Skip to content

Al-Qur'an Surat Ad-Duha Ayat 9

Ad-Duha Ayat ke-9 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ ( الضحى : ٩)

fa-ammā
فَأَمَّا
So as for
maka adapun
l-yatīma
ٱلْيَتِيمَ
the orphan
anak yatim
falā
فَلَا
then (do) not
maka jangan
taqhar
تَقْهَرْ
oppress
kamu paksa/bersikap bengis

Transliterasi Latin:

Fa ammal-yatīma fa lā taq-har (QS. 93:9)

English Sahih:

So as for the orphan, do not oppress [him]. (QS. [93]Ad-Duhaa verse 9)

Arti / Terjemahan:

Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. (QS. Ad-Duha ayat 9)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Dengan karunia Allah yang demikian agung itu, maka berbuat baiklah terhadap anak yatim dan janganlah engkau berlaku sewenang-wenang kepadanya, seperti mengambil hartanya, menghardiknya, dan menyakiti hatinya.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Sesudah menyatakan dalam ayat-ayat terdahulu tentang bermacam-macam nikmat yang diberikan kepada Nabi Muhammad, maka pada ayat ini, Allah meminta kepada Nabi-Nya agar mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, serta tidak menghina anak-anak yatim dan memperkosa haknya.
Sebaliknya, Nabi Muhammad diminta mendidik mereka dengan adab dan sopan-santun, serta menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa mereka, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna, tidak menjadi bibit kejahatan yang merusak orang-orang yang bergaul dengannya. Nabi Muhammad bersabda:
Aku (kedudukanku) dan orang yang mengasuh anak yatim di surga (sangat dekat), seperti dua ini (dua jari, yaitu telunjuk dan jari tengah).(Riwayat at-Tirmidhi dari Sahl bin Sa'ad)

Barang siapa yang telah merasa kepahitan hidup dalam serba kekurangan maka selayaknya ia dapat merasakan kepahitan itu pada orang lain. Allah telah menghindarkan Nabi Muhammad dari kesengsaraan dan kehinaan, maka selayaknya Nabi memuliakan semua anak yatim sebagai tanda mensyukuri nikmat-nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang) dengan cara mengambil hartanya atau lain-lainnya yang menjadi milik anak yatim.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Kemudian Allah Swt. dalam ayat selanjutnya berfirman:

Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. (Adh-Dhuha: 9)

Yakni sebagaimana engkau dahulu seorang yang yatim, lalu Allah melindungimu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Yakni janganlah kamu menghina, membentak, dan merendahkannya; tetapi perlakukanlah dia dengan baik, dan kasihanilah dia. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa jadilah engkau terhadap anak yatim sebagai seorang ayah yang penyayang.

Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10)

Yaitu sebagaimana engkau dahulu dalam keadaan kebingungan, lalu Allah memberimu petunjuk, maka janganlah kamu menghardik orang yang meminta ilmu yang benar kepadamu dengan permintaan yang sesungguhnya.

Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10) Maksudnya, janganlah kamu bersikap sewenang-wenang, jangan sombong, jangan berkata kotor, dan jangan pula bersikap kasar terhadap orang-orang yang lemah dari hamba-hamba Allah.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah bila menolak orang miskin lakukanlah dengan sikap kasih sayang dan lemah lembut.

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11)

Yakni sebagaimana engkau dahulu orang yang kekurangan lagi banyak tanggungannya,'lalu Allah menjadikanmu berkecukupan, maka syukurilah nikmat Allah yang diberikan kepadamu itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam doa yang di-ma’sur dari Nabi Saw. seperti berikut:

Dan jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu dan memanjatkan pujian kepada-Mu karenanya serta menerimanya, dan sempurnakanlah nikmat itu kepada kami.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Iyas Al-Jariri, dari Abu Nadrah yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang muslim memandang bahwa termasuk mensyukuri nikmat-mkmat Allah ialah dengan menyebut-nyebutnya (mensyukurinya dengan lisan).

Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Anas, bahwa Kaum Muhajirin bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang Ansar telah memborong semua pahala." Maka Nabi Saw. menjawab:

Tidak, selama kalian mendoakan mereka kepada Allah dan memuji sikap baik mereka.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) orang lain.

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak, dari Ar-Rabi' ibnu Muslim, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.

Abu Daud mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mendapat suatu cobaan (yang baik), lalu ia menyebutnya, berarti dia telah mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkarinya.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Gaziyyah, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan kaumku, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diberi suatu pemberian, lalu ia mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka balaslah pemberian itu. Dan jika ia tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia memuji pemberinya. Maka barang siapa yang memuji pemberinya, berarti telah mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya (tidak menyebutnya), berarti dia telah mengingkarinya.

Abu Daud mengatakan bahwa dan Yahya ibnu Ayyub meriwayatkannya dari Imarah ibnu Gaziyyah, dari Syurahbil, dari Jabir; mereka tidak mau menyebut nama Syurahbil karena mereka tidak suka kepadanya. Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).

Mujahid mengatakan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat ini adalah kenabian yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya. Yakni syukurilah kenabian yang telah diberikan Tuhanmu kepadamu. Menurut riwayat yang lain, nikmat yang dimaksud adalah Al-Qur'an.

Lais telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Al-Hasan ibnu Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11) Yakni kebaikan apapun yang telah kamu kerjakan, maka ceritakanlah hal itu kepada saudara-saudaramu.

Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu berupa nikmat, kemuliaan dan kenabian, hendaklah engkau menyebut-nyebutnya dan ceritakanlah kepada orang lain dan serulah (mereka) kepadanya. Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. menceritakan karunia kenabian yang telah diterima olehnya itu kepada orang-orang yang telah beliau percayai dari kalangan keluarganya secara diam-diam. Lalu difardukanlah ibadah salat kepadanya, maka beliau mengerjakannya.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Apabila hal ini yang Allah lakukan terhadapmu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang kepada anak yatim, jangan mengusir orang yang meminta-minta dengan kekerasan, dan sebutlah nikmat Tuhanmu sebagai rasa syukur kepada Allah dan juga untuk menunjukkan nikmat-Nya.