Skip to content

Al-Qur'an Surat Fussilat Ayat 49

Fussilat Ayat ke-49 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

لَا يَسْـَٔمُ الْاِنْسَانُ مِنْ دُعَاۤءِ الْخَيْرِۖ وَاِنْ مَّسَّهُ الشَّرُّ فَيَـُٔوْسٌ قَنُوْطٌ ( فصّلت : ٤٩)

لَّا
(Does) not
tidak
yasamu
يَسْـَٔمُ
get tired
jemu-jemu
l-insānu
ٱلْإِنسَٰنُ
man
manusia
min
مِن
of
dari
duʿāi
دُعَآءِ
praying
memohon
l-khayri
ٱلْخَيْرِ
(for) the good
kebaikan
wa-in
وَإِن
but if
dan jika
massahu
مَّسَّهُ
touches him
menimpa dia
l-sharu
ٱلشَّرُّ
the evil
kejelekan
fayaūsun
فَيَـُٔوسٌ
then he gives up hope
maka dia jemu
qanūṭun
قَنُوطٌ
(and) despairs
putus asa

Transliterasi Latin:

Lā yas`amul-insānu min du'ā`il-khairi wa im massahusy-syarru fa ya`ụsung qanụṭ (QS. 41:49)

English Sahih:

Man is not weary of supplication for good [things], but if evil touches him, he is hopeless and despairing. (QS. [41]Fussilat verse 49)

Arti / Terjemahan:

Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (QS. Fussilat ayat 49)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat-ayat yang lalu menggambarkan azab di akhirat yang diperoleh manusia yang menyekutukan Allah. Ayat-ayat berikut ini menggambarkan sifat-sifat buruk manusia ketika di dunia ini. Allah menyatakan bahwa manusia pada umumnya tidak jemu memohon kebaikan untuk mendapat kesenangan bagi kehidupan mereka di dunia ini, dan jika sesudah itu disentuh dan ditimpa malapetaka, walau sedikit, yang mengganggu kesenangan mereka, mereka berputus asa terhadap nikmat Allah dan hilang harapannya untuk dikabulkan doanya.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat ini menerangkan keinginan-keinginan manusia untuk mencapai hal-hal yang menyangkut kepentingan dirinya. Sebagian besar manusia adalah orang-orang yang tamak, suka mencari harta dan mencari kesenangan untuk dirinya sendiri.
Mereka menginginkan harta dan kekuasaan, karena menurut mereka dengan harta dan kekuasaan itu semua cita-cita dan keinginannya akan tercapai. Mereka ingin keturunan, karena dengan keturunan itu mereka dapat mewariskan semua harta yang mereka peroleh dan akan selalu ada orang yang mengenang jasa dan keberhasilan mereka selama hidup di dunia. Mereka ingin memperoleh harta benda dunia sebanyak-banyaknya, karena itu mereka berlomba-lomba mencapainya, seakan-akan hidup dan kehidupan mereka dihabiskan untuk itu.
Dalam ayat ini, yang selalu diinginkan dan dicari manusia itu disebut "khair" (kebaikan). Disebut "khair" karena yang diinginkan manusia itu adalah kebaikan yang merupakan rahmat dan karunia Allah. Rahmat dan karunia Allah itu mereka jadikan tujuan yang harus dicapai dalam hidup dan kehidupan mereka di dunia ini, bukan sebagai alat atau jalan yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai sesuatu yang lebih mulia dan lebih tinggi nilainya, sehingga rahmat dan karunia Allah yang semula adalah baik, mereka jadikan sumber bencana dan malapetaka karena hawa nafsu mereka yang dapat menimpa diri mereka sendiri atau orang lain.
Yang dimaksud dengan "mencari kebaikan" dalam ayat ini ialah menginginkan, berusaha, mencari, menuntut dan menjadikan kebaikan itu sebagai alat dan jalan mencapai tujuan hidup di dunia dan akhirat, bukan untuk mencari kebaikan agar kebaikan itu dapat dijadikan alat dan jalan mencapai tujuan yang diinginkan hawa nafsu. Mencari kebaikan untuk memenuhi keinginan hawa nafsu dapat menimbulkan malapetaka bagi yang mencarinya. Tetapi, jika mencari kebaikan itu tujuannya agar kebaikan itu dapat dijadikan alat dan jalan untuk mencari keridaan Allah, maka mencari kebaikan yang demikian dianjurkan oleh agama Islam.
Misalnya, seseorang berusaha mencari harta yang halal agar dengan harta itu ia dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah, seperti memberi nafkah keluarganya, berinfak di jalan Allah, menolong fakir miskin, dan sebagainya. Demikian pula, orang yang ingin mencari pangkat dan kekuasaan, ia boleh mencarinya dengan maksud menegakkan keadilan, menegakkan hukum-hukum Allah, dan menolong orang-orang yang sengsara. Usaha yang demikian adalah usaha yang terpuji dan diridai Allah.
Jadi, mencari kebaikan itu pada hakikatnya baik jika kebaikan yang diperoleh itu dijadikan alat dan jalan untuk mencari keridaan Allah. Tetapi, mencari kebaikan itu akan merusak dirinya jika kebaikan itu digunakan untuk memenuhi hawa nafsusnya.
Sifat manusia yang lain ialah jika kebaikan yang dicarinya itu tidak diperolehnya atau mereka ditimpa suatu musibah, maka mereka menjadi putus asa, seakan-akan tidak ada harapan lagi bagi mereka, tidak ada lagi bumi tempat berpijak dan tidak ada lagi langit tempat berteduh, semua yang mereka inginkan itu seakan-akan sirna. Dalam keadaan yang demikian, mereka menjadi berputus asa dari rahmat Allah dan berprasangka buruk terhadap Allah seakan-akan Allah tidak mempunyai sifat kasih sayang dan bukan Maha Pemberi rahmat kepada hamba-hamba-Nya.
Sifat-sifat yang diterangkan oleh ayat ini adalah sifat-sifat orang yang tidak beriman dan tidak memurnikan ketaatan dan kepatuhannya kepada Allah. Mereka masih percaya kepada adanya kekuatan-kekuatan lain yang dapat menolong mereka selain dari kekuatan Allah. Seakan-akan mereka tidak percaya akan adanya rahmat dan karunia-Nya dan tidak percaya adanya kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat nanti.
Ada pun orang-orang yang beriman kepada Allah, adalah orang-orang yang tunduk dan patuh kepada-Nya, merasakan keagungan dan kebesaran-Nya dan merasa dirinya bergantung kepada rahmat dan karunia-Nya. Mereka percaya akan adanya kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan di akhirat, dan mereka percaya bahwa kehidupan dunia hanya bersifat sementara. Karenanya mereka berusaha dan bekerja semata-mata untuk mencari keridaan-Nya. Mereka juga percaya bahwa Allah selain menguji hamba-hamba-Nya yang beriman dan ujian itu selalu diberikan dalam bermacam-macam bentuk, ada yang berupa kesengsaraan dan penderitaan, dan ada pula yang berbentuk kesenangan dan kekayaan. Apa pun wujud ujian dan cobaan itu, dihadapinya dengan sabar dan tawakal. Jika mereka memperoleh kebaikan dan harta, ia bergembira dan bersyukur kepada-Nya dan jika ditimpa musibah, mereka tetap sabar dan tabah, bahkan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Mereka tetap mengharapkan rahmat dan karunia Allah karena benar-benar yakin akan sifat kasih sayang Allah yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada setiap hamba yang beriman kepada-Nya. Allah swt berfirman:

