Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 36
An-Nisa' Ayat ke-36 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia
۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ ( النساۤء : ٣٦)
- wa-uʿ'budū
- وَٱعْبُدُوا۟
- And worship
- dan sembahlah
- l-laha
- ٱللَّهَ
- Allah
- Allah
- walā
- وَلَا
- And (do) not
- dan janganlah
- tush'rikū
- تُشْرِكُوا۟
- associate
- kamu mempersekutukan
- bihi
- بِهِۦ
- with Him
- denganNya
- shayan
- شَيْـًٔاۖ
- anything
- sesuatu
- wabil-wālidayni
- وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ
- and to the parents
- dan kepada kedua orang tua
- iḥ'sānan
- إِحْسَٰنًا
- (do) good
- (berbuat) baik
- wabidhī
- وَبِذِى
- and with
- dan (dengan/terhadap)yang dimiliki
- l-qur'bā
- ٱلْقُرْبَىٰ
- the relatives
- kerabat dekat
- wal-yatāmā
- وَٱلْيَتَٰمَىٰ
- and the orphans
- dan anak-anak yatim
- wal-masākīni
- وَٱلْمَسَٰكِينِ
- and the needy
- dan orang-orang miskin
- wal-jāri
- وَٱلْجَارِ
- and the neighbor
- dan tetangga
- dhī
- ذِى
- (who is)
- yang memiliki
- l-qur'bā
- ٱلْقُرْبَىٰ
- near
- dekat
- wal-jāri
- وَٱلْجَارِ
- and the neighbor
- dan tetangga
- l-junubi
- ٱلْجُنُبِ
- (who is) farther away
- yang jauh
- wal-ṣāḥibi
- وَٱلصَّاحِبِ
- and the companion
- dan teman
- bil-janbi
- بِٱلْجَنۢبِ
- by your side
- sejawat
- wa-ib'ni
- وَٱبْنِ
- and the
- dan ibnu (orang)
- l-sabīli
- ٱلسَّبِيلِ
- traveler
- sabil (dalam perjalanan)
- wamā
- وَمَا
- and what
- dan apa yang
- malakat
- مَلَكَتْ
- possess[ed]
- kamu miliki
- aymānukum
- أَيْمَٰنُكُمْۗ
- your right hands
- budak-budakmu
- inna
- إِنَّ
- Indeed
- sesungguhnya
- l-laha
- ٱللَّهَ
- Allah
- Allah
- lā
- لَا
- (does) not
- tidak
- yuḥibbu
- يُحِبُّ
- love
- menyukai
- man
- مَن
- (the one) who
- orang-orang
- kāna
- كَانَ
- is
- adalah
- mukh'tālan
- مُخْتَالًا
- [a] proud
- sombong
- fakhūran
- فَخُورًا
- (and) [a] boastful
- membanggakan diri
Transliterasi Latin:
Wa'budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā(QS. 4:36)
English Sahih:
Worship Allah and associate nothing with Him, and to parents do good, and to relatives, orphans, the needy, the near neighbor, the neighbor farther away, the companion at your side, the traveler, and those whom your right hands possess. Indeed, Allah does not like those who are self-deluding and boastful, (QS. [4]An-Nisa verse 36)
Arti / Terjemahan:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (QS. An-Nisa' ayat 36)
Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI
Ayat-ayat di atas yang berbicara tentang aturan dan tuntunan kehidupan rumah tangga dan harta waris, memerlukan tingkat kesadaran untuk mematuhinya. Ayat ini menekankan kesadaran tersebut dengan menunjukkan perincian tempat tumpuan kesadaran itu dipraktikkan. Dan sembahlah Allah Tuhan yang menciptakan kamu dan pasangan kamu, dan janganlah kamu sekali-kali mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah dengan sungguh-sungguh kepada kedua orang tua, juga kepada karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh walaupun tetangga itu nonmuslim, teman sejawat, ibnu sabil, yakni orang dalam perjalanan bukan maksiat yang kehabisan bekal, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai dan tidak melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada orang yang sombong dan membanggakan diri di hadapan orang lain.
Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI
Mengabdi dan menyembah kepada Allah dinamakan ibadah. Beribadah dengan penuh keikhlasan hati, mengakui keesaan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, itulah kewajiban seseorang kepada Allah. Dalam kata lain, ibadah dan mengesakan Allah merupakan hak-hak Allah yang menjadi kewajiban manusia untuk menunaikannya. Melakukan ibadah kepada Allah tampak dalam amal perbuatan setiap hari, seperti mengerjakan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah dan telah dicontohkannya, seperti salat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya, dinamakan ibadah khusus. Kemudian ibadah umum, yaitu semua pekerjaan yang baik yang dikerjakan dalam rangka patuh dan taat kepada Allah saja, bukan karena yang lainnya, seperti membantu fakir miskin, menolong dan memelihara anak yatim, mengajar orang, menunjukkan jalan kepada orang yang sesat dalam perjalanan, menyingkirkan hal-hal yang dapat mengganggu orang di tengah jalan dan sebagainya. Ibadah harus dikerjakan dengan ikhlas, memurnikan ketaatan kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain.
Ada bermacam-macam pekerjaan manusia yang menyebabkan dia bisa menjadi musyrik, di antaranya menyembah berhala sebagai perantara agar permohonannya disampaikan kepada Allah. Mereka bersembah sujud di hadapan berhala untuk menyampaikan hajat dan maksud mereka. Perbuatan manusia yang seperti itu banyak disebutkan Allah dalam Al-Qur'an. Allah berfirman:
Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah." Katakanlah, "Apakah kamu akan memberitahu kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya apa yang di langit dan tidak (pula) yang di bumi?" Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan itu. (Yunus/10:18).
Ada pula golongan lain yang termasuk musyrik, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Al-Qur'an, yaitu orang Nasrani yang menuhankan Nabi Isa, putra Maryam. Di samping mereka menyembah Allah, juga mereka mengakui Isa a.s. sebagai Tuhan mereka. Allah berfirman:
Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9:31).
Orang musyrik semacam ini banyak terdapat pada masa sekarang, yaitu orang yang memohon dan meminta syafaat dengan perantaraan orang-orang yang dianggapnya suci dan keramat, baik orang-orang yang dianggapnya suci itu masih hidup maupun sudah mati. Mereka mendatangi kuburannya, di sanalah mereka menyampaikan hajat dan doa, bahkan mereka sampai bermalam di sana. Mereka berwasilah kepadanya dan dengan berwasilah itu, maksudnya akan berhasil dan doanya akan makbul. Tidak jarang terjadi manusia berdoa meminta kepada batu, pohon kayu, roh nenek moyang, jin, hantu dan sebagainya. Semua ini digolongkan perbuatan syirik.
Kewajiban seseorang kepada Allah ialah menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Rasulullah saw bersabda:
"Dari Mu'az bin Jabal, Rasulullah saw bersabda, "Ya Muaz, tahukah engkau apakah hak Allah atas hamba-Nya, dan apa pula hak hamba atas Allah?" Saya menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Rasulullah berkata, "Hak Allah atas hamba-Nya ialah agar hamba-Nya menyembah-Nya dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. Hak hamba atas Allah ialah bahwa Allah tidak akan mengazab hamba-Nya yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Dalam ayat ini Allah mengatur kewajiban terhadap sesama manusia. Sesudah Allah memerintahkan agar menyembah dan beribadah kepada-Nya dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain, selanjutnya Allah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu-bapak. Berbuat baik kepada ibu-bapak adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Perintah mengabdi kepada Allah diiringi perintah berbuat baik kepada ibu-bapak adalah suatu peringatan bahwa jasa ibu bapak itu sungguh besar dan tidak dapat dinilai harganya dengan apa pun. Selain ayat ini ada lagi beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu-bapak seperti firman Allah:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (Luqman/31:14).
