Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 223

Al-Baqarah Ayat ke-223 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ ( البقرة : ٢٢٣)

nisāukum
نِسَآؤُكُمْ
Your wives
isteri-isterimu
ḥarthun
حَرْثٌ
(are) a tilth
ladang
lakum
لَّكُمْ
for you
bagi kalian
fatū
فَأْتُوا۟
so come
maka datangilah
ḥarthakum
حَرْثَكُمْ
(to) your tilth
ladangmu
annā
أَنَّىٰ
when
kapan saja
shi'tum
شِئْتُمْۖ
you wish
kalian kehendaki
waqaddimū
وَقَدِّمُوا۟
and send forth (good deeds)
dan dahulukan/kerjakan
li-anfusikum
لِأَنفُسِكُمْۚ
for yourselves
untuk dirimu
wa-ittaqū
وَٱتَّقُوا۟
And be conscious
dan bertakwalah
l-laha
ٱللَّهَ
(of) Allah
Allah
wa-iʿ'lamū
وَٱعْلَمُوٓا۟
and know
dan ketahuilah
annakum
أَنَّكُم
that you
bahwa kamu
mulāqūhu
مُّلَٰقُوهُۗ
(will) meet Him
akan menemuiNya
wabashiri
وَبَشِّرِ
And give glad tidings
dan berilah kabar gembira
l-mu'minīna
ٱلْمُؤْمِنِينَ
(to) the believers
orang-orang yang beriman

Transliterasi Latin:

Nisā`ukum ḥarṡul lakum fa`tụ ḥarṡakum annā syi`tum wa qaddimụ li`anfusikum, wattaqullāha wa'lamū annakum mulāqụh, wa basysyiril-mu`minīn (QS. 2:223)

English Sahih:

Your wives are a place of cultivation [i.e., sowing of seed] for you, so come to your place of cultivation however you wish and put forth [righteousness] for yourselves. And fear Allah and know that you will meet Him. And give good tidings to the believers. (QS. [2]Al-Baqarah verse 223)

Arti / Terjemahan:

