Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Hajj Ayat 52

Al-Hajj Ayat ke-52 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ وَّلَا نَبِيٍّ اِلَّآ اِذَا تَمَنّٰىٓ اَلْقَى الشَّيْطٰنُ فِيْٓ اُمْنِيَّتِهٖۚ فَيَنْسَخُ اللّٰهُ مَا يُلْقِى الشَّيْطٰنُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ۙ ( الحج : ٥٢)

wamā
وَمَآ
And not
dan tidak
arsalnā
أَرْسَلْنَا
We sent
Kami mengutus
min
مِن
before you
dari
qablika
قَبْلِكَ
before you
sebelum kamu
min
مِن
any
dari
rasūlin
رَّسُولٍ
Messenger
seorang rasul
walā
وَلَا
and not
dan tidak
nabiyyin
نَبِىٍّ
a Prophet
seorang nabi
illā
إِلَّآ
but
melainkan
idhā
إِذَا
when
apabila
tamannā
تَمَنَّىٰٓ
he recited
dia berangan-angan/membaca
alqā
أَلْقَى
threw
melemparkan/memasukkan
l-shayṭānu
ٱلشَّيْطَٰنُ
the Shaitaan
syaitan
فِىٓ
in
dalam
um'niyyatihi
أُمْنِيَّتِهِۦ
his recitation
angan-angan/membaca
fayansakhu
فَيَنسَخُ
But Allah abolishes
maka menghapus/menghilangkan
l-lahu
ٱللَّهُ
But Allah abolishes
Allah
مَا
what
apa yang
yul'qī
يُلْقِى
throws
dimasukkan
l-shayṭānu
ٱلشَّيْطَٰنُ
the Shaitaan
syaitan
thumma
ثُمَّ
then
kemudian
yuḥ'kimu
يُحْكِمُ
Allah will establish
menghukumkan/menguatkan
l-lahu
ٱللَّهُ
Allah will establish
Allah
āyātihi
ءَايَٰتِهِۦۗ
His Verses
ayat-ayat-Nya
wal-lahu
وَٱللَّهُ
And Allah
dan Allah
ʿalīmun
عَلِيمٌ
(is) All-Knower
Maha Mengetahui
ḥakīmun
حَكِيمٌ
All-Wise
Maha Bijaksana

Transliterasi Latin:

Wa mā arsalnā ming qablika mir rasụliw wa lā nabiyyin illā iżā tamannā alqasy-syaiṭānu fī umniyyatih, fa yansakhullāhu mā yulqisy-syaiṭānu ṡumma yuḥkimullāhu āyātih, wallāhu 'alīmun ḥakīm (QS. 22:52)

English Sahih:

And We did not send before you any messenger or prophet except that when he spoke [or recited], Satan threw into it [some misunderstanding]. But Allah abolishes that which Satan throws in; then Allah makes precise His verses. And Allah is Knowing and Wise. (QS. [22]Al-Hajj verse 52)

Arti / Terjemahan:

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. Al-Hajj ayat 52)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Setelah dijelaskan bagaimana orang kafir menantang ayat-ayat Allah, pada ayat ini dijelaskan usaha setan melemahkan ayat-Nya, ketika ayat itu diwahyukan kepada para nabi dan rasul. Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun di antara rasul-rasul Allah, dan tidak pula seorang nabi sebelum engkau Muhammad, melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan untuk memberi peringatan kepada orang-orang kafir, mereka segera mengikuti bacaan Nabi dengan tambahan kata-kata yang membenarkan keyakinan mereka melalui usaha setan memasukkan kata-kata sesat ke dalam bacaan itu. Akan tetapi usaha ini tidak akan pernah berhasil. karena Allah segera menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu dengan cepat; dan Allah akan menguatkan ayat-ayat-Nya pada jiwa Rasulullah dengan melindungi beliau dari kemungkinan menyampaikan kata-kata setan. Dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, lagi Mahabijaksana dalam semua perbuatan-Nya.  

