Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Ahzab Ayat 50

Al-Ahzab Ayat ke-50 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ( الاحزاب : ٥٠)

yāayyuhā
يَٰٓأَيُّهَا
O Prophet!
hai
l-nabiyu
ٱلنَّبِىُّ
O Prophet!
Nabi
innā
إِنَّآ
Indeed, We
sesungguhnya Kami
aḥlalnā
أَحْلَلْنَا
[We] have made lawful
Kami telah menghalalkan
laka
لَكَ
to you
bagimu
azwājaka
أَزْوَٰجَكَ
your wives
istri-istrimu
allātī
ٱلَّٰتِىٓ
(to) whom
yang
ātayta
ءَاتَيْتَ
you have given
kamu telah berikan
ujūrahunna
أُجُورَهُنَّ
their bridal money
maskawin mereka
wamā
وَمَا
and whom
dan apa
malakat
مَلَكَتْ
you rightfully possess
yang dimiliki
yamīnuka
يَمِينُكَ
you rightfully possess
tangan kananmu (hamba sahaya)
mimmā
مِمَّآ
from those (whom)
dari apa
afāa
أَفَآءَ
Allah has given
memberi/mengkaruniakan
l-lahu
ٱللَّهُ
Allah has given
Allah
ʿalayka
عَلَيْكَ
to you
atasmu
wabanāti
وَبَنَاتِ
and (the) daughters
dan anak-anak perempuanmu
ʿammika
عَمِّكَ
(of) your paternal uncles
saudara perempuan bapakmu
wabanāti
وَبَنَاتِ
and (the) daughters
dan anak-anak perempuan
ʿammātika
عَمَّٰتِكَ
(of) your paternal aunts
saudara perempuan bapakmu
wabanāti
وَبَنَاتِ
and (the) daughters
dan anak-anak perempuan
khālika
خَالِكَ
(of) your maternal uncles
saudara laki-laki bapakmu
wabanāti
وَبَنَاتِ
and (the) daughters
dan anak-anak perempuan
khālātika
خَٰلَٰتِكَ
(of) your maternal aunts
saudara perempuan ibumu
allātī
ٱلَّٰتِى
who
yang
hājarna
هَاجَرْنَ
emigrated
mereka hijrah
maʿaka
مَعَكَ
with you
bersamamu
wa-im'ra-atan
وَٱمْرَأَةً
and a woman
dan wanita
mu'minatan
مُّؤْمِنَةً
believing
yang beriman
in
إِن
if
jika
wahabat
وَهَبَتْ
she gives
ia menyerahkan
nafsahā
نَفْسَهَا
herself
dirinya
lilnnabiyyi
لِلنَّبِىِّ
to the Prophet
kepada nabi
in
إِنْ
if
jika
arāda
أَرَادَ
wishes
menghendaki
l-nabiyu
ٱلنَّبِىُّ
the Prophet
nabi
an
أَن
to
bahwa
yastankiḥahā
يَسْتَنكِحَهَا
marry her
dia akan mengawininya
khāliṣatan
خَالِصَةً
only
pengkhususan
laka
لَّكَ
for you
bagimu
min
مِن
excluding
dari
dūni
دُونِ
excluding
selain
l-mu'minīna
ٱلْمُؤْمِنِينَۗ
the believers
orang-orang yang beriman
qad
قَدْ
Certainly
sesungguhnya
ʿalim'nā
عَلِمْنَا
We know
kami telah mengetahui
مَا
what
apa
faraḍnā
فَرَضْنَا
We have made obligatory
yang kami fardukan/wajibkan
ʿalayhim
عَلَيْهِمْ
upon them
atas mereka
فِىٓ
concerning
pada
azwājihim
أَزْوَٰجِهِمْ
their wives
istri-istri mereka
wamā
وَمَا
and whom
dan tidak
malakat
مَلَكَتْ
they rightfully possess
yang dimiliki
aymānuhum
أَيْمَٰنُهُمْ
they rightfully possess
tangan kanan mereka (hamba sahaya)
likaylā
لِكَيْلَا
that not
supaya tidak
yakūna
يَكُونَ
should be
adalah
ʿalayka
عَلَيْكَ
on you
atasmu
ḥarajun
حَرَجٌۗ
any discomfort
kesempitan
wakāna
وَكَانَ
And Allah is
dan adalah
l-lahu
ٱللَّهُ
And Allah is
Allah
ghafūran
غَفُورًا
Oft-Forgiving
Maha Pengampun
raḥīman
رَّحِيمًا
Most Merciful
Maha Penyayang