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah ayat 223)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Istri-istrimu adalah ibarat ladang bagimu tempat kamu menanam benih. Karena itu, maka datangilah ladangmu itu untuk menyemai benih kapan saja kamu suka kecuali bila istrimu sedang haid, dan dengan cara yang kamu sukai, asalkan arah yang dituju adalah satu, yaitu farji. Dan utamakanlah hubungan suami istri itu untuk tujuan yang baik untuk dirimu demi kemaslahatan dunia dan akhirat, bukan sekadar melampiaskan nafsu. Bertakwalah kepada Allah dalam menjalin hubungan suami-istri, dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya untuk menerima imbalan atas amal perbuatanmu selama di dunia. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman yang imannya dapat mengantar mereka mematuhi tuntunan-tuntunan Ilahi.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Dalam ayat ini, istri diumpamakan dengan ladang tempat bercocok tanam dan tempat menyebarkan bibit tanam-tanaman. Boleh mendatangi kebun itu dari mana saja arahnya asal untuk menyebarkan bibit dan untuk berkembangnya tanaman dengan baik dan subur. Istri adalah tempat menyebarkan bibit keturunan agar berkembang dengan baik, maka seorang suami boleh bercampur dengan istrinya dengan berbagai cara yang disukainya, asal tidak mendatangkan kemudaratan.
Jelas bahwa maksud perkawinan itu untuk kebahagiaan hidup berkeluarga termasuk mendapatkan keturunan, bukan hanya sekadar bersenang-senang melepaskan syahwat. Untuk itu, Allah menyuruh berbuat amal kebajikan, sebagai persiapan untuk masa depan agar mendapat keturunan yang saleh, berguna bagi agama dan bangsa, serta berbakti kepada kedua orang tuanya.
Kemudian Allah menyuruh para suami agar berhati-hati menjaga istri dan anak-anaknya, menjaga rumah tangga, jangan sampai hancur dan berantakan. Karena itu bertakwalah kepada Allah. Sebab akhirnya manusia akan kembali kepada Allah jua, dan akan bertemu dengan-Nya di akhirat nanti untuk menerima balasan atas setiap amal perbuatan yang dikerjakannya di dunia. Allah swt menyuruh agar setiap orang mukmin yang bertakwa kepada-Nya diberi kabar gembira bahwa mereka akan memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan juga di akhirat kelak.
Tanah yang digunakan untuk bercocok-tanam adalah tanah yang subur, di dalamnya penuh dengan nutrisi dan zat-zat fertilizer lainnya, termasuk mineral. Ketika benih dimasukkan ke dalam tanah yang subur seperti itu, maka benih tersebut segera berkecambah, tumbuh dengan subur pula. Kecambah ini tumbuh dengan energi yang di dapat dari nutrisi tanah itu. Jelas bahwa tanah yang digunakan untuk bercocok-tanam itu, merupakan media subur bagi tumbuhnya benih menjadi tanaman baru. Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa "istri-istri kamu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam". Memang demikianlah halnya, karena rahim yang ada pada setiap wanita, merupakan media yang subur bagi terjadinya konsepsi antara sperma (benih laki-laki) dengan sel telur, yang terdapat di dalam rahim wanita. Peristiwa konsepsi ini akan segera diikuti dengan pertumbuhan menjadi janin, dibantu oleh 'makanan yang berupa nutrisi atau vitamin-vitamin yang terdapat dalam rahim ibu tersebut. Bahkan mitokondria ibu, akan memberikan supply energi pada proses pertumbuhan janin menjadi bayi. Jadi tepatlah perumpamaan di atas, bahwa istri-istri merupakan ladang atau tanah untuk bercocok-tanam.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Istri-istrimu adalah tanah persemaian bagimu), artinya tempat kamu membuat anak, (maka datangilah tanah persemaianmu), maksudnya tempatnya yaitu pada bagian kemaluan (bagaimana saja) dengan cara apa saja (kamu kehendaki) apakah sambil berdiri, duduk atau berbaring, baik dari depan atau dari belakang. Ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan, "Barang siapa yang mencampuri istrinya pada kemaluannya tetapi dari arah belakangnya (pinggulnya), maka anaknya akan lahir bermata juling. (Dan kerjakanlah untuk dirimu) amal-amal saleh, misalnya membaca basmalah ketika bercampur (dan bertakwalah kepada Allah) baik dalam perintah maupun dalam larangan-Nya (dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya kelak) yakni di saat berbangkit, Dia akan membalas segala amal perbuatanmu. (Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman) yang bertakwa kepada-Nya, bahwa mereka akan memperoleh surga.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Firman Allah Swt.:

Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hars ialah peranakan (kemaluan).

Dalam firman selanjutnya disebutkan:

maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki.

Yakni bagaimanapun caranya menurut kehendak kalian, baik dari depan ataupun dari belakang dengan syarat yang didatanginya adalah satu lubang, yaitu lubang kemaluan, seperti yang telah ditetapkan oleh banyak hadis.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnul Munkadir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Jabir menceritakan hadis berikut: Dahulu orang-orang Yahudi berkeyakinan bahwa jika seseorang menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka kelak anaknya bermata juling. Maka turunlah firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Anas, Ibnu Juraij, dan Suf-yan Ibnu Sa'id As-Sauri. Disebutkan bahwa Muhammad ibnul Munkadir pernah menceritakan kepada mereka bahwa. Abdullah ibnu Jabir pernah menceritakan kepadanya, orang-orang Yahudi sering berkata kepada kaum muslim, "Barang siapa yang mendatangi istrinya dari arah belakang, maka kelak anaknya akan bermata juling." Lalu turunlah firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223)

Ibnu Juraij mengatakan, sehubungan dengan hadis ini disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

Boleh dari depan dan boleh dari belakang jika yang didatanginya adalah farji.

