Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 273
Al-Baqarah Ayat ke-273 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia
لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ࣖ ( البقرة : ٢٧٣)
- lil'fuqarāi
- لِلْفُقَرَآءِ
- For the poor
- bagi orang-orang fakir
- alladhīna
- ٱلَّذِينَ
- those who
- orang-orang yang
- uḥ'ṣirū
- أُحْصِرُوا۟
- are wrapped up
- (mereka) terkepung
- fī
- فِى
- in
- di
- sabīli
- سَبِيلِ
- (the) way
- jalan
- l-lahi
- ٱللَّهِ
- (of) Allah
- Allah
- lā
- لَا
- not
- tidak
- yastaṭīʿūna
- يَسْتَطِيعُونَ
- they are able
- mereka dapat
- ḍarban
- ضَرْبًا
- (to) move about
- berusaha
- fī
- فِى
- in
- di
- l-arḍi
- ٱلْأَرْضِ
- the earth
- bumi
- yaḥsabuhumu
- يَحْسَبُهُمُ
- Think (about) them
- menyangka mereka
- l-jāhilu
- ٱلْجَاهِلُ
- the ignorant one
- orang yang bodoh
- aghniyāa
- أَغْنِيَآءَ
- (that they are) self-sufficient
- orang-orang kaya
- mina
- مِنَ
- (because) of
- dari
- l-taʿafufi
- ٱلتَّعَفُّفِ
- (their) restraint
- meminta-minta
- taʿrifuhum
- تَعْرِفُهُم
- you recognize them
- kamu kenal mereka
- bisīmāhum
- بِسِيمَٰهُمْ
- by their mark
- dengan sifat-sifat mereka
- lā
- لَا
- Not
- tidak
- yasalūna
- يَسْـَٔلُونَ
- (do) they ask
- mereka meminta
- l-nāsa
- ٱلنَّاسَ
- the people
- manusia
- il'ḥāfan
- إِلْحَافًاۗ
- with importunity
- secara mendesak
- wamā
- وَمَا
- And whatever
- dan apa
- tunfiqū
- تُنفِقُوا۟
- you spend
- kamu nafkahkan
- min
- مِنْ
- of
- dari
- khayrin
- خَيْرٍ
- good
- yang baik
- fa-inna
- فَإِنَّ
- then indeed
- maka sesungguhnya
- l-laha
- ٱللَّهَ
- Allah
- Allah
- bihi
- بِهِۦ
- of it
- dengannya/padanya
- ʿalīmun
- عَلِيمٌ
- (is) All-Knower
- Maha Mengetahui
Transliterasi Latin:
Lil-fuqarā`illażīna uḥṣirụ fī sabīlillāhi lā yastaṭī'ụna ḍarban fil-arḍi yaḥsabuhumul-jāhilu agniyā`a minat-ta'affuf, ta'rifuhum bisīmāhum, lā yas`alụnan-nāsa il-ḥāfā, wa mā tunfiqụ min khairin fa innallāha bihī 'alīm(QS. 2:273)
English Sahih:
[Charity is] for the poor who have been restricted for the cause of Allah, unable to move about in the land. An ignorant [person] would think them self-sufficient because of their restraint, but you will know them by their [characteristic] sign. They do not ask people persistently [or at all]. And whatever you spend of good – indeed, Allah is Knowing of it. (QS. [2]Al-Baqarah verse 273)
Arti / Terjemahan:
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. (QS. Al-Baqarah ayat 273)
Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI
Setelah menjelaskan anjuran untuk berinfak kepada siapa pun yang membutuhkan, ayat ini menjelaskan tengtang siapa yang diprioritaskan untuk mendapat bantuan. Apa yang kamu infakkan adalah untuk orang-orang fakir yakni yang membutuhkan bantuan karena sudah tua, sakit atau terancam, tertutama yang terhalang usahanya karena disibukkan dengan berjihad di jalan Allah, atau mereka terluka atau cedera medan perang, sehingga mereka tidak dapat berusaha untuk memenuhi kehidupan hidup di bumi. Mereka adalah orang-orang yang terhormat dan selalu menjaga kehormatan diri, sehingga orang lain yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri dari meminta-minta. Engkau hai Muhammad dan siapa saja yang memiliki ketajaman pandangan (farasah) mengenal mereka dari ciri-cirinya, yaitu mereka terlihat khusuk, ikhlas, rendah hati, dan sederhana sehingga ketakwannya itu melahirkan kewibawaan di hati dan mata orang yang memandang. Sekiranya mereka terpaksa harus meminta, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain melainkan dengan cara yang sangat halus yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang yang memiliki ketajaman pandangan. Mereka adalag orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan, sehingga apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sedikit atau banyak, secara terang-terangan atau tersembunyi, sungguh, Allah Maha Mengetahui dan akan memberinya balasan yang setimpal.
Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI
Ciri-ciri dan hal ihwal orang-orang yang lebih berhak menerima sedekah, yaitu:
1.Mereka yang dengan ikhlas telah mengabdikan diri pada tugas dalam rangka jihad fi sabilillah, sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pekerjaan lain sebagai sumber rezeki. Misalnya kaum muhajirin, yang pada permulaan Islam ada yang termasuk fakir miskin, karena telah meninggalkan harta benda mereka di Mekah, untuk dapat berhijrah ke Medinah, demi mempertahankan dan mengembangkan Agama Islam. Mereka sering bertempur di medan perang, menangkis kezaliman orang-orang kafir sehingga tidak punya waktu luang untuk mencari nafkah.
2.Fakir miskin yang tidak mampu berusaha, baik dengan berdagang maupun dengan pekerjaan lainnya, karena mereka sudah lemah, atau sudah lanjut usia, atau karena sebab-sebab lain.
3.Fakir miskin yang dikira oleh orang lain sebagai orang berkecukupan, karena mereka itu sabar dan menahan diri dari meminta-minta.
4. Mereka yang bertugas untuk menghafal Al-Qur'an, mempelajari ajaran agama serta memelihara sunah Nabi dengan cara hidup sederhana.
Fakir miskin dapat diketahui dari tanda-tanda yang tampak pada diri mereka. Mereka sama sekali tidak mau minta-minta, atau kalau mereka meminta, tidak dengan mendesak atau memaksa. Dalam hubungan ini Rasulullah saw bersabda:
Yang dinamakan "orang miskin" bukanlah orang yang keliling (untuk minta-minta) pada orang-orang, yang tidak memperoleh sesuap atau dua suap nasi, dan sebiji atau dua biji kurma. Tetapi orang miskin yang sejati adalah orang yang tidak mendapatkan kecukupan untuk dirinya dan tidak diketahui keadaannya sehingga ia diberi sedekah, ia juga tidak pergi untuk meminta-minta kepada orang-orang. (Muttafaq 'Alaih)
Di dalam agama Islam, mengemis atau meminta-minta hukumnya haram, kecuali dalam keadaan darurat. Rasulullah bersabda:
Dari Qabishah bin al-Mukhariq r.a. dia berkata, "Saya mempunyai tanggungan untuk umat. Kemudian saya mengahadap Rasulullah saw untuk minta dana dari beliau untuk membayar tanggungan itu. Beliau menjawab, "Tunggulah nanti apabila datang dana zakat, saya akan perintahkan agar kamu diberi dari dana itu". Nabi kemudian berkata, "Hai Qabishah, meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga orang. Pertama, orang yang mempunyai tanggungan untuk umat, ia halal meminta-minta sampai ia dapat melunasi tanggungannya, kemudian ia berhenti tidak meminta-minta lagi. Kedua, orang yang ditimpa bencana yang menghancurkan hartanya. Ia boleh meminta-minta sampai dapat menegak-kan kehidupannya. Dan ketiga, orang yang ditimpa kefakiran sampai ada tiga orang yang berakal berkata bahwa orang itu benar-benar ditimpa kefakiran. Dia halal meminta-minta sampai dapat menegakkan kehidupan-nya. Meminta-minta di luar itu, hai Qabishah adalah perbuatan haram yang dimakan oleh pelakunya dengan cara haram." (Riwayat Muslim)
Dalam hubungan infak, yaitu zakat dan sedekah, perlu ditegaskan di sini hal-hal sebagai berikut:
1.Agama Islam telah menganjurkan kepada orang yang berharta agar mereka bersedekah kepada fakir miskin. Apabila bersedekah, hendaklah diberikan barang yang baik, berupa makanan, pakaian dan sebagainya, dan tidak boleh disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Artinya, fakir miskin itu harus diperlakukan sebaik mungkin.