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (al-Isra'/17:23).
Berbuat baik kepada ibu-bapak mencakup segala-galanya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan yang dapat menyenangkan hati mereka keduanya. Berlaku lemah lembut dan sopan santun kepada keduanya termasuk berbuat baik kepadanya. Mengikuti nasihatnya, selama tidak bertentangan dengan ajaran Allah juga termasuk berbuat baik. Andaikata keduanya memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Allah, perintahnya boleh tidak dipatuhi, tetapi terhadap keduanya tetap dijaga hubungan yang baik. Allah berfirman:
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Luqman/31:15).
Termasuk pula berbuat baik mendoakan keduanya agar Allah mengampuni dosanya, sebab keduanya telah berjasa banyak, mendidik, memelihara dan mengasuh semenjak kecil.
Perintah agar selalu berbuat baik kepada ibu bapak selama hayat masih dikandung badan, karena ibu bapak adalah manusia yang paling berjasa, diperintahkan pula agar berbuat baik kepada karib kerabat. Karib kerabat adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan seseorang sesudah ibu bapak, baik karena ada hubungan darah maupun karena yang lainnya.
Kalau seseorang telah dapat menunaikan kewajibannya kepada Allah dengan sebaik-baiknya, maka dengan sendirinya akidah orang itu akan bertambah kuat dan amal perbuatannya akan bertambah baik. Kemudian bila dia telah menunaikan kewajibannya kepada kedua ibu bapaknya dengan ikhlas dan setia, akan terwujudlah rumah tangga yang aman dan damai dan akan berbahagialah seluruh rumah tangga itu.
Rumah tangga yang aman dan damai akan mempunyai kekuatan untuk berbuat baik kepada karib kerabat dan sanak famili. Maka akan terhimpunlah suatu kekuatan besar dalam masyarakat. Dari masyarakat yang seperti ini akan mudah terwujud sifat tolong-menolong dan bantu-membantu, berbuat baik kepada anak-anak yatim dan orang miskin.
Berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin, bukan hanya didorong oleh hubungan darah dan famili, tetapi semata-mata karena dorongan perikemanusiaan yang ditumbuhkan oleh rasa iman kepada Allah. Iman kepada Allah yang menumbuhkan kasih sayang untuk menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin, sebab banyak terdapat perintah Allah di dalam Al-Qur'an yang menyuruh berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin itu. Tangan siapa lagi yang dapat diharapkan oleh mereka itu untuk menolongnya, selain dari orang yang dadanya penuh dengan sifat kasih sayang, yaitu orang yang beriman yang mempunyai rasa perikemanusiaan.
Anak yatim itu tidak mempunyai bapak yang mengurus dan membelanjainya dan orang miskin itu tidak mempunyai daya untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Mungkin karena lemah badannya atau oleh karena tidak cukup pendapatannya dari sehari ke sehari. Agar mereka tetap menjadi anggota masyarakat yang baik jangan sampai terjerumus ke lembah kehinaan dan nista, setiap manusia yang mempunyai rasa perikemanusiaan dan mempunyai rasa kasih sayang, haruslah bersedia turun tangan membantu dan menolong mereka, sehingga lambat laun derajat hidup mereka dapat ditingkatkan.
Allah juga menyuruh berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, kepada teman sejawat, ibnussabil dan hamba sahaya. Tetangga dekat dan yang jauh ialah orang-orang yang berdekatan rumahnya, sering berjumpa setiap hari, bergaul setiap hari, dan tampak setiap hari keluar-masuk rumahnya. Tetapi ada pula yang mengartikan dengan hubungan kekeluargaan, dan ada pula yang mengartikan antara yang muslim dan yang bukan muslim.
Berbuat baik kepada tetangga adalah penting. karena pada hakikatnya tetangga itulah yang menjadi saudara dan famili. Kalau terjadi sesuatu, tetanggalah yang paling dahulu datang memberikan pertolongan, baik siang maupun malam.
