaka itu sadar dan bertakwa, tetapi ternyata mereka tetap lengah dan lupa. Maka setelah mereka golongan yang diberi nasihat melupakan, yakni mengabaikan, apa yang diperingatkan kepada mereka dan tidak juga mendengarkan nasihat itu, Kami selamatkan orang-orang yang terus menerus melarang orang berbuat jahat dan tidak melakukan kejahatan dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim, antara lain kepada mereka yang mengail ikan pada hari Sabat, siksaan yang keras, dalam bentuk kesengsaraan dan kemelaratan. Hal itu disebabkan mereka selalu berbuat fasik, tidak mau taat kepada Allah, Tuhan mereka.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Orang yang melanggar ketentuan-ketentuan Allah pada hari Sabat itu disebut "Orang-orang yang melupakan peringatan". Maksudnya ialah orang-orang yang tidak menghiraukan ancaman-ancaman Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang ingkar kepada-Nya, tidak mengindahkan nasihat dan peringatan-Nya, dan tidak melaksanakan ajaran-ajaran-Nya. Bahkan telah berpaling dari ajaran itu. Seolah-olah mereka telah melupakannya dan tidak ada bekas sedikit pun dalam diri mereka tentang peringatan yang telah diberikan itu.
Karena itu, Allah menegaskan bagi mereka berlaku Sunnatullah, yaitu Allah menyelamatkan orang-orang yang taat kepada-Nya, dan mengazab orang-orang yang fasik dan durhaka, Allah menerangkan bahwa Bani Israil itu diazab bukanlah semata-mata karena kefasikan mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan Allah pada hari Sabtu itu, tetapi juga perbuatan-perbuatan fasik yang selalu mereka kerjakan. Menurut Sunnatullah pula bahwa Dia mengazab orang-orang yang durhaka secara langsung di dunia, karena perbuatan dosa yang telah mereka lakukan, sebagaimana firman Allah swt:

Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun.... (an-Nahl/16: 61)

Dan Allah memaafkan sebagian besar kesalahan-kesalahan hamba-hamba-Nya seperti dalam firman-Nya:

Dan apa saja musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu). (asy-Syura/42: 30)

Dalam ayat ini Allah akan langsung mengazab satu umat atau bangsa di dunia sebelum mereka menerima azab di akhirat, jika kezaliman umat atau bangsa itu besar pengaruhnya dan sukar menghilangkannya pada kehidupan manusia dan kemanusiaan, sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya:

"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya." (al-Anfal/8: 25)

Azab yang dimaksud telah ditimpakan kepada umat-umat yang terdahulu yang mengingkari seruan Nabi-nabi yang diutus kepada mereka.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Maka tatkala mereka melupakan) yaitu mereka meninggalkan (apa yang diperingatkan kepada mereka) apa yang dinasihatkan kepada mereka (tentang hal itu) kemudian mereka tidak mau juga menuruti nasihat (Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim) yang melakukan pelanggaran (siksaan yang berat) yang keras (disebabkan mereka selalu berbuat fasik.)

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Firman Allah Swt.:

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka.

Artinya, ketika mereka menolak nasihat itu dan tetap melakukan pelanggaranya.

Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim.

Yakni kepada orang-orang yang berbuat durhaka itu.

...siksaan yang keras.

Allah menegaskan bahwa orang-orang yang ber-nahi munkar itu selamat, sedangkan orang-orang yang berbuat aniaya itu binasa. Adapun orang-orang yang bersikap diam, Allah Swt. tidak menyebutkan nasib mereka, karena setiap pembalasan itu disesuaikan dengan jenis pelanggarannya, sedangkan mereka yang bersikap diam bukanlah orang-orang yang berhak mendapat pujian, bukan pula orang-orang yang melakukan pelanggaran berat yang berhak untuk dicela. Tetapi sekalipun demikian, para imam berbeda pendapat mengenai nasib mereka. Apakah mereka termasuk orang-orang yang dibinasakan ataukah termasuk orang-orang yang diselamatkan, ada dua pendapat mengenainya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan makna firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang keras?
Mereka adalah penduduk kota yang berada di tepi laut antara Mesir dan Madinah, kota itu dikenal dengan nama Ailah. Allah mengharamkan mereka berburu ikan pada hari Sabtu, padahal ikan-ikan itu datang kepada mereka pada hari Sabtunya dalam keadaan terapung-apung di permukaan tepi laut. Tetapi apabila hari Sabtu telah lewat, mereka tidak mampu lagi menangkapnya (karena sudah bubar). Hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama seperti yang dikehen­daki Allah. Kemudian ada segolongan orang dari mereka berani menangkap ikan-ikan itu pada hari Sabtunya, lalu ada segolongan lain dari mereka yang melarangnya dan mengatakan kepada mereka, "Mengapa kalian menangkap ikan-ikan itu, padahal Allah telah mengharamkannya bagi kalian pada hari Sabtu ini?" Tetapi nasihat itu justru membuat mereka makin berani, bertambah sesat, dan sombong. Kemudian ada segolongan lainnya dari mereka yang melarang para pemberi nasihat itu melarang mereka. Ketika hal itu berlangsung cukup lama, maka segolongan orang dari kelompok yang ketiga itu ada yang mengatakan, "Kalian telah mengetahui bahwa mereka adalah kaum yang telah berhak mendapat azab Allah atas diri mereka," seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka
Mereka adalah orang-orang yang paling marah terhadap para pelanggar itu karena Allah daripada golongan lainnya. Maka orang-orang yang memberi nasihat itu berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian, dan supaya mereka bertakwa.
Masing-masing dari kedua golongan selain golongan pelanggar itu telah melarang mereka yang melanggar. Ketika murka Allah menimpa para pelanggar itu, maka diselamatkan-Nya-lah kedua golongan tersebut yang mengatakan, "Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka," dan orang-orang yang mengatakan, "Agar kami mempunyai alasan (terlepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian. Kemudian Allah membinasakan orang-orang yang berbuat durhaka, yaitu mereka yang menangkap ikan-ikan itu pada hari Sabtunya, lalu Allah mengutuk mereka menjadi kera.