Di dalam hadis Bahz ibnu Hakim ibnu Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi, dari ayahnya, dari kakeknya, disebutkan bahwa Mu'awiyah ibnu Haidah pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sehubungan dengan istri-istri kami, bagaimanakah cara yang diperbolehkan untuk mendatanginya dan apa sajakah cara yang dilarang?" Rasulullah Saw. bersabda:

Seperti lahan bercocok tanammu, maka datangilah lahan bercocok tanammu bagaimana saja kamu kehendaki, hanya kamu tidak boleh memukul wajah, dan jangan berkata buruk, jangan pula mengisolisasi(nya) kecuali di dalam rumah. Hingga akhir hadis.

Hadis lainnya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Amir Ibnu Yahya, dari Abdullah ibnu Hanasy, dari Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan: Sejumlah orang dari Himyar datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka bertanya kepadanya tentang banyak hal. Kemudian ada seorang lelaki berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku suka wanita, maka bagaimanakah yang harus kulakukan menurutmu?" Maka turunlah firman-Nya, "Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki" (Al Baqarah:223).

Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Sauban, dari Amir ibnu Yahya Al-Magafiri, dari Hanasy, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ayat berikut, yaitu firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang dari kalangan Ansar yang datang kepada Nabi Saw. dan bertanya kepadanya. Maka Nabi Saw. menjawab:

Datangilah ia dengan posisi apa pun selagi yang didatangi adalah farjinya.

Hadis lainnya diriwayatkan oleh Abu Ja'far At-Tahawi di dalam kitabnya yang berjudul Musykilul Hadis. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Kasib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Nafi', dari Hisyam ibnu Sa'd ibnu Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Kudri, bahwa ada seorang lelaki menyetubuhi istrinya pada liang anusnya. Maka orang-orang memprotes perbuatannya itu, lalu Allah menurunkan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian. (Al Baqarah:223), hingga akhir ayat.

Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Abdullah ibnu Sabit yang menceritakan hadis berikut: Aku masuk menemui Hafsah binti Abdur Rahman ibnu Abu Bakar dan kukatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku akan bertanya kepadamu tentang suatu masalah, tetapi aku malu mengemukakannya kepadamu." Hafsah menjawab, "Hai keponakanku, jangan malu-malu. Kemukakanlah." Abdullah ibnu Sabit berkata, "Mendatangi wanita (istri) pada liang anusnya." Hafsah berkata bahwa Ummu Salamah pernah menceritakan hadis berikut: Orang-orang Ansar suka mendatangi wanita dari arah belakang (posisi tengkurap). Sedangkan orang-orang Yahudi mengatakan bahwa barang siapa yang mendatangi istrinya dari arah belakang, maka kelak anaknya bermata juling.

Ketika kaum Muhajirin datang di Madinah, mereka ada yang menikah dengan wanita Ansar, lalu mereka mendatanginya dari arah belakang, tetapi tiada seorang pun yang menaati suaminya dan mengatakan, "Jangan dulu kamu lakukan sebelum aku tanyakan kepada Rasulullah Saw. mengenai cara ini." Lalu wanita Ansar itu datang kepada Ummu Salamah dan menemuinya serta menceritakan kepadanya hal tersebut. Ummu Salamah menjawab, "Duduklah dahulu hingga Rasulullah Saw. tiba." Ketika Rasulullah Saw. datang, tiba-tiba wanita Ansar itu merasa malu mengemukakan pertanyaannya. Oleh karena itu, ia keluar. Lalu Ummu Salamahlah yang menanyakannya kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. bersabda, "Panggillah wanita Ansar tadi." Ummu Salamah segera memanggil wanita Ansar tadi. Setelah wanita itu datang, maka Rasulullah Saw. membacakan kepadanya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223) Yang dimaksud dengan anna syi'tum ialah subyeknya satu, yaitu satu liang (liang kemaluan).

Menurut kami, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur Hammad ibnu Abu Hanifah, dari ayahnya, dari Ibnu Khaisam, dari Yusuf ibnu Mahik, dari Hafsah Ummul Muminin, bahwa ada seorang wanita datang kepadanya, lalu bertanya, "Sesungguhnya suamiku suka mendatangiku dari arah belakang dan arah depan, maka aku tidak suka dengan cara itu." Ketika hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah Saw., beliau menjawab:

Tidak mengapa jika yang dimasukinya adalah satu liang (liang farjinya).