Saudara dan sanak famili yang berjauhan tempat tinggalnya, belum tentu dapat diharapkan dengan cepat memberikan pertolongan pada waktu diperlukan, seperti halnya tetangga. Oleh karena itu, hubungan yang baik dengan tetangga harus dijaga, jangan sampai terjadi perselisihan dan pertengkaran, walaupun tetangga itu beragama lain. Nabi Muhammad saw pernah melayat anak tetangganya yang beragama Yahudi.
Ibnu Umar pernah menyembelih seekor kambing, lalu dia berkata kepada pembantunya, "Sudahkah engkau berikan hadiah kepada tetangga kita orang Yahudi itu?" Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:
"Malaikat Jibril tidak henti-henti menasihati aku, (agar berbuat baik) kepada tetangga,sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberikan hak waris kepada tetangga." (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu Umar).
Banyak hadis yang menerangkan kewajiban bertetangga secara baik di antaranya:
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetanggannya" (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Dari Jabir bin Abdullah dia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Tetangga itu ada tiga macam, tetangga yang mempunyai satu hak saja, dan ia merupakan tetangga yang haknya paling ringan. Ada tetangga yang mempunyai dua hak dan ada tetangga yang mempunyai tiga hak, inilah tetangga yang paling utama haknya. Adapun tetangga yang hanya mempunyai satu hak saja, ialah tetangga musyrik, tidak ada hubungan darah dengan dia, dia mempunyai hak bertetangga. Adapun tetangga yang mempunyai dua hak, ialah tetangga Muslim, baginya ada hak sebagai Muslim dan hak sebagai tetangga. Tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga Muslim yang ada hubungan darahnya. Baginya ada hak sebagai tetangga, hak sebagai Muslim dan hak sebagai famili." (Riwayat Abu Bakar al-Bazzar).
"Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah, tidak beriman." Rasulullah ditanya orang, "siapa ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Ialah orang yang kejahatannya tidak membuat aman tetangganya." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Rasulullah saw bersabda:
"Ya Abu Zar, kalau engkau membuat maraq (sop) banyakkanlah kuahnya, kemudian berilah tetanggamu." (Riwayat Muslim dari Abu dzarr).
Yang dimaksud berbuat baik kepada teman sejawat, ialah teman dalam perjalanan, atau dalam belajar, atau dalam pekerjaan yang dapat diharapkan pertolongannya dan memerlukan pertolongan, sehingga hubungan berkawan dan berteman tetap terpelihara. Setia-kawan adalah lambang ukhuwah Islamiyah, lambang persaudaraan dalam Islam.
Berbuat baik kepada ibnu sabil, ialah menolong orang yang sedang dalam perjalanan bukan untuk tujuan maksiat, atau dalam perantauan yang jauh dari sanak famili dan memerlukan pertolongan, pada saat dia ingin kembali ke negerinya. Termasuk ibnu sabil ialah anak yang diketemukan yang tidak diketahui ibu bapaknya. Orang yang beriman wajib menolong anak tersebut, memeliharanya atau menemukan orang tuanya atau familinya, agar anak itu jangan terlunta-lunta hidupnya yang akibatnya akan menjadi anak yang rusak rohani dan jasmaninya.
Berbuat baik kepada hamba sahaya, ialah dengan jalan memerdekakan budak. Apakah tuannya sendiri yang memerdekakannya atau orang lain dengan membelinya dari tuannya, kemudian dimerdekakannya. Pada zaman sekarang ini tidak terdapat lagi hamba sahaya, sebab perbudakan bertentangan dengan hak asasi manusia. Agama Islam pun tidak menginginkan adanya perbudakan. Karena itu semua hamba sahaya yang ditemui sebelum Islam datang, berangsur-angsur dimerdekakan dari tuannya, sehingga akhirnya habislah perbudakan itu.