At-Aufi telah meriwayatkan hal yang mendekati asar di atas, dari Ibnu Abbas.

Sedangkan Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwasanya Ibnu Abbas tidak mengetahui selamatkah orang-orang yang telah mengatakan: Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka. (Al-Abu’raf: 164) ataukah mereka tidak selamat (yakni terkena azab itu juga). Ibnu Abbas mengatakan bahwa dirinya masih tetap mempertanyakan nasib mereka, hingga ia mengetahui bahwa mereka benar-benar telah diselamatkan pula, maka merasa tenteramlah hatinya.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki, dari Ikrimah yang mengatakan, "Pada suatu hari aku pernah datang kepada Ibnu Abbas. Saat itu Ibnu Abbas sedang menangis, dan tiba-tiba ternyata ia sedang memegang mushaf di pangkuannya. Maka aku merasa segan untuk mendekat kepadanya. Aku masih tetap dalam keadaan demikian (menjauh darinya) hingga pada akhirnya memberanikan diri untuk maju dan duduk di dekatnya, lalu aku bertanya, 'Hai Ibnu Abbas, apakah yang membuatmu menangis? Semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.' Ibnu Abbas menjawab, 'Karena lembaran-lembaran ini'." Ikrimah melanjutkan kisahnya, 'Ternyata lembaran-lembaran yang dimaksud adalah surat Al-A'raf. Lalu Ibnu Abbas bertanya, 'Tahukah kamu kota Ailah?' Aku menjawab, 'Ya.' Ibnu Abbas berkata bahwa dahulu pada kota itu tinggallah suatu kabilah Yahudi yang digiring ikan-ikan kepada mereka pada hari Sabtunya, kemudian pada hari yang lainnya ikan-ikan itu menyelam ke dalam laut, sehingga mereka tidak dapat lagi menangkapnya kecuali setelah mereka menyelam dan bersusah payah serta mengeluarkan banyak biaya. Pada hari Sabtunya ikan-ikan itu datang kepada mereka terapung-apung di permukaan air laut, kelihatan putih-putih lagi gemuk-gemuk, seakan-akan seperti perak seraya membolak-balikkan punggung dan perutnya di pinggir laut tempat mereka tinggal. Mereka tetap menahan diri seperti demikian selama beberapa waktu. Kemudian setan membisikkan mereka seraya mengatakan sesungguhnya kalian hanya dilarang memakannya saja pada hari Sabtu. Karena itu, tangkaplah oleh kalian ikan-ikan tersebut pada hari Sabtu dan memakan­nya di hari-hari yang lain. Segolongan orang dari mereka mengatakan demikian, seperti yang dibisikkan oleh setan, sedangkan segolongan yang lainnya mengatakan, 'Tidak, bahkan kalian tetap dilarang memakan dan menangkap serta memburunya pada hari Sabtu.' Mereka dalam keadaan demikian (berdebat) selama beberapa hari hingga datanglah hari Jumat berikutnya. Maka pada keesokan harinya ada segolongan orang dari mereka berangkat menuju ke tepi pantai bersama dengan anak-anak dan istri-istri mereka (untuk menangkap ikan), sedangkan segolongan yang lainnya —yaitu golongan yang kanan— mengisolisasi diri dan menjauh dari mereka, dan segolongan yang lainnya lagi —yaitu golongan kiri— memisahkan diri, tetapi diam, tidak melarang. Golongan kanan mengatakan, 'Celakalah kalian ini dari siksa Allah. Kami telah melarang kalian, janganlah kalian menjerumuskan diri kaitan ke dalam siksaan Allah.' Lalu golongan kiri mengatakan (kepada golongan kanan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang keras?
Golongan kanan menjawab, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:

Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka bertakwa.
Yakni agar mereka menghentikan perburuan ikan di hari Sabtu. Jika mereka mau menghentikannya, maka hal tersebut lebih kami sukai agar mereka tidak terkena azab Allah dan agar mereka tidak dibinasakan. Dan jika ternyata mereka tidak mau menghentikan perbuatannya, maka alasan kami cukup kuat kepada Tuhan kalian (untuk melepas tanggung jawab). Akan tetapi, mereka yang dilarang tetap melakukan pelanggaran itu. Maka golongan kanan berkata, 'Hai musuh-musuh Allah, demi Allah, sesungguhnya kalian telah melanggar, sesungguhnya kami akan datang malam ini ke kota kalian. Dan demi Allah, kami tidak akan melihat kalian pada pagi harinya melainkan kalian telah ditimpa oleh gempa atau kutukan atau sebagian dari azab yang ada di sisi Allah.' Ketika pagi harinya tiba, golongan kanan mengetuk-ngetuk pintu perkampungan mereka, tetapi tidak dibuka, dan golongan kanan menyeru mereka, tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya golongan kanan mengambil tangga, dan seorang lelaki dari golongan kanan menaiki tangga itu dan berada di atas tembok kampung tersebut. Lalu ia melayangkan pandang­annya ke seluruh perkampungan itu, kemudian berkata, 'Hai hamba-hamba Allah, yang ada hanyalah kera-kera. Demi Allah, kera-kera itu meloncat-loncat seraya mengeluarkan suara jeritannya, semuanya mempunyai ekor'." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu mereka (golongan kanan) membuka pintu gerbangnya dan masuklah mereka ke dalam per­kampungan itu. Kera-kera tersebut mengenal saudara mereka dari kalangan manusia, tetapi yang menjadi saudara mereka dari kalangan manusia tidak mengenal kera-kera itu. Lalu kera-kera itu masing-masing mendatangi familinya dari kalangan manusia seraya menciumi pakaiannya dan menangis. Maka saudaranya yang manusia itu berkata, 'Bukankah saya telah melarang kalian melakukan hal ini?’ Maka si kera menjawab dengan anggukan kepala yang berarti mengiakan. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras.
Selanjutnya ia mengatakan, "Maka saya melihat bahwa orang-orang yang melarang perbuatan jahat itu telah diselamatkan, sedangkan saya tidak melihat golongan lainnya (yang tidak terlibat) disebutkan. Dan memang kita pun sering melihat banyak hal yang tidak kita sukai, tetapi kita tidak dapat mengatakan apa-apa terhadapnya." Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa ia mengatakan, "Semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu, tidakkah engkau melihat bahwa mereka benar-benar membenci perbuatan para pelanggar itu dan bersikap oposisi terhadap mereka dan mereka mengatakan seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka?
Ikrimah mengisahkan pula, "Setelah itu Ibnu Abbas memerintahkan agar aku diberi hadiah, dan aku diberinya dua buah baju yang tebal-tebal."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Mujahid, dari Ibnu Abbas.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Asyhab ibnu Abdul Aziz, dari Malik yang mengatakan bahwa Ibnu Rauman menduga bahwa firman Allah Swt. yang menyebutkan: datang kepada mereka ikan-ikan (yang ada di sekitar mereka) terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Kisahnya seperti berikut: Ikan-ikan itu datang kepada mereka pada hari Sabtunya, dan apabila petang harinya pergilah ikan-ikan itu sehingga tiada seekor ikan pun yang kelihatan hingga hari Sabtu berikutnya. Kemudian ada seorang lelaki dari mereka yang membuat perangkap berupa jala yang dipancangkan, lalu ia menangkap seekor ikan dari ikan-ikan yang ada pada hari Sabtunya. Kemudian apabila hari telah petang dan malam hari Ahad tiba, ia mengambil ikan itu dan memanggangnya. Maka orang lain mencium bau ikan itu dan mereka datang kepadanya, lalu menanyainya dari mana asal ikan itu, tetapi ia mengingkari perbuatannya terhadap mereka. Sedangkan mereka terus mendesaknya hingga akhirnya ia mengatakan bahwa bau itu bersumberkan dari kulit ikan yang ditemukannya. Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama, mungkin kali ini dia menangkap dua ekor ikan. Kemudian pada petang harinya dan malam Ahad mulai masuk, ia menangkap ikannya dan memanggang­nya. Mereka mencium bau ikan panggang, lalu mereka datang kepadanya dan menanyainya. Akhirnya ia berkata kepada mereka, "Jika kalian suka, kalian boleh melakukan seperti apa yang kulakukan." Mereka bertanya, "Apakah yang telah kamu lakukan?" Lalu ia menceritakan kepada mereka cara-caranya. Dan mereka melakukan seperti apa yang telah dilakukannya, hingga banyak orang yang meniru jejaknya. Tersebutlah bahwa mereka yang melakukan pelanggaran itu ber­tempat tinggal di sebuah perkampungan yang terbentang dan berpintu gerbang. Ketika kutukan Allah menimpa mereka, tetangga-tetangga mereka yang tinggal di sekitar mereka datang mencari mereka untuk keperluan biasa yang terjadi di antara sesama mereka, tetapi para tetangga mereka menjumpai pintu gerbang kampung itu dalam keadaan tertutup. Kemudian para tetangga itu memanggil-manggil mereka, tetapi tidak mendapat jawaban. Akhirnya mereka memanjat tembok kampung itu, dan tiba-tiba mereka menjumpai penduduknya telah berubah menjadi kera-kera. Lalu kera-kera itu mendekat dan mengusap orang-orang yang telah mereka kenal sebelumnya, begitu pula sebaliknya. Dalam surat Al-Baqarah telah kami sebutkan asar-asar yang mengisahkan berita kampung ini dengan keterangan yang cukup memuaskan.

