Skip to content

Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 33

An-Nisa' Ayat ke-33 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ ۗ وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدًا ࣖ ( النساۤء : ٣٣)

walikullin
وَلِكُلٍّ
And for all
dan bagi tiap-tiap
jaʿalnā
جَعَلْنَا
We (have) made
Kami jadikan
mawāliya
مَوَٰلِىَ
heirs
pewaris-pewaris
mimmā
مِمَّا
of what
dari apa (harta)
taraka
تَرَكَ
(is) left
meninggalkan/(peninggalan)
l-wālidāni
ٱلْوَٰلِدَانِ
(by) the parents
kedua orang tua
wal-aqrabūna
وَٱلْأَقْرَبُونَۚ
and the relatives
dan kerabat
wa-alladhīna
وَٱلَّذِينَ
And those whom
dan orang-orang yang
ʿaqadat
عَقَدَتْ
pledged
telah mengikat
aymānukum
أَيْمَٰنُكُمْ
your right hands -
sumpahmu
faātūhum
فَـَٔاتُوهُمْ
then give them
maka berilah mereka
naṣībahum
نَصِيبَهُمْۚ
their share
bagian mereka
inna
إِنَّ
Indeed
sesungguhnya
l-laha
ٱللَّهَ
Allah
Allah
kāna
كَانَ
is
adalah Dia
ʿalā
عَلَىٰ
over
atas
kulli
كُلِّ
every
segala
shayin
شَىْءٍ
thing
sesuatu
shahīdan
شَهِيدًا
a Witness
menjadi saksi (menyaksikan)

Transliterasi Latin:

Wa likullin ja'alnā mawāliya mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabụn, wallażīna 'aqadat aimānukum fa ātụhum naṣībahum, innallāha kāna 'alā kulli syai`in syahīdā (QS. 4:33)

English Sahih:

And for all, We have made heirs to what is left by parents and relatives. And to those whom your oaths have bound [to you] – give them their share. Indeed Allah is ever, over all things, a Witness. (QS. [4]An-Nisa verse 33)

Arti / Terjemahan:

Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (QS. An-Nisa' ayat 33)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Usai melarang manusia berangan-angan yang akan mendorongnya iri dan dengki atas kelebihan orang lain, termasuk dalam hal warisan, ayat ini lalu mengingatkan bahwa harta warisan itu sudah ditentukan pembagiannya oleh Allah. Dan ketahuilah bahwa untuk setiap harta peninggalan, dari apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan juga yang ditinggalkan oleh karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya, dan juga bagi orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka sebagai suami istri, maka berikanlah kepada mereka bagiannya sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Secara umum ayat ini menerangkan bahwa semua ahli waris baik ibu bapak dan karib kerabat maupun orang-orang yang terikat dengan sumpah setia, harus mendapat bagian dari harta peninggalan menurut bagiannya masing-masing.
Ada beberapa hal yang harus disebutkan di sini, antara lain:
1.Kata mawalia yang diterjemahkan dengan "ahli waris" adalah bentuk jamak dari maula yang mengandung banyak arti, antara lain:
a.Tuan yang memerdekakan hamba sahaya (budak).
b.Hamba sahaya yang dimerdekakan.
c.Ahli waris asabah atau bukan.
2. Ashabah ialah ahli waris yang berhak menerima sisa dari harta warisan, setelah dibagikan kepada ahli waris lainnya yang mempunyai bagian tertentu atau berhak menerima semua harta warisan apabila tidak ada ahli waris yang lain.
Yang paling tepat maksud dari kata mawalia dalam ayat ini adalah "ahli waris asabah" sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
"Berikanlah harta warisan itu kepada masing-masing yang berhak. Adapun sisanya berikanlah kepada laki-laki karib kerabat yang terdekat." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas).Dan sabda Rasulullah :
"Janda Sa'ad bin Rabi' datang kepada Rasulullah saw bersama dua orang anak perempuan dari Sa'ad, lalu ia berkata, "Ya Rasulullah! Ini dua orang anak perempuan dari Sa'ad bin Rabi' yang mati syahid sewaktu perang Uhud bersama-sama dengan engkau. Dan sesungguhnya paman dua anak ini telah mengambil semua harta peninggalan ayah mereka, sehingga tidak ada yang tersisa. Kedua anak ini tidak akan dapat kawin, kecuali jika mempunyai harta." Rasulullah menjawab, "Allah akan memberikan penjelasan hukumnya pada persoalan ini." Kemudian turunlah ayat mawaris (tentang warisan), lalu Rasulullah memanggil paman anak perempuan Sa'ad dan berkata, "Berikanlah 2/3 kepada kedua anak perempuan Sa'ad, seperdelapan untuk ibu mereka, dan apa yang masih tinggal itulah untukmu." (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam ayat ini hendaklah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Barang siapa yang tidak melaksanakannya atau menyimpang dari hukum-hukum tersebut, maka ia telah melanggar ketentuan Allah dan akan mendapat balasan atas pelanggaran itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba-Nya. Menurut pendapat yang terkuat, bahwa sumpah setia yang pernah terjadi pada masa Nabi (permulaan Islam) yang mengakibatkan hubungan waris mewarisi antara mereka yang mengadakan sumpah setia, kemudian hal itu dinasakh hukumnya.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Dan bagi masing-masing) laki-laki dan wanita (Kami jadikan ahli waris) atau ashabah yang memperoleh (apa yang ditinggalkan oleh ibu bapak dan karib kerabat) bagi mereka berupa harta (dan mengenai orang-orang yang kamu telah berjanji dan bersumpah setia dengan mereka) `aqadat ada yang pakai alif sehingga menjadi `aaqadat; sedangkan aimaan jamak daripada yamiin berarti sumpah atau tangan sehingga kalimat itu berarti sumpah sekutu-sekutu kamu yang telah terikat dalam perjanjian denganmu di masa jahiliah buat tolong-menolong dan waris-mewarisi (maka berilah mereka) sekarang (bagian mereka) dari harta warisan yaitu seperenam (sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu) artinya mengetahui apa pun juga, termasuk hal-ihwalmu. Dan hukum ini telah dihapus dengan firman-Nya, "Dan orang-orang yang mempunyai pertalian darah, sebagian mereka lebih utama dari sebagian lainnya."

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Qatadah, Zaid ibnu Aslam, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Muqatil ibnu Hayyan serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:

Bagi tiap-tiap harta peninggalan, Kami jadikan pewaris-pewaris.
Yang dimaksud dengan mawali dalam ayat ini ialah warasah (para ahli waris).

Menurut riwayat lain yang dari Ibnu Abbas, mawali artinya para 'asabah (ahli waris laki-laki).

Ibnu Jarir mengatakan, orang-orang Arab menamakan anak paman (saudara sepupu) dengan sebutan maula. Seperti yang dikatakan oleh Al-Fadl ibnu Abbas dalam salah satu bait syairnya, yaitu:

Tunggulah, hai anak-anak paman kami, mawali kami, jangan sekali-kali tampak di antara kita hal-hal yang sejak lalu terpendam!

Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud oleh firman-Nya:

...dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat.
Yakni berupa harta peninggalan kedua orang tua dan kaum kerabat.

Takwil ayat: Bagi masing-masing dari kalian, hai manusia, telah kami jadikan para 'asabah yang akan mewarisinya, yaitu dari harta pusaka yang ditinggalkan oleh orang tua dan kaum kerabatnya sebagai warisannya.

Firman Allah Swt.:

Dan (jika ada) orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya.

Yaitu terhadap orang-orang yang kalian telah bersumpah setia atas nama iman yang dikukuhkan antara kalian dan mereka, berikanlah kepada mereka bagiannya dari harta warisan itu, seperti halnya terhadap hal-hal yang telah kalian janjikan dalam sumpah-sumpah yang berat. Sesungguhnya Allah menyaksikan perjanjian dan transaksi yang terjadi di antara kalian.