Yang dimaksud dengan orang yang sombong dan membanggakan diri dalam ayat ini, ialah orang yang takabur yang dalam gerak-geriknya memperlihatkan kebesaran dirinya, begitu juga dalam pembicaraannya tampak kesombongannya melebihi orang lain, dialah yang tinggi dan mulia, orang lain rendah dan hina. Orang yang sombong dan membanggakan diri tidak disukai Allah. Sebab orang-orang yang seperti itu termasuk manusia yang tak tahu diri, lupa daratan dan akhirnya akan menyesal. Sifat takabur itu adalah hak Allah, bukan hak manusia. Siapa yang mempunyai sifat sombong dan takabur berarti menantang Allah. Biasanya orang yang sombong dan takabur itu kasar budi pekertinya dan busuk hatinya. Dia tidak dapat menunaikan kewajiban dengan baik dan ikhlas, baik kewajiban kepada Allah maupun kewajiban terhadap sesama manusia.
Banyak hadis yang mencela orang-orang yang sombong dan takabur, di antaranya, Rasulullah saw bersabda:
"Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat takabur walaupun sedikit." Berkata seorang sabahat, "Seseorang itu ingin memakai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus." Berkata Rasulullah saw, "Sesungguhnya Allah itu indah dan senang kepada keindahan. Sifat takabur itu ialah menolak yang benar dan memandang rendah kepada orang lain." (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Mas'ud).
Apakah yang akan disombongkan manusia, padahal semua yang ada padanya adalah kepunyaan Allah yang dititipkan kepadanya buat sementara. Lambat laun semuanya akan diambil Allah kembali, berikut nyawa dan tubuhnya yang kasar dan semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nantinya.
Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
(Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut (kepada karib kerabat) atau kaum keluarga (anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang karib) artinya yang dekat kepadamu dalam bertetangga atau dalam pertalian darah (dan kepada tetangga yang jauh) artinya yang jauh daripadamu dalam kehidupan bertetangga atau dalam pertalian darah (dan teman sejawat) teman seperjalanan atau satu profesi bahkan ada pula yang mengatakan istri (ibnu sabil) yaitu yang kehabisan biaya dalam perjalanannya (dan apa-apa yang kamu miliki) di antara hamba sahaya. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) atau takabur (membanggakan diri) terhadap manusia dengan kekayaannya.
Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menyembah Dia semata, tiada sekutu bagi Dia. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Yang memberi nikmat, Yang memberikan karunia kepada makhluk-Nya dalam semua waktu dan keadaan. Dialah Yang berhak untuk disembah oleh mereka dengan mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam sabda Nabi Saw. kepada Mu'az ibnu Jabal:
"Tahukah kamu, apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?" Mu'az menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. bersabda, "Hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Antara lain Nabi Saw. bersabda pula: Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah atas Allah, apabila mereka mengerjakan hal tersebut? Yaitu Dia tidak akan mengazab mereka.
Kemudian Nabi Saw. mewasiatkan agar kedua orang tua diperlakukan dengan perlakuan yang baik, karena sesungguhnya Allah Swt. menjadikan keduanya sebagai penyebab bagi keberadaanmu dari alam 'adam sampai ke alam wujud. Sering sekali Allah Swt. menggandengkan antara perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. (Luqman:14)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu (Al Israa':23)
Kemudian berbuat baik kepada ibu bapak ini diiringi dengan perintah berbuat baik kepada kaum kerabat dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis:
Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, tetapi kepada kerabat adalah sedekah dan silaturahmi.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
...dan (berbuat baiklah kepada) anak-anak yatim.
Demikian itu karena mereka telah kehilangan orang yang mengurus kemaslahatan mereka dan orang yang memberi mereka nafkah. Maka Allah memerintahkan agar mereka diperlakukan dengan baik dan dengan penuh kasih sayang.
Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
dan (berbuat baiklah kepada) orang-orang miskin.