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa kelompok yang diam termasuk orang-orang yang binasa. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Daud ibnu Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka membuat-buat bid'ah pada hari Sabtu. Maka Allah menguji mereka di hari Sabtu itu, lalu Allah mengharamkan kepada mereka ikan-ikan pada hari Sabtu. Dan tersebutlah bahwa apabila datang hari Sabtu, maka ikan-ikan itu datang kepada mereka dengan terapung-apung di permukaan laut, mereka semuanya dapat melihatnya. Tetapi apabila hari Sabtu telah berakhir, ikan-ikan itu pergi dan lenyap serta tidak kelihatan lagi sampai hari Sabtu berikutnya. Apabila hari Sabtu datang, ikan-ikan itu datang terapung-apung, dan mereka tinggal selama beberapa waktu menurut apa yang dikehen­daki Allah dalam keadaan demikian. Kemudian ada seorang lelaki dari mereka menangkap ikan itu dan melubangi hidung ikan itu dengan tali, lalu tali itu ditambatkannya pada sebuah pasak di pinggir laut dan membiarkan ikan itu berada di air selama hari Sabtu. Keesokan harinya ia mengambil ikan itu dan memang­gangnya, lalu memakannya. Lelaki itu melakukan perbuatan tersebut, sedangkan mereka hanya memandangnya, tidak mengingkarinya, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang melarangnya kecuali hanya segolongan orang. Lama kelamaan kejadian tersebut berada di pasar-pasar, dan mereka berani melakukannya secara terang-terangan (yakni menangkap ikan di hari Sabtu). Lalu berkatalah segolongan orang kepada mereka yang melarang perbuatan itu, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian.
Mereka mengatakan, "Kami membenci perbuatan mereka yang melanggar itu." dan supaya mereka bertakwa.”

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka...

sampai dengan firman-Nya:

...kera-kera yang hina.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka terdiri atas tiga kelompok. Sepertiga dari mereka melarang perbuatan itu, sedangkan sepertiga yang lain mengatakan:

Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan mengazab mereka?.
Dan sepertiga yang terakhir ialah mereka yang melakukan pelanggaran itu. Maka tiada yang selamat dari azab Allah kecuali hanya orang-orang yang melarang, sedangkan selain mereka semuanya binasa.

Sanad asar ini jayyid sampai kepada Ibnu Abbas, tetapi ralat yang dilakukannya berpegang kepada pendapat Ikrimah yang menyatakan bahwa golongan yang diam termasuk orang-orang yang selamat, merupakan pendapat yang lebih utama daripada berpegang kepada pendapat ini, karena sesudah itu kedudukan mereka jelas bagi Ibnu Abbas.

Firman Allah Swt.:

...dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras.

Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa orang-orang yang masih tetap hidup adalah orang-orang yang selamat. Lafaz ba-is mempunyai qiraat yang cukup banyak, maknanya menurut pendapat Mujahid ialah keras, sedangkan menurut riwayat lain yaitu pedih. Menurut Qatadah maknanya menyakitkan. Tetapi pada garis besarnya masing-masing pendapat mempunyai pengertian yang berdekatan.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Tatkala mereka tidak juga mendengarkan nasihat itu, mereka yang tidak melakukan kejahatan Kami selamatkan dari azab. Sementara mereka yang berbuat zalim, melanggar dan melampaui batas, Kami timpakan mereka azab yang pedih dalam bentuk kesengsaraan dan kemelaratan. Hal itu karena mereka selalu saja tidak mau taat kepada Allah, Tuhan mereka.