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Dalam ayat ini Allah memperingatkan orang-orang yang beriman akan usaha-usaha yang dilakukan oleh setan; baik setan dalam bentuk jin, maupun setan dalam bentuk manusia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.
Di antara usaha-usaha setan itu ialah apabila Rasul membicarakan ayat-ayat Allah, atau menjelaskan dan menyampaikan syariat yang dibawanya kepada para sahabatnya, maka bangunlah setan-setan itu dan berusahalah mereka memasukkan ke dalam hati para pendengar sesuatu tafsiran yang salah, sehingga mereka meyakini bahwa ayat-ayat atau syariat yang disampaikan Rasul itu, bukan berasal dari Allah, tetapi semata-mata ucapan Rasul saja, yang dibuat-buat untuk meyakinkan manusia akan kenabian dan kerasulannya. Ada pula di antara setan-setan itu menyisipkan tafsir yang salah terhadap ayat-ayat itu, sehingga tanpa disadari oleh para pendengar, mereka telah menyimpang dengan tafsir itu sendiri dari maksud ayat yang sebenarnya.
Usaha setan itu tidak saja dilakukan terhadap Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi, tetapi juga telah dilakukannya terhadap agama dan kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para rasul. Usaha-usaha setan itu ada yang berhasil. Bila dipelajari dengan sungguh-sungguh sejarah agama yang dibawa para rasul dan sejarah kitab-kitab suci yang diturunkan Allah kepada mereka. Telah banyak dimasukkan oleh setan ke dalam agama-agama itu sesuatu yang dapat menyesatkan manusia dari jalan Allah. Yang disisipkan itu bukan saja hal yang ringan dan bukan prinsip, tetapi banyak pula yang telah berhasil disisipkan itu sesuatu yang dapat mengubah azas dan pokok agama itu, Allah berfirman:
Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat). (al-Ma`idah/5: 13)
Agama yang diturunkan Allah kepada para rasul terdahulu yang telah banyak dicampuri oleh perbuatan setan, di antaranya ialah agama Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud dan Nabi Isa as.
Dalam sejarah kaum Muslimin setelah Rasulullah saw dan para sahabat terdekat meninggal dunia, nampak dengan jelas usaha-usaha untuk merusak dan mengubah agama Islam meskipun usaha untuk mengubah, menambah atau mengurangi ayat-ayat Al-Qur'an tidak berhasil, karena Al-Qur'an dipelihara oleh Allah, tetapi mereka hampir saja berhasil memasukkan hadis-hadis palsu ke dalam kumpulan hadis-hadis Nabi. Di samping itu juga mereka hampir berhasil menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan tafsir atau takwil yang jauh dari makna Al-Qur'an yang dikehendaki.
Di samping usaha-usaha mereka untuk mengubah ayat-ayat suci Al-Qur'an, hadis Nabi dan syariat Islam, mereka juga berusaha untuk merusak hidup dan kehidupan manusia, seperti jika seorang mencita-citakan adanya sesuatu kebaikan pada dirinya, maka ditimbulkanlah oleh setan di dalam diri dan pikiran orang itu pendapat atau keyakinan bahwa cita-cita yang diinginkan itu sulit memperolehnya, sehingga timbul pada diri dan kemauan orang itu rasa takut dan rasa tidak sanggup mencapai cita-cita yang baik itu.
Mengenai Al-Qur'an banyak sekali usaha-usaha untuk meniru-nirunya, memasukkan tafsir dan takwilan yang salah ke dalamnya, memasukkan khurafat-khurafat dan sebagainya, namun semua usaha itu mengalami kegagalan. Hal ini sesuai dengan jaminan Allah tehadap pemeliharaan Al-Qur'an itu, Allah berfirman:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya. (al-Hijr/15: 9)
Jika diperhatikan sejarah Al-Qur'an, amat banyak cara yang telah dilakukan untuk menjaga otensitas Al-Qur'an itu, di antaranya ialah:
1. Di masa Rasulullah masih hidup, setiap ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan beliau menyuruh menuliskan dan menghafalnya.
2. Tidak lama setelah Rasulullah saw meninggal dunia, seluruh Al-Qur'an telah dapat dikumpulkan dan ditulis pada lembaran-lembaran yang kemudian diikat dan disimpan oleh Abu Bakar, sepeninggal Abu Bakar disimpan oleh Umar, kemudian oleh Hafsah binti Umar. Di masa Usman Al-Qur'an yang ditulis pada lembaran-lembaran itu dibukukan. Al-Qur'an dinamai "Mushaf". Ada lima buah mushaf yang ditulis di masa Usman itu. Dari mushaf yang lima itulah kaum Muslimin di seluruh dunia Islam di masa itu menyalin Al-Qur'an.
3. Mendorong dan menambah semangat orang-orang yang berilmu, agar memperdalam ilmunya. Dengan kemampuan ilmu yang ada, mereka dapat mempertahankan kemurnian Al-Qur'an dari segala macam subhat dan penafsiran yang salah.
4. Sejak masa Nabi saw sampai saat ini, selalu ada orang yang hafal seluruh Al-Qur'an, sehingga sukar dilakukan penyisipan-penyisipan ke dalamnya. Bahkan kesalahan tulisan yang sedikit saja pada ayat-ayat Al-Qur'an telah dapat menimbulkan reaksi yang kuat dari kalangan kaum Muslimin.
Dalam setiap kurun sejarah Islam, selalu ada tokoh-tokoh ulama yang sanggup membela dan mempertahankan ajaran Islam dari serangan yang datang dari luar Islam yang beraneka ragam bentuknya.