Transliterasi Latin:

Yā ayyuhan-nabiyyu innā aḥlalnā laka azwājakallātī ātaita ujụrahunna wa mā malakat yamīnuka mimmā afā`allāhu 'alaika wa banāti 'ammika wa banāti 'ammātika wa banāti khālika wa banāti khālātikallātī hājarna ma'ak, wamra`atam mu`minatan iw wahabat nafsahā lin-nabiyyi in arādan-nabiyyu ay yastangkiḥahā khāliṣatal laka min dụnil-mu`minīn, qad 'alimnā mā faraḍnā 'alaihim fī azwājihim wa mā malakat aimānuhum likai lā yakụna 'alaika ḥaraj, wa kānallāhu gafụrar raḥīmā (QS. 33:50)

English Sahih:

O Prophet, indeed We have made lawful to you your wives to whom you have given their due compensation and those your right hand possesses from what Allah has returned to you [of captives] and the daughters of your paternal uncles and the daughters of your paternal aunts and the daughters of your maternal uncles and the daughters of your maternal aunts who emigrated with you and a believing woman if she gives herself to the Prophet [and] if the Prophet wishes to marry her; [this is] only for you, excluding the [other] believers. We certainly know what We have made obligatory upon them concerning their wives and those their right hands possess, [but this is for you] in order that there will be upon you no discomfort [i.e., difficulty]. And ever is Allah Forgiving and Merciful. (QS. [33]Al-Ahzab verse 50)

Arti / Terjemahan:

Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab ayat 50)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Usai menjelaskan persoalan perceraian yang berlaku secara umum pada ayat-ayat yang lalu, pada ayat berikut Allah menjelaskan hukum pernikahan yang berlaku secara khusus bagi Nabi Muhammad. Wahai Nabi Muhammad! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya, dan Kami halalkan juga bagimu hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, berupa harta maupun wanita yang ditinggalkan oleh musuh. Dan Kami halalkan pula untukmu menikahi anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan Kami halalkan pula untukmu menikahi perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi untuk dinikahi tanpa mahar, kalau Nabi ingin menikahinya. Kami gariskan hukum demikian sebagai kekhususan bagimu, wahai Nabi Muhammad, bukan untuk semua orang mukmin selain dirimu. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka, orang-orang mukmin, tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki. Kami tentukan hukum perkawinan yang demikian itu kepadamu tiada lain agar tidak menjadi kesempitan dan beban bagimu, wahai Nabi, dalam menjalankan tugas kenabian. Dan Allah Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang bertobat, Maha Penyayang dengan karunia-Nya yang tiada terbatas.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Pada ayat ini, Allah secara jelas telah menghalalkan bagi Nabi Muhammad mencampuri perempuan-perempuan yang dinikahi dan diberikan kepada mereka maskawin. Juga dihalalkan baginya hamba sahaya (jariyah) yang diperoleh dalam peperangan, seperti shafiyah binti Huyai bin Akhtab yang diperoleh pada waktu Perang Khaibar. Oleh Nabi saw, shafiyah dimerdekakan, dan kemerdekaan itu dijadikan maskawin. Begitu juga dengan Juwairiyah binti al-harits. dari Bani Mushthaliq. yang dimerdekakan dan dinikahi Nabi saw. Adapun hamba sahaya (jariyah) yang dihadiahkan kepada Nabi adalah Raihanah binti Syam'un dan Mariyah al-Qibthiyah yang melahirkan putra Nabi yang bernama Ibrahim.
Allah juga menghalalkan kepada Nabi untuk menikahi anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapaknya dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapaknya, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibunya yang turut hijrah bersama Rasulullah dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi saw kalau Nabi mau menikahinya.
Kelonggaran-kelonggaran ini hanya khusus bagi Nabi, dan tidak untuk semua mukmin, dengan pengertian bahwa jika ada seorang perempuan menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh seorang muslim, walaupun dengan sukarela, tetap wajib dibayar maskawinnya. Berlainan halnya jika perempuan itu menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi saw, maka ia boleh dinikahi tanpa maskawin.
Maskawin itu jika tidak disebutkan bentuk (nilainya) ketika melangsungkan akad nikah, maka bentuknya itu dapat ditetapkan dengan mahar. mitsl, yaitu mahar yang nilainya sama dengan nilai mahar yang biasa diberikan keluarganya. Ketetapan untuk membayar mahar mitsl itu setelah terjadi percampuran di antara keduanya atau setelah suaminya meninggal dunia tetapi belum sempat bercampur. Jika terjadi perceraian antara suami-istri sebelum bercampur, maka yang wajib dibayar adalah separuh dari maskawinnya, yang telah ditentukan dan dapat dibebaskan dari membayar maskawin itu bila istrinya merelakannya.
Allah mengetahui apa yang telah diwajibkan kepada kaum mukminin terhadap istrinya dan terhadap hamba sahaya yang mereka miliki seperti syarat-syarat akad nikah dan lainnya, dan tidak boleh menikahi seorang perempuan dengan cara hibah atau tanpa saksi-saksi. Mengenai hamba sahaya yang dibeli atau yang bukan dibeli haruslah hamba sahaya yang halal dicampuri oleh pemiliknya, seperti hamba sahaya ahli kitab, bukan hamba sahaya yang musyrik atau beragama Majusi. Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang beriman, jika mereka bertobat dari dosa-dosa yang mereka perbuat sebelum mereka mendapat petunjuk.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Hai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi kamu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya) yakni maharnya (dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadamu) dari orang-orang kafir melalui peperangan, yaitu sebagai tawananmu, seperti Shofiah dan Juwairiah (dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu) berbeda halnya dengan perempuan-perempuan dari kalangan mereka yang tidak ikut berhijrah (dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya) bermaksud untuk menikahinya tanpa memakai maskawin (sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin) dalam pengertian nikah yang memakai lafal Hibah tanpa maskawin, (Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka) kepada orang-orang Mukmin (tentang istri-istri mereka) berupa hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan, yaitu hendaknya mereka mempunyai istri tidak lebih dari empat orang wanita dan hendaknya mereka tidak melakukan perkawinan melainkan harus dengan adanya seorang wali dan saksi-saksi serta maskawin (dan) di dalam (hamba sahaya yang mereka miliki) hamba sahaya perempuan yang dimilikinya melalui jalan pembelian dan jalan yang lainnya, seumpamanya, hamba sahaya perempuan itu termasuk orang yang dihalalkan bagi pemiliknya, karena ia adalah wanita ahli kitab, berbeda halnya dengan sahaya wanita yang beragama majusi atau watsani, dan hendaknya sahaya wanita itu melakukan istibra' atau menyucikan rahimnya terlebih dahulu sebelum digauli oleh tuannya (supaya tidak) lafal ayat ini berta'alluq pada kalimat sebelumnya (menjadi kesempitan bagimu) dalam masalah pernikahan. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) dalam hal-hal yang memang sulit untuk dapat dihindari (lagi Maha Penyayang) dengan memberikan keleluasaan dan kemurahan dalam hal ini.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, bahwa Dia telah menghalalkan baginya istri-istri yang telah dia berikan kepada mereka maskawinnya, yang dalam ayat ini disebutkan dengan istilah ujur yang menurut arti bahasanya ialah upah, sedangkan makna yang dimaksud ialah maskawin. Demikianlah menurut Qatadah dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang. Mahar atau maskawin yang diberikan oleh Nabi Saw. kepada istri-istrinya (yakni kepada tiap orang dari mereka) adalah sepuluh setengah uqiyah yang harganya ditaksir kurang lebih lima ratus dirham. Terkecuali Ummu Habibah binti Abu Sufyan, karena sesungguhnya maharnya dibayarkan oleh Raja An-Najasyi sebanyak empat ratus dinar. Kecuali pula Siti Safiyyah binti Huyayyin, karena sesungguhnya Nabi Saw. telah memilihnya di antara para tawanan wanita Khaibar, kemudian beliau Saw. memerdekakannya, dan menjadikan pemerdekaannya sebagai maskawinnya. Demikian pula halnya Siti Juwairiyah bintil Haris Al-Mustaliqiyah, yakni dari Banil Mustaliq. Nabi Saw. telah melunasi cicilan Kitabahnya terhadap Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, lalu beliau Saw. menikahinya.

Firman Allah Swt.:

dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu. (Al Ahzab:50)

Dan Allah membolehkan bagimu mempergundik wanita yang kamu peroleh dari tawanan perang. Nabi Saw. telah memiliki Safiyyah dan Juwairiyah, lalu memerdekakan keduanya dan mengawini keduanya. Beliau memiliki pula Raihanah binti Syam'un An-Nadriyyah serta Mariyah Al-Qibtiyyah yang menghasilkan seorang putra darinya bernama Sayyid Ibrahim a.s. Mereka berdua diambil dari hamba sahaya, lalu dijadikan istri.

