Al-Qur'an Surat Al-Waqi'ah Ayat 73
Al-Waqi'ah Ayat ke-73 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia
نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ ( الواقعة : ٧٣)
- naḥnu
- نَحْنُ
- We
- Kami
- jaʿalnāhā
- جَعَلْنَٰهَا
- have made it
- Kami menjadikannya
- tadhkiratan
- تَذْكِرَةً
- a reminder
- peringatan/pengajaran
- wamatāʿan
- وَمَتَٰعًا
- and a provision
- dan kesenangan/bahan yang berguna
- lil'muq'wīna
- لِّلْمُقْوِينَ
- for the wayfarers in the desert
- bagi orang-orang yang musafir
Transliterasi Latin:
Naḥnu ja'alnāhā tażkirataw wa matā'al lil-muqwīn(QS. 56:73)
English Sahih:
We have made it a reminder and provision for the travelers, (QS. [56]Al-Waqi'ah verse 73)
Arti / Terjemahan:
Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (QS. Al-Waqi'ah ayat 73)
Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI
71-74. Bila kamu sudah memahami siapa yang menurunkan air, maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan dari kayu bakar? Kamukah yang menumbuhkan pohon penghasil kayu bakar itu ataukah Kami yang menumbuhkannya? Ketahuilah, Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan bakar yang berguna bagi musafir di padang pasir. Dengan anugerah ini, maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahabesar.”71-74. Bila kamu sudah memahami siapa yang menurunkan air, maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan dari kayu bakar? Kamukah yang menumbuhkan pohon penghasil kayu bakar itu ataukah Kami yang menumbuhkannya? Ketahuilah, Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan bakar yang berguna bagi musafir di padang pasir. Dengan anugerah ini, maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahabesar.”
Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan tentang nikmat yang hampir dilupakan manusia. Ungkapan tersebut berbentuk pertanyaan untuk dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, apakah manusia mengetahui pentingnya fungsi api? Cara membuat api yang dilakukan pada zaman purba adalah dengan cara menggosokgosokkan dua batang kayu, hingga menyala, atau dengan cara menggoreskan baja di atas batu, sehingga memercikkan api dan ditampung percikan tersebut pada kawul (semacam kapuk berwarna kehitam-hitaman yang melekat pada pelepah aren) tersebut, yang kemudian dapat dipergunakan untuk menyalakan api di dapur guna memasak berbagai masakan yang akan dihidangkan untuk dinikmati oleh manusia, atau api yang dinyalakan menurut cara sekarang dengan menggoreskan batang geretan pada korek api, maka nyalalah ia. Atau dengan korek yang mempergunakan roda baja kecil sebagai alat pemutar untuk diputarkan pada batu api kemudian percikannya ditampung pada sumbu yang dibasahi dengan bensin, sehingga sumbu nyala. Atau seperti cara yang sekarang ini melalui kompor minyak tanah atau dengan gas. Membuat api dengan cara zaman dahulu maupun menurut cara zaman sekarang, yang menjadi pertanyaan ialah siapakah yang menyediakan kayunya atau batu apinya, bajanya, dan kawulnya atau minyak tanah dan gas? Juga siapakah yang menyediakan bahan bensin dan sebagainya? Bukankah bahan-bahan yang menjadi sebab api menyala baik berupa kayu bakar maupun minyak tanah, hanyalah Allah saja yang menjadikan-Nya? Meskipun tersedia beras, sayur-mayur dan lauk-pauknya, bila tidak ada api, tidak dapat kita memakannya karena masih mentah. Alangkah tidak enaknya, kalau makanan tersebut mentah seperti, daging mentah, dan nasinya masih berupa beras. Bagaimanakah selera bisa timbul, kalau segala-galanya serba mentah? Dengan gambaran tersebut, jelaslah bagaimana pentingnya api bagi keperluan manusia. Karena api itu didapat dengan mudah setiap hari, maka hampir-hampir tidak terpikirkan oleh manusia betapa api itu memberi kenikmatan. Hampir-hampir jarang orang bersyukur dan berterima kasih atas adanya api. Karena pentingnya api itu, Allah menegaskan bahwa api dijadikan untuk peringatan bagi manusia dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir, maka wajarlah manusia bertasbih dengan menyebut nama Tuhan Yang Mahabesar.
Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
(Kami menjadikan api itu untuk peringatan) yakni mengingatkan tentang neraka Jahanam (dan sebagai bekal) dalam perjalanan (bagi orang-orang yang mengadakan perjalanan) diambil dari lafal Aqwal Qaumu, yakni kaum itu kini berada di padang pasir yang tandus, tiada tumbuh-tumbuhan dan air padanya.
Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Firman Allah Swt.:
Kami menjadikan api itu untuk peringatan. (Al-Waqi'ah: 73)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah untuk mengingatkan manusia akan api yang maha besar, yaitu api neraka.
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Hai kaumku, api kalian ini yang kalian nyalakan merupakan satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sebagian kecil darinya saja sudah mencukupi." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya (pada mulanya) api itu dicelup sebanyak dua kali di laut agar dapat dimanfaatkan oleh manusia dan manusia dapat mendekat kepadanya.
Hadis yang di-mursal-kan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya api kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari api neraka Jahanam, lalu dicelup ke dalam laut sebanyak dua kali. Seandainya tidak dicelup terlebih dahulu, niscaya Allah tidak menjadikan manfaat pada api itu bagi seorang pun.
Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Api yang digunakan oleh anak Adam merupakan sepertujuh puluh bagian dari api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu sudah mencukupi?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya api neraka Jahanam itu mempunyai kelebihan atas api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik, dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abuz Zanad.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang sama, dan menurut lafaz yang lain disebutkan seperti berikut: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya api neraka Jahanam itu melebihi api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya, yang masing-masing bagian panasnya sama.
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Isa Al-Qazzaz, dari Malik, dari pamannya (yaitu Abu Sahl), dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tahukah kamu, seperti apakah perumpamaan neraka Jahanam itu dibandingkan dengan api kalian ini? Sesungguhnya api neraka itu jauh lebih hitam (panas) daripada api kalian sebanyak tujuh puluh kali lipatnya.
Ad-Diya Al-Maqdisi mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Mus'ab, dari Malik tanpa me-rafa'-kannya. Riwayat ini menurut hemat saya dengan syarat sahih.
Firman Allah Swt.:
dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73)
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan An-Nadr ibnu Arabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muqwin ialah Musafirin, pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian ini ucapan mereka (orang Arab), uAqwatud dara," artinya aku tinggalkan rumah, yakni bila dia bepergian dan meninggalkan keluarganya.
Menurut ulama lainnya, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang berada di tengah hutan dan jauh dari keramaian.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kata al-muqwi dalam ayat ini artinya orang yang lapar.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73) Yakni bagi orang yang ada di tempat dan orang yang musafir untuk memasak makanan yang diperlukan memakai api memasaknya. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sufyan, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Mujahid.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-Muqwin," yakni bagi siapa saja yang memanfaatkannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah. dan tafsir ini bersifat lebih umum daripada tafsir lainnya. Karena sesungguhnya baik orang yang ada di tempat maupun orang yang sedang musafir, baik yang kaya maupun yang miskin, semuanya memerlukan api untuk keperluan memasak, berdiang, dan penerangan serta keperluan lainnya yang cukup banyak. Kemudian termasuk belas kasihan Allah Swt. kepada makhluk-Nya yaitu Dia telah menyimpan api dalam batu-batu pemantik dan besi murni hingga seorang yang musafir dapat membawanya di dalam barang bawaannya dan dapat dikantongi pada kantong bajunya. Apabila suatu waktu dia memerlukannya di dalam rumahnya, maka ia tinggal mengeluarkan alat tersebut (pemantik api), lalu menyalakannya dan menggunakannya untuk keperluan masak, berdiang, dan memanggang daging serta menjadikannya sebagai penerangan dan dapat pula digunakan untuk keperluan lainnya. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini secara khusus, yaitu orang-orang yang musafir, sekalipun maknanya bersifat umum mencakup semua orang, baik yang berada di tempat maupun yang berada dalam perjalanannya, mengingat orang musafir lebih memerlukannya.
Pengertian ini telah ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abu Khaddasy alias Hibban ibnu Zaid Asy-Syar ubi Asy-Syami, dari seorang Muhajirin berasal dari kabilah Qarn, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Orang-orang muslim itu bersekutu dalam tiga perkara, yaitu api, penggembalaan, dan air.
Ibnu Majah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Ada tiga perkara yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, penggembalaan, dan api.
Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Abbas secara marfu' dengan lafaz yang semisal, tetapi ada tambahannya, yaitu 'dan harganya'. Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat Abdullah ibnu Khaddasy ibnu Hausyab. Dia orangnya daif hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab
Api itu Kami ciptakan supaya mengingatkan orang yang melihatnya kepada neraka jahanam, di samping agar dimanfaatkan oleh orang yang singgah di padang pasir untuk memasak dan berdiang.