Mereka adalah orang-orang yang memerlukan uluran tangan karena tidak menemukan apa yang dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Maka Allah memerintahkan agar mereka dibantu hingga kebutuhan hidup mereka cukup terpenuhi dan terbebaskan dari keadaan daruratnya. Pembahasan mengenai fakir miskin ini akan disebutkan secara rinci dalam tafsir surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Firman Allah Swt.:
...dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan jari dzil qurba ialah tetangga yang antara kamu dan dia ada hubungan kerabat, sedangkan jaril junub ialah tetangga yang antara kamu dan dia tidak ada hubungan kerabat.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Maimun ibnu Mihran, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan dan Qatadah.
Banyak hadis yang menganjurkan berbuat baik kepada tetangga, berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah, hanya kepada Allah kami memohon pertolongan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Umar ibnu Muhammad ibnu Zaid, bahwa ia pernah mendengar Muhammad menceritakan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jibril masih terus berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku menduga bahwa Jibril akan memberinya hak mewaris.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing dengan melalui Muhammad ibnu Zaid ibnu Abdullah ibnu Umar dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Imran, dari Talhah ibnu Abdullah, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. Untuk itu ia mengatakan: "Sesungguhnya aku mempunyai dua orang tetangga. maka kepada siapakah aku akan mengirimkan hadiah (kiriman) ini?" Nabi Saw. bersabda, "Kepada tetangga yang pintunya lebih dekat kepadamu."
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama.
Firman Allah Swt.:
dan (berbuat baiklah kepada) teman-teman sejawat.
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Ali dan Ibnu Mas'ud, yang dimaksud ialah istri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, dan Sa'id ibnu Jubair dalam salah satu riwayatnya yang menyatakan hal selain itu.
Ibnu Abbas dan sejumlah ulama mengatakan, yang dimaksud adalah tamu. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah teman seperjalanan.
Adapun Ibnu Sabil, menurut Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, yang dimaksud adalah tamu. Menurut Mujahid, Abu Ja'far, Al-Baqir, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Muqatil, yang dimaksud dengan Ibnu Sabil ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang mampir kepadamu. Pendapat ini lebih jelas, sekalipun pendapat yang mengatakan "tamu" bermaksud orang yang dalam perjalanan, lalu bertamu, pada garis besarnya kedua pendapat bermaksud sama.
Pembahasan mengenai Ibnu Sabil ini akan diketengahkan secara rinci dalam tafsir surat Al-Bara’ah (surat At-Taubah). Hanya kepada Allah mohon keperca-yaan dan hanya kepada-Nya bertawakal.
Firman Allah Swt.:
dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki.
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada para hamba sahaya, karena hamba sahaya adalah orang yang lemah upayanya, dan dikuasai oleh orang lain. Karena itu, terbukti bahwa Rasulullah Saw. mewasiatkan kepada umatnya dalam sakit yang membawa kewafatannya melalui sabdanya yang mengatakan:
Salat, salat, dan budak-budak yang kalian miliki!
Maka beliau Saw. mengulang-ulang sabdanya hingga lisan beliau kelihatan terus berkomat-kamit mengatakannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Bujair ibnu Sa'd. dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali kamu beri makan dirimu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan anakmu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan istrimu melainkan hal itu sedekah bagimu, dan tidak sekali-kali kamu beri makan pelayanmu melainkan hal itu sedekah bagimu.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah, sanad hadis berpredikat sahih.
Dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Qahriman (pegawai)nya, "Apakah engkau telah memberikan makanan pokok kepada budak-budak?" Ia menjawab, "Belum." Abdullah ibnu Amr berkata, "Berangkatlah sekarang dan berikanlah makanan pokok itu kepada mereka, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:
'Cukuplah dosa seseorang, bila ia menahan makanan pokok terhadap hamba sahayanya.’
Hadis riwayat Imam Muslim.
Disebutkan dari sahabat Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya, dan tidak boleh dibebani dengan pekerjaan melainkan sebatas kemampuannya.
Hadis riwayat Imam Muslim pula.