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki di masa Rasulullah Saw. mendatangi istrinya pada bagian belakangnya. Mereka mengatakan, "Si Fulan telah mendatangi istrinya pada bagian belakangnya." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223)

Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Yahya Abul Asbag yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad (yakni Ibnu Salamah), dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Ibnu Umar —semoga Allah mengampuninya— telah menduga bahwa sesungguhnya kaum Ansar pada mulanya adalah Ahli Wasani, sedangkan golongan lainnya adalah orang-orang Yahudi yang merupakan Ahli Kitab. Orang-orang Ansar berpandangan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai keutamaan lebih dari mereka dalam hal ilmu. Oleh sebab itu, dalam kebanyakan hal orang-orang Ansar mengikuti cara mereka. Tersebutlah bahwa termasuk perkara Ahli Kitab ialah mereka tidak mendatangi istri-istrinya melainkan hanya dengan satu posisi saja, cara yang demikian lebih rnenutupi tubuh si istri. Lalu orang-orang Ansar meniru jejak mereka dalam hal tersebut. Sedangkan kebiasaan orang-orang Quraisy dalam mendatangi istrinya memakai berbagai macam cara dan posisi yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang Ansar. Mereka menikmati persetubuhannya dengan istri-istri mereka secara maksimal, baik dari arah depan, belakang, cara telentang, dan lain sebagainya. Ketika kaum Muhajirin datang ke Madinah, lalu seseorang dari mereka kawin dengan seorang wanita dari kalangan Ansar. Selanjutnya si lelaki itu melakukan terhadapnya sebagaimana ia biasa melakukannya dengan berbagai macam posisi, tetapi istrinya yang Ansar itu menolak dan mengatakan, "Sesungguhnya kebiasaan yang berlaku di kalangan kami, kami biasa d-datangi dari arah depan saja. Maka lakukanlah itu. Jika kamu tidak mau, menjauhlah dariku." Kemudian perihal keduanya tersebar. Akhirnya sampailah berita itu kepada Rasulullah Saw. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223) Yakni boleh dengan cara dari 'belakang, dari depan, dan cara telentang, yang dimaksud ialah pada farjinya.

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, tetapi banyak syahid yang mempersaksikan kesahihannya, yaitu hadis-hadis yang terdahulu tadi, terlebih lagi riwayat yang dikemukakan oleh Ummu Salamah yang mirip dengan hadis ini.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah membacakan mushaf kepada Ibnu Abbas mulai dari Fatihah hingga khatam. Ia berhenti pada tiap ayat dan menanyakan maknanya kepada Ibnu Abbas, hingga sampailah pada firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223) Maka Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya kaum Quraisy biasa mendatangi istri-istrinya dengan berbagai macam posisi di Mekah dan menikmati persetubuhannya secara maksimal," lalu Ibnu Abbas menuturkan hadis ini hingga selesai.

Perkataan Ibnu Abbas yang mengutarakan bahwa Ibnu Umar —semoga Allah mengampuninya— telah menduga seakan-akan ini mengisyaratkan kepada apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Yaitu telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Nafi', bahwa Ibnu Umar apabila membaca Al-Qur'an tidak pernah berbicara sebelum merampungkannya. Maka pada suatu hari aku memohon kepadanya untuk membacakannya, lalu ia membaca surat Al-Baqarah. Dan ketika bacaannya sampai pada suatu ayat, ia berkata, "Tahukah kamu, berkaitan dengan masalah apakah ayat ini diturunkan?" Aku menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah anu dan anu," lalu ia melanjutkan bacaannya.

Abdus Samad mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar sehubungan dengan firman-Nya: Maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagai-mana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223) Ibnu Umar mengatakan, yang dimaksud ialah bila si istri didatanginya dari ... (dan seterusnya). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, ditinjau dari segi ini hanya dia sendirilah yang mengetengahkannya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Nafi' yang mengatakan bahwa pada suatu hari ia membaca firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223) Ibnu Umar bertanya, "Tahukah kamu berkenaan dengan masalah apakah ayat ini diturunkan?" Nafi' menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah mendatangi wanita pada liang anusnya."