Pada saat banyak timbul usaha-usaha pemalsuan hadis pada permulaan abad kedua hijriyah, tampillah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau berusaha mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis Nabi saw yang masih berada dalam hafalan para tabi`in, dan sebagian telah dituliskan oleh para sahabat. Beliau memerintahkan para pejabat di daerah-daerah, dan para ulama agar mengumpulkan hadis-hadis Nabi di daerah mereka masing-masing. Di antara para ulama yang menulisnya ialah Imam az-Zuhri. Maka oleh Imam az- Zuhri dikumpulkan hadis-hadis Nabi itu. Sekalipun pada masa itu belum lagi dilakukan penelitian dan pemisahan hadis-hadis mana yang palsu dan mana yang benar-benar berasal dari Nabi, tetapi usaha ini merupakan landasan dan dasar dari usaha-usaha yang akan dilakukan oleh para Imam hadis yang datang kemudian sesudah angkatan az-Zuhri ini, seperti Imam al-Bukhari, Muslim, an-Nasa`i, Abu Daud dan lain-lain. Imam-imam inilah yang melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang telah dikumpulkan di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu.
Demikian pula Imam al-Asy'ari telah berhasil mempertahankan kemurnian ajaran Islam dari pengaruh filsafat Yunani yang banyak dipelajari oleh ulama-ulama Islam waktu itu. Kemudian al-Gazali telah berhasil pula mempertahankan ajaran Islam dari pengajaran atau pengaruh yang kuat dari filsafat Neoplatonisme. Ibnu Taimiyah telah membersihkan ajaran Islam dari berbagai khufarat yang menyesatkan.
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk segala macam bentuk usaha setan untuk merusak dan merubah ajaran Islam, semua yang terbesit di dalam hati manusia, semua yang nampak dan semua yang tersembunyi. Dengan pengetahuan-Nya itu pula Dia melumpuhkan tipu daya setan yang ingin merusak agama-Nya, kemudian menimpakan pembalasan yang setimpal bagi mereka itu.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun) rasul adalah seorang nabi yang diperintahkan untuk menyampaikan wahyu (dan tidak pula seorang nabi) yaitu orang yang diberi wahyu akan tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya (melainkan apabila ia membaca) membacakan Alquran (setan pun, memasukkan godaan-godaan terhadap bacaannya itu) membisikkan apa-apa yang bukan Alquran dan disukai oleh orang-orang yang ia diutus kepada mereka. Sehubungan dengan hal ini Nabi saw. pernah mengatakan setelah beliau membacakan surah An-Najm, yaitu sesudah firman-Nya, "Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata, Uzza dan Manat yang ketiganya..." (Q.S. An-Najm, 19-2O) lalu beliau mengatakan, "Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya manfaatnya dapat diharapkan". Orang-orang musyrik yang ada di hadapan Nabi saw. kala itu merasa gembira mendengarnya. Hal ini dilakukan oleh Nabi saw. di hadapan mereka, dan sewaktu Nabi saw. membacakan ayat di atas lalu setan meniupkan godaan kepada lisan Nabi saw. tanpa ia sadari, sehingga keluarlah perkataan itu dari lisannya. Maka malaikat Jibril memberitahukan kepadanya apa yang telah ditiupkan oleh setan terhadap lisannya itu, lalu Nabi saw. merasa berduka cita atas peristiwa itu. Hati Nabi saw. menjadi terhibur kembali setelah turunnya ayat berikut ini, ("Allah menghilangkan) membatalkan (apa yang ditiupkan oleh setan itu, dan Dia menguatkan ayat-ayat-Nya) memantapkannya. (Dan Allah Maha Mengetahui) apa yang telah dilancarkan oleh setan tadi (lagi Maha Bijaksana) di dalam memberikan kesempatan kepada setan untuk dapat meniupkan godaannya kepada Nabi saw. Dia berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Sebagian besar ulama tafsir sehubungan dengan ayat-ayat ini mengetengahkan kisah garaniq (bintang-bintang) dan kisah yang menyebutkan bahwa kebanyakan dari kaum muslim yang berhijrah ke negeri Abesenia kembali ke Mekah karena mereka menduga orang-orang musyrik Quraisy telah masuk Islam. Akan tetapi, kisah tersebut diriwayatkan melalui berbagai jalur yang seluruhnya berpredikat mursal, dan menurut pendapat saya hadis-hadis tersebut tidaklah disandarkan kepada jalur periwayatan yang sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika di Mekah membaca surat An-Najm, dan ketika bacaan beliau sampai kepada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) meng­anggap Lata dan 'Uzza dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An Najm:19-20) Maka setan memasukkan godaannya pada lisan Nabi Saw. sehingga beliau mengatakan, "Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya syafaat (pertolongan mereka dalam mendatangkan hujan) benar-benar dapat diharapkan." Akhirnya orang-orang musyrik berkata, "Dia sebelum ini tidak pernah menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang baik." Lalu Nabi Saw. bersujud kepada Allah, maka mereka pun (orang-orang musyrik) ikut bersujud. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkannya apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah

Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya melalui Yusuf ibnu Hammad, dari Umayyah ibnu Khalid, dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurut dugaanku masih diragukan sampainya hadis ini kepada Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. membaca surat An-Najm ketika masih di Mekah, sehingga bacaannya sampai pada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan 'Uzza. (An Najm:19), hingga akhir beberapa ayat selanjutnya.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan secara muttasil kecuali melalui sanad ini. Orang yang menjadikannya berpredikat muttasil hanyalah Umayyah ibnu Khalid sendiri. Dia orangnya siqah lagi terkenal, dan sesungguhnya dia meriwayatkan hadis ini hanya melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas.

Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abul Aliyah dari As-Saddi secara mursal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais secara mursal pula."

Qatadah mengatakan bahwa dahulu Nabi Saw. salat di dekat maqam Ibrahim, lalu beliau mengantuk dan setan memasukkan godaan pada lisannya, sehingga beliau mengatakan, "Sesungguhnya bintang-bintang itu benar-benar syafaat (pertolongan)nya dapat diharapkan, dan sesungguhnya bintang-bintang itu bersama dengan bintang-bintang lainnya di langit yang tertinggi." Lalu orang-orang musyrik menghafal kalimat itu dan setan berperan dengan menyebarkannya, bahwa Nabi Saw. telah membaca ayat surat An-Najm itu. Sehingga tersebarlah berita itu di kalangan orang-orang musyrik dan menjadi buah bibir mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi. (Al Hajj:52), hingga akhir ayat Maka Allah menjadikan setan itu terhina melalui ayat ini.