Firman Allah Swt.:

dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu. (Al Ahzab:50), sampai akhir ayat.

Ini merupakan hukum yang adil dan pertengahan antara yang ringan dan yang berlebihan, karena sesungguhnya orang-orang Nasrani tidak mau mengawini wanita terkecuali apabila antara lelaki yang bersangkutan dan wanita yang bersangkutan terdapat jarak pemisah tujuh kakek lebih. Sedangkan orang-orang Yahudi mau mengawini anak perempuan saudara lelaki atau saudara perempuannya. Lalu datanglah syariat Islam yang sempurna lagi suci merevisi keberlebihan orang-orang Nasrani, lalu membolehkan mengawini anak perempuan paman atau anak perempuan bibi dari pihak bapak, boleh pula mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan ibu. Kemudian Islam mengharamkan keringanan orang-orang Yahudi yang membolehkan mengawini keponakan, karena hal ini merupakan perbuatan yang sangat memalukan lagi menjijikkan. Dan sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:

dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu. (Al Ahzab:50)

dengan memakai ungkapan tunggal pada laki-laki karena kemuliaannya dan memakai bentuk jamak pada perempuan karena kekurangan mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:

ke kanan dan ke kiri. (An Nahl:48)

Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (Al Baqarah:257)

Dan Firman Allah Swt.:

dan mengadakan gelap dan terang. (Al An'am:1)

Ayat-ayat lainnya yang sama cukup banyak.

Firman Allah Swt.:

yang turut hijrah bersama kamu. (Al Ahzab:50)

Ibnu Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ummu Hani' yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melamarnya, tetapi ia keberatan dan beliau Saw. memaafkannya (memahami alasannya). Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu - yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu. (Al Ahzab:50) Ummu Hani' mengatakan bahwa ia tidak memperkenankan Nabi Saw. mengawini dirinya, dan ia bukan termasuk wanita yang hijrah bersamanya dan dia termasuk orang-orang yang dibebaskan (setelah penaklukan kota Mekah).

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ubaidillah ibnu Musa dengan sanad yang sama. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin dan Qatadah, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud dengan hijrah ialah hijrah ke Madinah bersama Rasulullah Saw.

Menurut riwayat lain yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: yang turut hijrah bersamamu. (Al Ahzab:50) Makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang masuk Islam.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud membaca ayat ini dengan bacaan berikut:

Dan yang turut hijrah bersamamu.

Yakni dengan memakai huruf wawu sebelum lafaz al-lati.

Firman Allah Swt.:

dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu. (Al Ahzab:50), hingga akhir ayat.

Hai Nabi, Allah telah menghalalkan bagimu wanita mukmin yang menyerahkan dirinya kepadamu untuk kamu kawini tanpa maskawin, jika memang kamu menyukainya. Ayat ini mengandung dua syarat yang berurutan sekaligus semakna dengan firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Nabi Nuh a.s. kepada kaumnya, yaitu:

Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesat­kan kamu. (Huud:34)

Dan perkataan Nabi Musa a.s. kepada kaumnya yang dikisahkan oleh firman-Nya:

Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri. (Yunus:84)

Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al Ahzab:50), hingga akhir ayat.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Abu Hazim, dari Sahd ibnu Sa'd As-Sa'idi, bahwa Rasulullah Saw. pernah kedatangan seorang wanita, lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku serahkan diriku kepadamu." Maka Rasulullah Saw. tidak menjawabnya dan wanita itu berdiri saja dalam waktu yang cukup lama. Lalu berdirilah seorang laki-laki dan berkata, "Wahai Rasulullah, kawinkanlah aku dengan dia jika engkau tidak berhajat kepadanya." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu memiliki sesuatu yang akan engkau berikan kepadanya sebagai maskawinnya?" Lelaki itu menjawab, "Aku tidak memiliki selain dari kainku ini." Rasulullah Saw. bersabda, "Jika kamu berikan kainmu kepadanya, berarti kamu tidak punya kain lagi jika duduk. Maka carilah yang lainnya." Lelaki itu menjawab, "Saya tidak memiliki yang lainnya." Rasulullah Saw. bersabda: Carilah, sekalipun (maskawin itu) berupa cincin besi. Lelaki itu mencari cincin besi, dan ternyata ia tidak memilikinya. Lalu Nabi Saw. bertanya, "Apakah kamu hafal sesuatu dari Al-Qur'an?" Lelaki itu menjawab, "Ya, saya hafal surat anu —disebutkan beberapa surat—." Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Aku nikahkan dia dengan kamu dengan maskawin hafalan Al-Qur’anmu itu.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Malik.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Marhum, ia pernah mendengar Sabit mengatakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama sahabat Anas yang saat itu di hadapannya terdapat seorang putrinya. Kemudian Anas r.a. bercerita bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Nabi Allah, apakah engkau mempunyai suatu keperluan (kawin)?" Anak perempuan wanita itu berkata, "Betapa tidak malunya ibu mengemukakan hal itu." Nabi Saw. bersabda: Ibumu lebih baik daripada kamu. Dia mencintai Nabinya, lalu ia menawarkan dirinya (untuk) dikawin oleh Nabi.Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui riwayat Marhum ibnu Abdul Aziz, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas dengan lafaz yang semisal.