Telah menceritakan kepadaku Abu Qilabah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar sehubungan dengan firman-Nya: Maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagai-mana saja kalian kehendaki. Ibnu Umar mengatakan, yang dimaksud ialah pada liang anusnya. Telah diriwayatkan pula melalui hadis Malik, dari Nafi', dari Ibnu Umar, tetapi tidak sahih.

Imam Nasai meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, dari Abu Bakar ibnu Abu Uwais, dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang lelaki mendatangi istrinya pada liang anusnya, lalu ia merasa sangat bersalah akibat perbuatannya itu. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki.

Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa sekiranya hadis ini berada pada Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar, niscaya orang-orang tidak akan menilai lemah hadis Nafi'. Pendapat ini merupakan ta'lil (komentar) dari Imam Nasai terhadap hadis ini.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdullah ibnu Nafi', dari Daud ibnu Qais, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasart dari Ibnu Umar, lalu ia mengetengahkan hadis ini.

Hadis ini (yang mengatakan mendatangi istri dari belakang pada liang anusnya) dapat ditakwilkan seperti pengertian terdahulu, yaitu mendatangi istri dari belakang pada farjinya, bukan pada liang anusnya.

Pengertian ini berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ali ibnu Usman An-Nafili, dari Sa'id ibnu Isa, dari Al-Fadl ibnu Fudalah, dari Abdullah ibnu Sulaiman At-Tawil, dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abun Nadr yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Nafi' maula Ibnu Umar, "Sesungguhnya banyak orang yang membicarakan perihalmu, bahwa kamu pernah mengatakan dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Ibnu Umar pernah memfatwakan kaum wanita boleh didatangi pada liang anusnya." Nafi' berkata, "Mereka berdusta kepadaku, sekarang akan aku ceritakan kepadamu bagaimana duduk perkaranya. Sesungguhnya Ibnu Umar pada suatu hari membaca Al-Qur'an, sedangkan aku berada di sisinya, hingga bacaannya sampai pada firman-Nya: 'Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki’ (Al Baqarah:223). Lalu Ibnu Umar berkata, 'Hai Nafi', tahukah kamu perkara yang menyangkut ayat ini?' Nafi' menjawab, Tidak.' Ibnu Umar mengatakan, 'Sesungguhnya kami golongan orang-orang Quraisy biasa mendatangi istri-istri kami dari arah belakang. Ketika kami memasuki Madinah dan kami nikahi wanita-wanita Ansar, lalu kami menghendaki dari mereka seperti apa yang biasa kami lakukan sebelumnya, ternyata hal tersebut menyakitkan mereka. Mereka tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai kesalahan yang besar. Kaum wanita Ansar bersikap demikian karena mereka meniru cara orang-orang Yahudi, yaitu mereka hanya didatangi dari arah sisi (dan depannya).' Maka Allah menurunkan firman-Nya: 'Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu dari arah mana saja yang kalian kehendaki’

Hadis ini berpredikat sahih. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih, dari At-Tabrani, dari Al-Husain ibnu Ishaq, dari Zakaria ibnu Yahya Katib Al-Umra, dari Mifdal ibnu Fudalah, dari Abdullah ibnu Ayyasy, dari Ka'b ibnu Alqamah, lalu ia mengetengahkan hadis ini.

Sekalipun pendapat ini (mendatangi istri boleh pada liang anusnya) dinisbatkan kepada sejumlah ahli fiqih Madinah dan lain-lainnya —sebagian dari mereka menisbatkan kepada Imam Malik di dalam Kitabus Sirr-nya— tetapi kebanyakan ulama memprotes kesahihannya.

Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Malulah kalian, sesungguhnya Allah tidak segan terhadap perkara yang hak, tidak halal bagi kalian mendatangi wanita pada liang anusnya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abd ibnu Syadad, dari Khuzaimah ibnu Sabit: Bahwa Rasulullah Saw. melarang seorang lelaki mendatangi istrinya pada liang anusnya.