Di dalam tafsir Ibnu Jarir disebutkan sebuah riwayat dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam dengan konteks yang semisal.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkannya, tetapi hanya sampai pada Musa ibnu Uqbah, yang hal ini ia kemukakan dalam kitab Magazi-nya dengan lafaz yang semisal. Al-Baihaqi mengatakan, "Kami telah meriwayatkan pula kisah ini melalui Abu Ishaq."

Menurut saya, kisah ini telah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya dengan kalimat-kalimat yang semisal, semuanya berpredikat mursal dan munqati'. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya telah menyebutkannya di dalam kumpulan dari perkataan Ibnu Abbas dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi serta lain-lainnya dengan lafaz yang semisal. Kemudian dalam pembahasan ini ia mengajukan suatu pertanyaan yang mengatakan, "Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal Rasulullah Saw. telah dijamin oleh Allah terpelihara dari segala kesalahan?" Selanjutnya Al-Bagawi mengemukakan beberapa jawaban yang ia petik dari pendapat orang-orang lain. Di antaranya dan yang paling terbaik ialah bahwa setan membisikkan kalimat tersebut ke dalam pendengaran kaum musyrik, sehingga mereka menduga bahwa kalimat-kalimat tersebut bersumber dari Rasulullah Saw. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, melainkan dari ulah setan dan perbuatannya bukan dari Rasulullah Saw. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Demikianlah berbagai macam jawaban dari mereka yang menge­mukakan pendapatnya sehubungan dengan masalah ini, dengan anggapan bahwa hadis ini memang sahih. .

Al-Qadi Iyad rahimahullah menyinggung masalah ini dalam kitab Asy-Syifa-nya dan mengemukakan jawabannya yang mengatakan bahwa memang keadaan hadis ini sahih mengingat telah terbukti kesahihannya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mempunyai risalah khusus yang membahas tentang palsunya kisah Al-Gharaniq ini, dalam kitabnya: Nasbul Mazaniq li Abatil Qishash Al Gharaniq.

Firman Allah Swt.:

melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu.

Melalui ayat ini Allah Swt. menghibur hati Rasul-Nya. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa janganlah hatimu gundah karenanya, sesungguhnya hal semisal itu pernah dialami oleh para rasul sebelummu dan juga oleh para nabi.

Imam Bukhari mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

terhadap keinginan itu.
Apabila ia berbicara, setan memasukkan godaannya ke dalam pembicaraannya, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu.

dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al Hajj:52) Yakni apabila Nabi Saw. berbicara, maka setan memasukkan godaan-godaan ke dalam pembicaraannya.

Mujahid mengatakan, makna iza-tamanna ialah apabila berbicara.

Menurut pendapat yang lain, makna umniyah ialah bacaannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

kecuali dongengan-dongengan bohong belaka. (Al Baqarah:78)

Yaitu bisa berucap, tetapi tidak bisa membaca dan menulis.

Al-Bagawi mengatakan bahwa kebanyakan ulama tafsir mengatakan tentang makna tamanna, bahwa artinya membaca Kitabullah.

setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu.

Yang dimaksud dengan umniyatihi ialah bacaannya.

Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Iza-tamanna" artinya apabila membaca.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini lebih mirip dengan pengertian takwil.

Firman Allah Swt.:

Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu.

Menurut pengertian hakiki dari lafaz an-naskh ialah menghilangkan dan menghapuskan.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan itu.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa Jibril menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu dengan seizin Allah, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.