Dari Abu Hurairah r.a. pula, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa. Nabi Saw. pernah bersabda:
Apabila pelayan seseorang di antara kalian datang menyuguhkan makanan, lalu ia tidak mau mempersilakan pelayan untuk makan bersamanya, maka hendaklah ia memberikan kepadanya sesuap atau dua suap makanan, sepiring atau dua piring makanan, karena sesungguhnya pelayanlah yang memasak dan yang menghidangkannya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Sahih Bukhari, sedangkan menurut lafaz Imam Muslim adalah seperti berikut:
Hendaklah ia mempersilakan pelayannya untuk makan bersamanya, dan jika makanan tersebut untuk orang banyak lagi sedikit, maka hendaklah ia memberinya makanan di tangannya barang sesuap atau dua suap makanan.
Dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Mereka (para pelayan) adalah saudara-saudara kalian lagi budak-budak kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan, dan hendaklah ia memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan, dan jika kalian terpaksa membebani mereka (dengan pekerjaan berat), maka bantulah mereka.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.
Yakni congkak, takabur, dan sombong terhadap orang lain, dia melihat bahwa dirinya lebih baik daripada mereka. Dia merasa dirinya besar, tetapi di sisi Allah hina dan di kalangan manusia dibenci.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.
Yang dimaksud dengan mukhtal ialah takabur dan sombong. Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya:
...lagi membangga-banggakan diri.
Tidak pernah bersyukur kepada Allah Swt. setelah diberi nikmat oleh-Nya, bahkan dia berbangga diri terhadap orang-orang dengan karunia nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepadanya, dan dia orang yang sedikit bersyukur kepada Allah atas hal tersebut.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Abu Raja Al-Harawi yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai orang yang jahat perangainya kecuali ada pada diri orang yang sombong lagi membangga-banggakan dirinya, lalu ia membacakan firman-Nya:
dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki., hingga akhir ayat.
Tidak pernah ia jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya kecuali ada pada diri orang sombong lagi durhaka, lalu ia membacakan firman-Nya: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam:32)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Al-Awwam ibnu Hausyab hal yang semisal sehubungan dengan makna mukhtal (sombong) dan fakhur (membangga-banggakan diri). Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syiklikhir yang mengatakan bahwa Mutarrif pernah menceritakan bahwa telah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar yang membuatnya ingin sekali bersua dengan Abu Zar. Lalu ia menjumpai Abu Zar. Aku (Mutarrif) bertanya, "Hai Abu Zar, telah sampai kepadaku bahwa dirimu pernah menduga bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, 'Sesungguhnya Allah menyukai tiga orang dan membenci tiga orang'." Abu Zar menjawab, "Memang benar, kamu tentu percaya bahwa aku tidak akan berdusta kepada kekasihku (Nabi Saw.)," sebanyak tiga kali. Aku bertanya, "Lalu siapakah tiga macam orang yang dibenci oleh Allah itu?" Abu Zar menjawab, "Orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri. Bukankah kamu pun telah menjumpainya di dalam Kitabullah yang ada pada kalian?" Kemudian Abu Zar r.a. membacakan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Khalid, dari Abu Tamimah, dari seorang lelaki dari kalangan Banil Hujaim yang menceritakan: Aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan sekali-kali kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya memanjangkan kain merupakan sikap orang yang sombong, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai (orang yang bersikap) sombong."
Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab
Beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan janganlah menjadikan sekutu bagi-Nya dalam hal-hal ketuhanan dan peribadatan. Berbuat baiklah kepada orangtuamu tanpa kelalaian. Juga kepada sanak keluarga, anak yatim, orang-orang yang memerlukan bantuan karena ketidakmampuan atau karena tertimpa bencana, tetangga dekat, baik ada hubungan keluarga maupun tidak, teman dekat seperjalanan, sepekerjaan atau sepergaulan, orang musafir yang membutuhkan bantuan karena tidak menetap di suatu negeri tertentu, dan budak laki-laki atau perempuan yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri kepada sesama, yaitu orang yang tidak memiliki rasa belas kasih dan orang yang selalu memuji diri sendiri.