Menurut jalur yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Ya'qub, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan sebuah hadis dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Usamah ibnul Had, bahwa Ubaidillah ibnul Husain Al-Walibi pernah menceritakan sebuah hadis kepadanya, Abdullah Al-Waqifi pernah menceritakan sebuah hadis kepadanya bahwa Khuzaimah ibnu Sabit Al-Khatmi pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Malulah kalian, sesungguhnya Allah tidak segan terhadap perkara yang hak, janganlah kalian mendatangi istri kalian pada liang anusnya.

Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah menceritakan pula hadis ini melalui berbagai jalur dari Khuzaimah ibnu Sabit, tetapi di dalam sanadnya banyak terdapat perbedaan.

Abdu mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada ibnu Abbas tentang mendatangi istri pada liang anusnya. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Kamu menanyakan kepadaku tentang kekufuran." Sanad riwayat ini sahih. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai melalui jalur Ibnul Mubarak, dari Ma'mar dengan lafaz yang semakna.

Abdu telah mengatakan pula dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakim, dari ayahnya, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas, lalu berkata, "Sesungguhnya aku telah mendatangi istriku pada liang anusnya." Kemudian lelaki itu mengatakan bahwa ia telah mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al Baqarah:223)

Karena itu, ia menduganya sebagai hal yang dihalalkan. Maka Ibnu Abbas berkata, "Hai dungu, sesungguhnya yang dimaksud oleh firman-Nya: 'Maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki' (Al Baqarah:223). hanyalah sambil berdiri, sambil duduk, dari depan dan dari belakang, tetapi yang dituju adalah farjinya. Jangan sekali-kali kalian melampaui batas ke bagian lainnya (ke liang anusnya)."

Guru kami Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi mengatakan bahwa riwayat Ahmad ibnul Qasim ibnuz Zayyan mengenai hadis ini dengan sanad ini juga, merupakan dugaan dari Ahmad ibnul Qasim sendiri, sedangkan dia dinilai daif oleh mereka (ulama hadis).

Muhammad ibnu Hamzah (yang dikenal dengan Al-Jauzi) dan gurunya masih perlu dipertimbangkan. Sesungguhnya dia meriwayatkan pula melalui hadis Ubay ibnu Ka'b, Al-Barra ibnu Azib, Uqbah ibnu Amir, Abu Zar, dan lain-lainnya, tetapi masing-masing hadis masih perlu dipertimbangkan, karena tiada hadis yang sahih berasal darinya. As-Sauri meriwayatkan dari As-Silt ibnu Bahram, dari Abul Mu'tamir, dari Abu Juwairah yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada sahabat Ali mengenai masalah mendatangi istri pada liang anusnya. Maka sahabat Ali r.a. menjawab, "Kamu rendah sekali, semoga Allah merendahkan dirimu. Tidakkah kamu mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan:

'Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian' (Al A'raf:80)."

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan pendapat Ibnu Mas'ud Abu Darda, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abdullah ibnu Amr yang menyatakan bahwa perbuatan itu hukumnya haram. Hal yang kuat dan tidak diragukan lagi bersumber dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa dia telah mengharamkannya.

Abu Muhammad (yaitu Abdur Rahman ibnu Abdullah Ad-Darimi) mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Al-Haris ibnu Ya'qub, dari Sa'id ibnu Yasar Abul Habab yang pernah menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Ibnu Umar, "Bagaimanakah pendapatmu tentang budak-budak wanita, bolehkah mereka ditahmid?" Ibnu Umar bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan tahmid?" Lalu dijawab bahwa yang dimaksud ialah liang anusnya disetubuhi. Maka Ibnu Umar balik bertanya, "Apakah ada seseorang dari kaum muslim yang melakukannya?"