2.Anjuran berinfak bukan berarti bahwa Islam memperbanyak fakir miskin dan memberikan dorongan kepada mereka untuk mengemis dan selalu mengharapkan sedekah orang lain sebagai sumber rezeki mereka. Sebab, walaupun di satu pihak agama Islam mewajibkan zakat dan menganjurkan sedekah kepada orang-orang kaya untuk fakir miskin, namun di lain pihak, Islam menganjurkan kepada fakir miskin untuk berusaha melepaskan diri dari kemiskinan, sehingga hidup mereka tidak tergantung kepada sedekah dan pemberian orang lain. Dalam hubungan ini terdapat ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Rasulullah yang meng-anjurkan untuk giat bekerja, menghilangkan sifat malas dan lalai, serta memuji orang-orang yang dapat mencari rezeki dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Allah berfirman:
¦ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. ¦ (ar-Ra'd/13: 11).
Yang dimaksudkan dengan "apa yang terdapat pada diri mereka" itu antara lain ialah sifat-sifat yang jelek yang merupakan penyebab timbulnya kemiskinan. Misalnya, sifat malas, lalai, tidak jujur, tidak mau menuntut ilmu untuk memiliki kecakapan bekerja, dan sebagainya. Apabila mereka mengubah sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang baik, yaitu rajin bekerja, maka Allah akan memberikan jalan kepadanya untuk memperbaiki kehidupannya. Dalam ayat lain, Allah berfirman:
"Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah ¦." (al-Jumu'ah/62:10).
Rasulullah saw memuji orang yang memperoleh rezeki dari hasil jerih payah dan keringatnya sendiri. Beliau bersabda:
"Makanan yang terbaik untuk dimakan seseorang ialah dari hasil kerjanya sendiri".(Riwayat al-Bukhari)
Untuk mengangkat harga diri dan menjauhkan dari meminta-minta atau mengharapkan pemberian orang lain, maka Rasulullah saw bersabda:
"Tangan yang di atas (tangan yang memberi), lebih baik dari tangan yang di bawah (tangan yang menerima sedekah atau pemberian orang lain)." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Demikianlah, Islam menghendaki orang-orang yang mempunyai harta suka membantu fakir-miskin.Sebaliknya, Islam menuntun fakir miskin agar berusaha keras untuk melepaskan diri dari kemiskinan itu.
Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
(Ialah bagi orang-orang fakir) menjadi predikat atau khabar dari subjek atau mubtada yang dibuang yang diperkirakan berbunyi, "Sedekah itu untuk...." (yang terikat di jalan Allah), maksudnya yang menyediakan diri mereka untuk berjihad. Mereka itu ialah ahli sufi sebanyak 400 orang Muhajirin yang menekuni Alquran dan menunggu kesempatan untuk pergi keluar bersama rombongan pasukan. (Mereka tidak dapat berusaha) atau menjadi musafir (di muka bumi) untuk berdagang dan mencari penghidupan karena kesibukan mereka dalam perjuangan itu. (Orang-orang yang tidak tahu menyangka mereka) melihat keadaan lahiriah mereka (kaya raya karena mereka memelihara diri dari meminta-minta) karena segan dan tak hendak menadahkan tangan mereka. (Kamu mengenal mereka) hai para mukhathab (dengan tanda-tanda) atau ciri-ciri mereka misalnya tawaduk atau rendah hati dan bekas-bekas keletihan. (Mereka tak hendak meminta kepada orang-orang) sesuatu (dengan mendesak) artinya pada dasarnya mereka tak hendak meminta, hingga tidak mungkin pula akan mendesak. (Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya) dan akan membalasnya.
Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Yakni kaum Muhajirin yang menyibukkan diri mereka untuk membela Allah dan Rasul-Nya serta tinggal di Madinah, sedangkan mereka tidak mempunyai usaha yang dijadikan pegangan untuk mencukupi diri mereka sendiri.
...mereka tidak dapat berusaha di bumi.
Maksudnya, mereka tidak dapat bepergian untuk usaha mencari penghidupan. Istilah ad-darbu fil ardi adalah bepergian, seperti pengertian yang ada di dalam firman Lainnya, yaitu:
Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqasar salat (kalian). (An Nisaa:101)
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. (Al Muzammil:20), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
...orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta.
Artinya, orang yang tidak mengetahui perihal dan keadaan mereka pasti menduga bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara dirinya melalui pakaian, keadaan, dan ucapan mereka.
Semakna dengan ayat ini sebuah hadis yang kesahihannya telah disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Orang yang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) yang pergi setelah diberi sebiji atau dua biji buah kurma, sesuap atau dua suap makanan, dan sepiring atau dua piring makanan, tetapi orang miskin yang sesungguhnya ialah orang yang tidak mempunyai kecukupan yang mencukupi dirinya, dan keadaannya tidak diketahui sehingga mudah diberi sedekah, serta tidak pernah meminta sesuatu pun kepada orang lain.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Mas'ud r.a.
Firman Allah Swt.:
Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya.
Yakni melalui penampilan mereka bagi orang-orang yang memahami sifat-sifat mereka. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al Fath:29)
Dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad:30)
Di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan seperti berikut:
Takutlah kalian kepada firasat orang mukmin, karena sesungguhnya dia memandang dengan nur Allah. Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya, "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (Al-Hijr 75)
Firman Allah Swt.:
...mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Maksudnya, dalam meminta mereka tidak pernah mendesak dan tidak pernah membebankan kepada orang lain apa yang tidak mereka perlukan. Karena sesungguhnya orang yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai kecukupan yang dapat menjaminnya untuk tidak meminta, berarti ia melakukan permintaan dengan cara mendesak.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abu Namir, bahwa Ata ibnu Yasar dan Abdur Rahman ibnu Abu Amrah Al-Ansari pernah menceritakan bahwa mereka pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji buah kurma, dan sesuap atau dua suap makanan, melainkan orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yakni firman-Nya, Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak"
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madini, dari Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Ata ibnu Yasar sendiri, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama.
Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hujr, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik (yakni Ibnu Abu Namir), dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang yang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji kurma, dan sesuap atau dua suap makanan, melainkan orang yang miskin adalah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yaitu firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak"
Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ziyad, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. hal yang semisal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi-b, dari Abul Walid, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) kepada kalian, lalu kalian memberinya makan sesuap demi sesuap. Sesungguhnya orang yang miskin hanyalah orang yang memelihara dirinya dari meminta-minta kepada orang lain secara mendesak.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Mu'tamir, dari Al-Hasan ibnu Malik, dari Saleh ibnu Suwaib, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta), yang pergi setelah diberi sepiring atau dua piring makanan, tetapi orang miskin ialah orang yang memelihara dirinya, tinggal di dalam rumahnya, tidak pernah meminta kepada orang lain sesuatu hajat yang diperlukannya. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. jika kalian suka, yaitu:
Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari ayahnya, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah, bahwa ibu si lelaki tersebut pernah berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak berangkat untuk meminta-minta kepada Rasulullah Saw. sebagaimana orang-orang lain meminta kepadanya?" Maka aku (lelaki tersebut) berangkat untuk meminta-minta kepadanya, tetapi kujumpai beliau sedang berdiri berkhotbah seraya bersabda dalam khotbahnya itu: Barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan memelihara kehormatannya, dan barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah membuatnya berkecukupan. Dan barang siapa yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai makanan sejumlah kurang lebih lima auqiyah, berarti dia meminta kepada orang lain secara mendesak. Maka aku berkata kepada diriku sendiri bahwa seekor unta milikku jauh lebih baik daripada lima auqiyah makanan, dan budakku memiliki unta lainnya yang jelas lebih baik daripada lima auqiyah. Maka aku kembali, tidak jadi meminta.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ibunya menyuruhnya datang kepada Rasulullah Saw. untuk meminta sesuatu kepada beliau Saw. Lalu ia datang menghadap kepada Rasulullah dan duduk. Rasulullah Saw. menyambutku, lalu bersabda: Barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah akan membuatnya berkecukupan, dan barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memelihara kehormatannya. Dan barang siapa yang menahan dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memberinya kecukupan. Dan barang siapa yang meminta, sedangkan dia mempunyai makanan satu auqiyah, berarti dia telah berbuat ilhaf (meminta dengan cara mendesak). Perawi melanjutkan kisahnya, lalu aku berkata bahwa untaku yang bernama Yaqutah lebih baik daripada satu auqiyah makanan. Maka aku kembali, tidak jadi meminta-minta kepadanya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai yang keduanya bersumber dari Qutaibah. Imam Abu Daud menambahkan, juga dari Hisyam ibnu Ammar, keduanya dari Abdur Rahman ibnu Abur Rijal berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Abu Sa'id Al-Khudri telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah, berarti dia orang yang mulhif (meminta dengan cara mendesak). Yang dimaksud dengan satu auqiyah ialah sama harganya dengan empat puluh dirham.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',. telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Asad yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah atau yang sebanding dengannya, berarti dia telah meminta dengan cara mendesak.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hakim ibnu Jubair, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Yazid, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai sesuatu yang mencukupinya, maka kelak perbuatan minta-mintanya itu datang di hari kiamat dalam bentuk gurat-gurat atau luka-luka goresan pada wajahnya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah yang mencukupi itu?" Nabi Saw. menjawab, "Lima puluh dirham atau yang seharga dengannya dalam bentuk emas."
Para pemilik kitab sunnah yang empat (Arba'ah) mengetengahkan hadis ini melalui Hakim ibnu Jubair Al-Asadi Al-Kufi, yang dinilai matruk (tak terpakai hadisnya) oleh Syu'bah ibnul Hajjaj dan dinilai daif bukan hanya oleh seorang Imam ahli hadis sebagai akibat dari hadis ini.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu Husain Abdullah ibnu Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, "Telah sampai kepada Al-Haris —seorang lelaki yang tinggal di negeri Syam dari kalangan Quraisy— bahwa Abu zar r.a. dalam keadaan miskin. Maka Al-Haris mengirimkan kepadanya tiga ratus dinar. Lalu Abu zar berkata, 'Abdullah (hamba Allah) tidak akan menemukan seorang lelaki pun yang lebih memerlukannya selain dari diriku. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, (yaitu): Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh (dirham), berarti ia telah berbuat ilhaf (meminta secara mendesak). Saat itu keluarga Abu Zar mempunyai empat puluh dirham, empat puluh ekor kambing, dan dua orang pelayan (budak)."
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Daud ibnu Sabur, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh dirham, berarti dia orang yang mulhif dan perumpamaannya sama dengan pasir.
Imam Nasai meriwayatkan dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Ahmad ibnu Adam, dari Sufyan (yakni Ibnu Uyaynah) berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Firman Allah Swt.:
Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Yakni tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah. Karena itu, Dia akan memberikan balasan pahalanya dengan lengkap dan sem-purna di hari kiamat kelak, yaitu di saat orang yang bersangkutan sangat memerlukannya.
Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab
Infak tersebut diberikan kepada orang-orang yang fakir karena berjuang di jalan Allah sehingga tidak sempat mencari nafkah. Atau karena mereka terluka di medan perang yang membuat tidak bisa bekerja. Orang-orang yang tidak tahu, menganggap mereka kaya lantaran mereka menghindarkan diri dari meminta- minta. Padahal, jika kamu perhatikan, niscaya akan kamu ketahui keadaan sebenarnya melalui tanda- tandanya. Segala kebaikan yang kalian lakukan pasti Allah ketahui. Dan Dia akan membalasnya dengan yang setimpal.