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir." (Yusuf/12: 87)

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Manusia tidak jemu memohon kebaikan) artinya, masih tetap terus meminta kepada Rabbnya akan harta, kesehatan dan lain-lainnya (dan jika ia ditimpa malapetaka) berupa kemiskinan dan kesengsaraan (dia menjadi putus asa lagi putus harapan) dari rahmat Allah. Ayat ini merupakan gambaran bagi keadaan orang-orang kafir, demikian pula gambaran dalam ayat selanjutnya.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Allah Swt. menceritakan bahwa manusia itu tidak bosan-bosannya berdoa kepada Tuhannya memohon kebaikan, seperti harta benda, kesehatan tubuh, dan lain sebagainya. Dan jika dirinya tertimpa keburukan, yakni malapetaka atau kemiskinan.

dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (Fushshilat: 49)

Yakni dalam hatinya timbul perasaan bahwa tiada harapan lagi baginya untuk memperoleh kebaikan sesudah malapetaka dan musibah yang menimpanya itu.

Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah hakku.” (Fushshilat: 50)

Artinya apabila ia mendapat kebaikan dan rezeki sesudah sengsara, niscaya dia mengatakan bahwa kebaikan ini memang berhak kuterima menurut Tuhanku.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Manusia tidak bosan-bosan memohon doa kepada Allah demi kebaikan dunia. Apabila ditimpa kejelekan, ia merasa tidak ada lagi harapan untuk diterima doanya.