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dan Qutaibah, dari Al-Lais, dengan lafaz yang sama. Sanad asar ini berpredikat sahih dan merupakan nas yang jelas yang mengharamkan perbuatan tersebut. Semua asar yang bersumber dari Ibnu Umar yang mengandung interpretasi lain dapat ditolak dengan adanya keputusan nas yang tegas ini.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid (yakni Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Ahmad ibnu Abul Umr), telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Qasim, dari Malik ibnu Anas, bahwa pernah ditanyakan kepadanya, "Hai Abu Abdullah, sesungguhnya orang-orang meriwayatkan dari Salim ibnu Abdullah yang telah mengatakan, 'Si budak atau si Alaj (buruk) telah berdusta terhadap Abu Abdullah'." Maka Malik menjawab, "Aku menerima langsung dari Yazid ibnu Rauman yang telah menceritakan kepadaku dari Salim ibnu Abdullah, dari Ibnu Umar, sama seperti apa yang telah dikatakan oleh Nafi." Maka dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya Al-Haris ibnu Ya'qub telah meriwayatkan dari Abul Habab (yakni Sa'id ibnu Yasar), bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar. Untuk itu ia mengatakan, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya kami telah membeli budak-budak perempuan, bolehkah kami mendatangi mereka secara tahmid? Ibnu Umar balik bertanya, 'Apakah yang dimaksud dengan tahmid itu?' Maka disebutkan kepadanya bahwa yang dimaksud ialah liang anusnya." Ibnu Umar berkata, "Husy, atau dia mengatakan apakah ada orang mukmin atau orang muslim yang melakukannya?"

Selanjutnya Malik mengatakan, "Aku bersaksi atas Rabi'ah bahwa dia telah menceritakan kepadaku, dari Abul Habab, dari Ibnu Umar hal yang semisal dengan apa yang dikatakan oleh Nafi'."

Imam Nasai meriwayatkan dari Ar-Rabi' Ibnu Sulaiman, dari Asbag ibnul Faraj Al-Faqih, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Malik, "Sesungguhnya pada waktu kami di Mesir, Lais ibnu Sa'id menceritakan hadis dari Al-Haris ibnu Ya'qub, dari Sa'id ibnu Yasar yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, 'Sesungguhnya kami telah membeli budak-budak perempuan, bolehkah kami tahmid mereka?' Ibnu Umar balik bertanya, 'Apakah tahmid itu?' Aku menjawab, 'Kami datangi mereka pada liang anusnya.' Ibnu Umar menjawab, 'Husy, atau apakah ada orang muslim yang melakukannya?' Lalu Malik berkata kepadaku, 'Aku bersaksi atas Rabi'ah, sesungguhnya dia telah menceritakan kepadaku dari Sa'id ibnu Yasar, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar (tentang masalah itu), ternyata jawabannya adalah, Tidak mengapa'."

Imam Nasai meriwayatkan pula melalui jalur Yazid ibnu Rauman, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, bahwa Ibnu Umar r.a. tidak memandang sebagai sesuatu yang dilarang bila seorang lelaki mendatangi istrinya pada liang anusnya.

Ma'mar ibnu Isa meriwayatkan dari Malik, bahwa melakukan hal tersebut (mendatangi istri pada liang anusnya) adalah haram.

Abu Bakar ibnu Ziad An-Naisaburi mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Husain, telah menceritakan kepadaku Israil ibnu Rauh, bahwa ia pernah bertanya kepada Malik ibnu Anas, "Bagaimanakah menurutmu tentang mendatangi wanita pada liang anusnya?" Malik ibnu Anas menjawab, "Kalian ini tiada lain adalah kaum Arab, tiada lain bercocok tanam itu hanyalah pada lahan yang disediakan untuknya, maka janganlah kalian melampaui batas farji." Aku berkata, "Hai Abu Abdullah, sesungguhnya mereka mengatakan bahwa engkau mengatakan demikian (yakni boleh mendatangi wanita pada liang anusnya)." Malik ibnu Anas menjawab, "Mereka berdusta terhadapku, mereka berdusta terhadapku."