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Sinan ibnu Rabi'ah, dari Al-Hadrami, dari Anas ibnu Malik, bahwa pernah ada seorang wanita datang menghadap kepada Nabi Saw., lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang anak perempuan yang berciri khas anu dan anu," wanita itu menyebutkan kebaikan akhlaknya dan kecantikannya," karena itu aku lebih memprioritaskan dia daripada diriku sendiri untuk dikawin olehmu." Rasulullah Saw. menjawab, "Aku terima dia darimu." Wanita itu terus-menerus memuji putrinya, sehingga ia menceritakan bahwa putrinya itu tidak pernah membangkang dan tidak pernah mengeluh terhadap sesuatu pun. Akhirnya Nabi Saw. bersabda: Aku tidak mempunyai keinginan terhadap anak perempuanmu itu.

Para ahli sunnah tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Waddah (yakni Muhammad ibnu Muslim), dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Khaulah binti Hakim pernah menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw.

Ibnu Wahb telah menceritakan dari Sa'id ibnu Abdur Rahman dan Ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Khaulah binti Hakim ibnul Auqas dari Bani Sujaim adalah salah seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. untuk dikawin.

Menurut riwayat lain yang juga melaluinya dari Sa'id ibnu Abdur Rahman, dari Hisyam, dari ayahnya, disebutkan bahwa kami sering membicarakan bahwa khaulah binti Hakim termasuk wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. dan dia adalah seorang wanita yang saleh. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa Ummu Sulaim itu barangkali adalah Khaulah binti Hakim, atau barangkali dia adalah wanita lainnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b dan Umar ibnul Hakam serta Abdullah ibnu Ubaidah. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengawini tiga belas orang wanita, enam prang di antaranya dari kalangan Quraisy, yaitu Khadijah, Aisyah, Hafsah, Ummu Habibah, Saudah, dan Ummu Salamah. Tiga orang dari Bani Amir ibnu Sa'sa'ah. Serta dua orang dari Bani Hilal ibnu Amir, yaitu Maimunah bintil Haris yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw., dan Zainab yang dijuluki Ummul Masakin. Seorang wanita dari kalangan Bani Bakar ibnu Kilab Al-Quraziyyah, salah seorang wanita yang pada akhirnya lebih memilih duniawi, dan seorang wanita lagi dari kalangan Banil Jun yang menampik Nabi Saw. Kemudian Zainab binti Jahsy Al-Asadiyyah dan dua orang wanita tawanan, yaitu Safiyyah binti Huyayyin ibnu Akhtab serta Juwairiyah bintil Haris ibnu Amr ibnul Mustaliq Al-Khuza'iyyah.

Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al Ahzab:50) Dia adalah Maimunah bintil Haris, dalam riwayat ini terdapat inqita' (mata rantai sanad yang terputus) sehingga predikatnya adalah mursal.

Menurut pendapat yang terkenal, Zainab yang dijuluki Ummul Masakin (ibu kaum miskin) adalah Zainab binti Khuzaimah Al-Ansari. Ia meninggal dunia sebagai istri Nabi Saw. dan saat Nabi Saw. masih hidup. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Kami kemukakan hal ini dengan maksud bahwa wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. itu banyak, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia merasa cemburu kepada wanita-wanita yang menyerahkan diri mereka kepada Nabi Saw. sehingga kukatakan, "Apakah pantas wanita menyerahkan dirinya?" Dan ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai maka tidak ada dosa bagimu. (Al Ahzab:51) Maka aku (Aisyah) mengatakan, "Saya tidak melihat Tuhanmu melainkan selalu tanggap memenuhi kesukaanmu."

