Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Mujadalah Ayat 1

Al-Mujadalah Ayat ke-1 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

قَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۖوَاللّٰهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ ( المجادلة : ١)

qad
قَدْ
Indeed
sesungguhnya
samiʿa
سَمِعَ
Allah has heard
mendengar
l-lahu
ٱللَّهُ
Allah has heard
Allah
qawla
قَوْلَ
(the) speech
perkataan
allatī
ٱلَّتِى
(of) one who
yang (wanita)
tujādiluka
تُجَٰدِلُكَ
disputes with you
ia mengajukan gugatan kepadamu
فِى
concerning
pada/tentang
zawjihā
زَوْجِهَا
her husband
suaminya/pasangannya
watashtakī
وَتَشْتَكِىٓ
and she directs her complaint
dan ia mengadukan
ilā
إِلَى
to
kepada
l-lahi
ٱللَّهِ
Allah
Allah
wal-lahu
وَٱللَّهُ
And Allah
dan Allah
yasmaʿu
يَسْمَعُ
hears
mendengar
taḥāwurakumā
تَحَاوُرَكُمَآۚ
(the) dialogue of both of you
soal jawab kamu berdua
inna
إِنَّ
Indeed
sesungguhnya
l-laha
ٱللَّهَ
Allah
Allah
samīʿun
سَمِيعٌۢ
(is) All-Hearer
Maha Mendengar
baṣīrun
بَصِيرٌ
All-Seer
Maha Melihat

Transliterasi Latin:

Qad sami'allāhu qaulallatī tujādiluka fī zaujihā wa tasytakī ilallāhi wallāhu yasma'u taḥāwurakumā, innallāha samī'um baṣīr (QS. 58:1)

English Sahih:

Certainly has Allah heard the speech of the one who argues [i.e., pleads] with you, [O Muhammad], concerning her husband and directs her complaint to Allah. And Allah hears your dialogue; indeed, Allah is Hearing and Seeing. (QS. [58]Al-Mujadila verse 1)

Arti / Terjemahan:

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Mujadalah ayat 1)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Pada akhir Surah al-Hadìd Allah menyeru orang-orang beriman agar taat kepada Rasul-Nya, niscaya Allah akan memberikan cahaya dan mengampuni mereka. Pada ayat ini dijelaskan, sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, yang telah menzihar dirinya, yaitu menganggap dirinya sama dengan ibu kandungnya sehingga haram digauli, dan dia pun mengadukan keadaan itu kepada Allah agar Allah memberikan kepastian hukum tentang kasus zihar tersebut dan Allah mendengar percakapan di antara kamu berdua bersama perempuan yang bernama Khaulah binti Ša‘labah yang dizihar suaminya tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar semua jenis percakapan yang terbuka maupun tertutup, Maha Melihat yang tampak maupun yang tersembunyi.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menerima gugatan seorang perempuan yang diajukan kepada Rasulullah saw tentang tindakan suaminya. Ia merasa dirugikan oleh suaminya itu, karena dizihar yang berakibat hidupnya akan terkatung-katung. Allah telah mendengar pula tanya jawab yang terjadi antara istri yang menggugat dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu, Allah menurunkan hukum yang dapat menghilangkan kekhawatiran istri itu.
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya, "Anti 'alayya ka dhahri ummi (Engkau menurutku haram aku campuri, seperti aku haram mencampuri ibuku)." Zihar termasuk hukum Arab Jahiliah yang kemudian dinyatakan berlaku di kalangan umat Islam dengan turunnya ayat ini. Akan tetapi, hukumnya telah berubah sedemikian rupa sehingga telah hilang unsur-unsur yang dapat merugikan pihak istri.
Menurut hukum Arab Jahiliah, bila seorang suami menzihar istrinya maka sejak itu istrinya haram dicampurinya. Maka sejak itu pula istrinya hidup dalam keadaan terkatung-katung. Setelah zihar, perkawinannya dengan suaminya belum putus, tetapi ia tidak boleh dicampuri lagi oleh suaminya. Biasanya istri yang dizihar tidak lagi diberi nafkah oleh suaminya, dan untuk kawin dengan orang lain terhalang oleh masih adanya ikatan perkawinan dengan suaminya.
Zihar dilakukan suami kepada istri di zaman Arab Jahiliah biasanya karena suami tidak mencintai istrinya lagi atau karena marah kepada istrinya, tetapi ia bermaksud mengikat istrinya. Perbuatan yang demikian biasa di zaman Arab Jahiliah karena memandang rendah derajat perempuan. Sedangkan agama Islam menyamakan derajat perempuan dengan pria.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu) yakni seorang wanita yang melapor kepadamu, hai nabi (tentang suaminya) yang telah mengucapkan kata-kata zihar kepadanya. Suami wanita itu berkata kepadanya, "Kamu menurutku bagaikan punggung ibuku." Lalu wanita itu menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw., maka beliau menjawab bahwa dia haram atas suaminya. Hal ini sesuai dengan tradisi yang berlaku di kalangan mereka, bahwa zihar itu akibatnya adalah perpisahan untuk selama-lamanya. Wanita yang dimaksud bernama Khaulah binti Tsa'labah, sedangkan suaminya bernama Aus bin Shamit (dan mengadukan halnya kepada Allah) yakni tentang keadaannya yang tidak mempunyai orang tua dan famili yang terdekat, serta keadaan ekonominya yang serba kekurangan, di samping itu ia menanggung beban anak-anaknya yang masih kecil-kecil; apabila anak-anaknya dibawa oleh suaminya, niscaya mereka akan tersia-sia dan tak terurus lagi keadaannya tetapi apabila anak-anak itu di bawah pemeliharaannya, niscaya mereka akan kelaparan. (Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua) dialog kamu berdua. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat) artinya Maha Mengetahui.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya mencakup semua suara, sesungguhnya telah datang kepada Nabi Saw. seorang wanita yang mengajukan gugatan, lalu wanita itu berbicara kepada Nabi Saw., sedangkan aku berada di salah satu ruangan di dalam rumah, aku tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid-nya secara ta'liq, dia mengatakan bahwa Al-A'masy telah meriwayatkan dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, lalu disebutkan hal yang sama. Imam Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Abu Hatim, dan Ibnu Jarir telah mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.

Menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dari Al-A'masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, disebutkan bahwa ia pernah berkata, "Mahasuci Tuhan Yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu, sesungguhnya aku benar-benar mendengar suara pembicaraan Khaulah binti Sa'labah, tetapi sebagiannya tidak dapat kudengar, yaitu saat dia mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah Saw. Dia mengatakan, 'Wahai Rasulullah, suamiku telah makan hartaku dan mengisap masa mudaku, serta kubentangkan perutku untuknya, hingga manakala usiaku telah menua dan aku tidak dapat beranak lagi, tiba-tiba dia melakukan zihar terhadapku. Ya Allah, aku mengadu kepada Engkau masalah yang menimpaku ini'." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum Khaulah bangkit pulang, Jibril turun dengan membawa ayat ini, yaitu: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1)

Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa suami Khaulah adalah Aus ibnus Samit.

Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Abul Aswad, dari Urwah ibnus Samit, bahwa Aus adalah seorang lelaki yang emosional. Tersebutlah bahwa apabila emosinya memuncak, maka ia men-zihar istrinya. Jika emosinya telah reda, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun (terhadap istrinya). Maka istrinya datang menghadap Rasulullah Saw., meminta fatwa tentang masalahnya itu dan mengadu kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat.

Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya bahwa pernah ada seorang lelaki yang pemarah, lalu disebutkan seperti hadis di atas.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail alias Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazm yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Yazid menceritakan hadis berikut, bahwa pernah ada seorang wanita bersua dengan Umar, wanita itu dikenal dengan nama Khaulah binti Sa'labah, sedangkan Umar saat itu sedang berjalan dengan orang-orang banyak. Lalu wanita itu meminta agar Umar berhenti. Maka Umar berhenti dan mendekatinya, kemudian mendengar apa yang dikatakannya dengan mendekatkan kepalanya dan meletakkan kedua tangannya ke pundak wanita itu, hingga wanita itu selesai dari keperluannya, lalu pergi. Maka ada seorang lelaki berkata kepada Umar, "Wahai Amirul Mu’minin, teganya engkau menahan banyak lelaki dari Quraisy demi nenek-nenek ini." Umar menjawab, "Celakalah kamu, tahukah kamu siapakah wanita ini?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Umar berkata, "Wanita inilah yang pengaduannya didengar oleh Allah dari atas langit yang ketujuh, wanita ini adalah Khaulah binti Sa'labah. Demi Allah, seandainya dia tidak pergi dariku sampai malam hari, aku tidak akan pergi meninggalkannya hingga ia selesai dari keperluannya; terkecuali bila datang waktu salat, maka aku kerjakan salatku lebih dahulu kemudian kembali lagi kepadanya, hingga ia menyelesaikan keperluannya dariku."

Sanad hadis ini munqati' antara Abu Yazid dan Umar ibnul Khattab.

Telah diriwayatkan pula hadis ini melalui jalur lain.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Amir yang mengatakan bahwa wanita yang memajukan gugatan tentang suaminya adalah Khaulah bintis Samit, ibunya bernama Mu'azah yang berkenaan dengannya Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri mengingini kesucian. (An-Nur: 33)

Yang benar adalah Khaulah binti Sa'labah, istri Aus ibnus Samit.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

[[58 ~ AL-MUJADILAH (WANITA YANG MENGGUGAT) Pendahuluan: Madaniyyah, 22 ayat ~ Surat ini diawali dengan pembicaraan tentang wanita yang dijatuhi sumpah zihar oleh suaminya berikut keterangan mengenai hukumnya. Pada ayat-ayat berikutnya, Allah kemudian menyalahkan orang-orang yang memusuhi agama-Nya lalu memperingatkan mereka untuk tidak mengadakan pembicaraan rahasia dalam masalah dosa dan permusuhan. Setelah itu Allah mengajarkan suatu etika--berkenaan dengan pembicaraan rahasia--kepada orang-orang Mukmin, baik di antara sesama mereka ataupun antara mereka dengan Rasulullah saw. Setelah itu dalam surat ini Allah juga menyalahkan orang-orang munafik yang menjadikan orang-orang kafir sebagai teman. Mereka itu, menurut Allah, adalah anggota kelompok setan (hizb al-syaithân) yang pasti kalah. Surat ini ditutup dengan gambaran menyeluruh mengenai sifat-sifat yang harus dimiliki oleh orang Mukmin seperti, di antaranya, lebih mengutamakan restu Allah dan rasul-Nya daripada restu orang lain meskipun mereka adalah bapak, anak, saudara, atau kerabat dekat mereka. Allah menggambarkan bahwa mereka adalah anggota golongan Allah (hizb Allâh) yang pasti menang.]] Allah benar-benar telah mendengar wanita yang mendebatmu tentang hal ihwal suaminya yang menjatuhkan sumpah zihar kepadanya dan mengeluhkannya kepada Allah. Allah mendengar perkataan yang kalian berdua perdebatkan. Pendengaran-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu yang mungkin didengar dan penglihatan-Nya meliputi segala sesuatu yang mungkin terlihat. (1) (1) Latar belakang turunnya ayat ini adalah sebuah kasus yang mengisahkan bahwa Aws ibn al-Shâmit suatu ketika memarahi istrinya, Khawlah bint Tsa'labah. Kepada sang istri, Aws berkata, "Bagiku, punggungmu seperti punggung ibuku." Pada zaman jahiliah, ungkapan seperti itu mengandung makna majas (metaforis) yang berarti bahwa istri tidak lagi halal untuk digauli. Khawlah mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. yang kemudian menanggapinya dengan bersabda, "Aku tidak mendapat perintah apa-apa mengenai persoalanmu itu. Menurutku kamu telah haram untuk digauli suamimu." Khawlah pun mendebat Rasulullah dan mengadukan perkaranya kepada Allah karena didorong oleh rasa takut berpisah dengan suami dan takut kehilangan anak. Kemudian turunlah ayat ini bersama tiga ayat berikutnya.