Riwayat ini memang terbukti bersumber darinya (Malik ibnu Anas), dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambal beserta semua murid mereka. Pendapat ini juga merupakan mazhab dari Sa'id ibnu Musayyab, Abu Salamah, Ikrimah, Tawus, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Urwah ibnuz Zubair, Mujahid ibnu Jabr, dan Al-Hasan serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Mereka mengingkari perbuatan tersebut dengan kecaman yang sangat keras. Di antara mereka ada yang menyebutnya sebagai perbuatan orang kafir, menurut pendapat jumhur ulama. Dalam masalah ini telah diriwayatkan pula sesuatu hal dari salah seorang ahli fiqih ulama Madinah, hingga mereka menceritakannya dari Imam Malik. Akan tetapi, kesahihannya masih perlu dipertimbangkan.

At-Tahawi mengatakan bahwa Asbag ibnul Farj meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnul Qasim yang mengatakan, "Aku belum pernah menjumpai seorang pun yang menjadi panutanku dalam agamaku merasa ragu bahwa perbuatan tersebut halal," yakni menyetubuhi istri pada liang anusnya. Kemudian ia membacakan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam. (Al Baqarah:223) Setelah itu ia mengatakan, "Dalil apakah lagi yang lebih jelas dari-pada ini?" Demikianlah menurut riwayat At-Tahawi. Telah diriwayatkan pula oleh Imam Hakim, Imam Daruqutni, dan Khatibul Bagdadi, dari Imam Malik melalui berbagai jalur yang menunjukkan pengertian bahwa hal tersebut diperbolehkan. Akan tetapi, di dalam sanad-sanadnya terdapat kelemahan yang sangat. Guru kami (Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi) merincikannya di dalam suatu juz yang ia gabungkan untuk membahas masalah ini.

At-Tahawi mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami oleh Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, bahwa ia pernah mendengar Imam Syafii mengatakan, "Tiada suatu hadis pun dari Nabi Saw. yang berpredikat sahih menerangkan kehalalannya, tiada pula yang mengharamkannya. Akan tetapi, menurut anologi (kias)nya menunjukkan bahwa perbuatan tersebut hukumnya halal." Pendapat ini diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Khatib, dari Abu Sa'id As-Sairafi, dari Abul Abbas Al-Asam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam berkata, "Aku pernah mendengar Imam Syafii mengatakan ...," lalu ia menuturkannya.

Abu Nasr As-Sabbag mengatakan bahwa Ar-Rabi' bersumpah dengan menyebut nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya dia (yakni Ibnu Abdul Hakam) telah berdusta terhadap Imam Syafii dalam masalah ini, karena Imam Syafii sendiri menaskan keharamannya di dalam enam buah kitab hasil karyanya.

Firman Allah Swt.:

Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian. (Al Baqarah:223)

Artinya, kerjakanlah amal-amal ketaatan dengan cara menjauhi semua hal yang dilarang kalian mengerjakannya, yaitu perkara-perkara yang diharamkan. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:

dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. (Al Baqarah:223)

Maka kelak Allah akan menghisab semua amal perbuatan kalian.

Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Al Baqarah:223)

Yakni orang-orang yang taat kepada Allah dalam mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Ata yang mengatakan bahwa menurut dugaanku disebutkan dari Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya: Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian. (Al Baqarah:223) Maksudnya ialah bila kamu mengucapkan bismillah, yakni membaca tasmiyah di kala hendak melakukan persetubuhan.

Telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Seandainya seseorang dari kalian di saat hendak mendatangi istrinya mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah dari kami setan dan jauhkanlah pula dari setan apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami, " maka sesungguhnya jika ditakdirkan bagi keduanya punya anak dalam hubungannya itu, niscaya setan tidak dapat menimpakan mudarat terhadap si anak selama-lamanya.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Istri-istri kalian adalah tempat mengembangkan keturunan seperti tempat biji yang membuahkan tumbuhan. Maka, kalian boleh menggauli mereka dengan cara apa pun selama pada tempatnya. Takutlah kalian kepada Allah kalau melanggar ketentuan-Nya dalam menggauli istri. Ketahuilah bahwa kalian akan menjumpai-Nya, mempertanggungjwabkan segala sesuatu di hadapan-Nya. Kabar gembira hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang mengetahui ketentuan-ketentuan Allah dan tidak melanggarnya.