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mansur Al-Ju'fi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Anbasah ibnul Azhar, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. tidak mempunyai istri seorang wanita pun dari kalangan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada beliau.

Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Yunus ibnu Bukair, bahwa Nabi Saw. belum pernah menerima seorang wanita pun yang menyerahkan dirinya kepada beliau, sekalipun hal itu diperbolehkan baginya dan sebagai suatu kekhususan bagi beliau. Demikian itu karena hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kehendak beliau Saw., sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: kalau Nabi mau mengawininya. (Al Ahzab:50) Maksudnya Jika Nabi Saw. memilih mengawininya.

Firman Allah Swt.:

sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (Al Ahzab:50)

Ikrimah mengatakan bahwa wanita yang menyerahkan dirinya tidak halal bagi selainmu. Seandainya ada seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, maka wanita itu tidak halal baginya sebelum si lelaki itu memberikan sesuatu kepadanya sebagai maskawinnya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Asy-Sya'bi serta selain keduanya, bahwa apabila seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, sesungguhnya manakala lelaki itu menggaulinya (setelah nikah dengannya, pent.) diwajibkan atas lelaki itu membayar mahar misil kepada wanita tersebut, sebagaimana yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw. dalam kasus perkawinan anak perempuan Wasyiq. Anak perempuan Wasyiq menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki (lalu kawin dengannya), maka Rasulullah Saw. menetapkan bagi wanita itu mendapat mahar misilnya saat si lelaki atau suaminya itu meninggal dunia. Dalam masalah ini kematian dan jimak sama saja dalam hal ketetapan wajib membayar mahar (maskawin) bagi pihak laki-laki terhadap wanita yang menyerahkan diri kepadanya untuk dikawini. Ketentuan wajib membayar mahar misil ini hanya berlaku bagi selain Nabi Saw. Adapun Nabi Saw. tidak wajib membayar sesuatu pun dari mahar misil wanita yang menyerahkan diri kepadanya, seandainya beliau menggaulinya. Dikatakan demikian karena diperbolehkan bagi Nabi Saw. kawin tanpa maskawin, tanpa wali, dan tanpa saksi sebagai kekhususan bagi beliau Saw., sebagaimana yang pernah terjadi dalam kisah Zainab binti Jahsy r.a. (karena dikawinkan langsung oleh Allah Swt. dengan beliau Saw.).

Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (Al Ahzab:50) Bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki tanpa wali dan tanpa maskawin selain Nabi Saw.

Firman Allah Swt.:

Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki. (Al Ahzab:50)

Ubay ibnu Ka'b, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, serta Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka. (Al Ahzab:50) Yakni berkaitan dengan pembatasan bagi mereka yang hanya diperbolehkan mengawini empat orang wanita merdeka dan berapa orang wanita pun yang mereka kehendaki dari kalangan budak-budak perempuan, juga berkaitan dengan persyaratan adanya wali dan maskawin serta para saksi bagi mereka, yang hal ini berlaku untuk semua kaum muslim. Tetapi Kami berikan rukhsah (kemurahan) bagimu dalam hal ini, untuk itu Kami tidak mewajibkan atas kamu sesuatu pun dari batasan-batasan dan ikatan-ikatan tersebut.

supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Ahzab:50)

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Wahai Muhammad, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi dirimu istri-istri yang telah kamu berikan maskawin. Kami halakan pula para wanita milikmu yang berasal dari tawanan perang yang telah dikarunikan Allah kepadamu. Kami halalkan bagi dirimu mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki ayahmu, anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang telah berhijrah bersamamu. Kami halalkan pula bagimu wanita Mukmin yang menghibahkan dirinya padamu tanpa mahar, apabila kamu suka dan mau menikahinya. Karunia dari Allah ini hanya khusus bagi dirimu, sedang orang lain tidak berhak mendapatkannya. Kami tahu hukum yang telah Kami wajibkan atas orang-orang beriman mengenai istri dan para wanita yang mereka miliki dari tawanan perang. Kami telah menjelaskan pula berbagai keringanan hukum yang yang secara khusus Kami berikan kepadamu, Muhammad, agar dirimu tidak merasa berat menjalankan apa saja yang telah Kami perintahkan. Allah Maha Mengampuni dosa para hamba-Nya dan Maha Penyayang dengan memberikan berbagai keringanan hukum pada mereka.