Firman Allah Swt.:

Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Artinya, Allah Maha Mengetahui segala urusan dan kejadian, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dan Allah Mahabijaksana dalam menentukan keputusan-Nya, menciptakan makhluk-Nya, dan perintah­Nya kepada makhluk-Nya. Di balik semua itu terkandung hikmah yang sempurna dan hujah yang jelas, karena itulah Allah Swt. berfirman:

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Janganlah kamu bersedih, wahai Muhammad, mendapati perlakuan orang-orang kafir itu! Sebelum kamu pun, setiap kali seorang rasul atau seorang nabi membacakan sesuatu untuk mengajak mereka kepada kebenaran, semua rasul itu dihalangi oleh setan-setan manusia yang membangkang. Setan-setan itu bermaksud untuk menggagalkan dakwah, membuat keragu-raguan dalam sesuatu yang dibacakan itu, dan akhirnya membuat seruan nabi atau rasul itu tidak ada harapan untuk dipenuhi. Tetapi Allah menggagalkan rencana mereka itu, dan kemenangan pun, akhirnya, berada di pihak kebenaran. Allah telah mengokohkan syariat dan menolong rasul-Nya. Dia yang Mahatahu akan keadaan dan tipu daya manusia lagi Mahabijaksana untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Asbabun Nuzul
Surat Al-Hajj Ayat 52

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, dan Ibnul Mundzir dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Said bin Jubair. Diriwayatkan pula oleh al-Bazzar dan Ibnu Marduwaih, melalui jalan lain, dari Said bin Jubair, yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi saw. di Mekah membaca surat, wan najmi idzaa hawaa (demi bintang ketika terbenam) sampai ayat, a fa ra-aitumul laata wal uz-zaa wa manaatats tsaalitsatal ukh-raa (maka apakah patut kamu [hai orang-orang musyrik] menganggap al-Latta dan al-Uzza, dan manah yang ketiga, yang paling terkemudian [sebagai anak perempuan Allah]) (an-Najm: 1-20), setan menyelinap pada lidah beliau , tilkal gharaaniiqul ulaa wa inna syafaaatahunna la turtajaa (itulah berhala-berhala yang paling mulia dan syafaatnya benar-benar dapat diharapkan). Berkatalah kaum musyrikin: "Dia belum pernah menyebut-nyebut dan memuji tuhan kita sebelum ini." Setelah sampai pada bacaan sajdah, Nabi saw. sujud dan mereka mengikutinya. Maka turunlah ayat ini (al-Hajj: 52) sebagai penegasan bahwa setan selalu berusaha membelokkan apa-apa yang ditugaskan kepada para Nabi dan Rasul. Tetapi Allah melindunginya dari gangguan setan.

Menurut al-Bazzar, riwayat-riwayat yang menyebutkan gharaaniqul ulaa tidak ada yang muttashil (yang sampai kepada Nabi saw.) kecuali sanad yang ia riwayatkan. Bersambungnya riwayat ini melalui rawi tunggal, yaitu umayyah bin Khalid, dan ia termasuk rawi yang dapat dipercaya dan masyhur. Pendapat ini menjadi pegangan as-Suyuthi.
Hadits semakna diriwayatkan pula oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas dengan sanad yang rawinya antara lain al-Waqidi; diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas; diriwayatkan pula oleh Ishaq di dalam kitab Ash-Shirah, dari Muhammad bin Kab dan Musa bin Uqbah, dari Ibnu Syihab; diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin Kab dan Muhammad bin Qais; diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi. Riwayat-riwayat tersebut memiliki makna yang sama dan semuanya daif atau munqati, kecuali dari sumber Said bin Jubair pada riwayat yang disebut pertama.
Menurut Ibnu Hajar, banyaknya sanad dalam riwayat ini menunjukkan bahwa kisah ini mempunyai sumber. Disamping itu terdapat dua sanad yang shahih tapi mursal yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang satu dari az-Zuhri yang bersumber dari Abu Bakr bin Abdirrahman bin al-Harits bin Hisyam, dan yang satunya lagi dari Dawud bin Hind yang bersumber dari Abul Aliyah.
Adapun perkataan Ibnul Arabi dan Iyadh yang menyatakan bahwa riwayat ini semuanya palsu dan tidak bersumber, tidaklah dapat dijadikan pedoman.