Ketentuan hukum ini berlaku di masa permulaan Islam, kemudian hukum ini dimansukh sesudahnya. Tetapi mereka tetap diperintahkan agar memenuhi janji terhadap orang-orang yang mengadakan perjanjian dengan mereka, dan mereka tidak boleh melupakan keberadaan transaksi yang telah mereka lakukan setelah ayat ini diturunkan.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Umamah, dari Idris, dari Talhah ibnu Musarrif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:

Bagi tiap-tiap harta peninggalan Kami jadikan pewaris-pewaris.
Yang dimaksud dengan mawali dalam ayat ini ialah pewaris-pewaris.

Dan (jika ada) orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka.
Dahulu ketika kaum Muhajirin tiba di Madinah, seorang Muhajir mewarisi harta seorang Ansar, bukan kaum kerabat orang Ansar itu sendiri, karena persaudaraan yang telah digalakkan oleh Nabi Saw. di antara mereka. Tetapi ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.:

Bagi tiap-tiap harta peninggalan, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Maka hukum tersebut dimansukh. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:

Dan (jika ada) orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya.
Yaitu berupa pertolongan, bantuan, dan nasihat, sedangkan hak waris sudah ditiadakan dan yang ada baginya adalah bagian dari wasiat.

Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa Abu Usamah mendengar dari Idris, dan Idris mendengar dari Talhah.

Pendapat yang benar adalah yang dikatakan oleh jumhur ulama, Imam Malik, dan Imam Syafii serta Imam Ahmad menurut riwayat yang terkenal darinya. Mengingat firman Allah Swt. menyebutkan:

Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan oleh ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya.

Yaitu para pewaris dari kalangan kaum kerabatnya yang dari seibu sebapak, juga kaum kerabat lainnya, merekalah yang akan mewarisi hartanya, bukan orang lain.

Seperti yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada pemiliknya masing-masing, dan apa yang masih tersisa, maka berikanlah kepada kerabat lelaki yang paling dekat.

Dengan kata lain, bagikanlah harta warisan kepada ahli waris yang mempunyai bagian-bagian tertentu yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam dua ayat faraid, dan sisa yang masih ada sesudah pembagian tersebut, berikanlah kepada asabah.

Firman Allah Swt.:

Dan (jika ada) orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka. (An Nisaa:33)

Yakni sebelum turunnya ayat ini.

maka berilah kepada mereka bagiannya.

Yaitu dari harta warisan yang ada. Maka hilf apa pun yang dilakukan sesudah itu, hilf tidak berarti lagi. Menurut suatu pendapat, sesungguhnya ayat ini memansukh hilf di masa mendatang, juga hukum hilf di masa yang lalu, maka tidak ada saling mewaris lagi di antara orang-orang yang terlibat di dalam hilf (sumpah setia).

Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Idris Al-Audi, telah menceritakan kepadaku Talhah ibnu Musarrif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maka berilah kepada mereka bagiannya. (An Nisaa:33) Yaitu berupa pertolongan, bantuan, dan nasihat, diberikan wasiat kepadanya, tetapi tidak ada hak waris lagi baginya.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:

Dan (jika ada) orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka.Di masa lalu seorang lelaki mengadakan transaksi dengan lelaki lain yang isinya menyatakan bahwa siapa saja di antara keduanya meninggal dunia, maka ia dapat mewarisinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewaris) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kalian mau berbuat baik kepada saudara-saudara (seagama) kalian. (Al Ahzab:6)

Allah Swt. bermaksud kecuali jika kalian menetapkan suatu wasiat buat mereka, maka hal tersebut diperbolehkan diambil dari sepertiga harta peninggalan. Hal inilah yang kita maklumi. Hal yang sama di-naskan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa hukum ini dimansukh oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kalian mau berbuat baik kepada saudara-saudara (seagama) kalian. (Al Ahzab:6)

Menurut Sa'id ibnu Jubair, makna yang dimaksud ialah berikanlah kepada mereka bagian warisannya. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa sahabat Abu bakar mengadakan transaksi dengan seorang maula (bekas budaknya), maka Abu Bakar dapat mewarisinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Az-Zuhri meriwayatkan dari Ibnul Musayyab, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengadopsi anak angkat, lalu anak-anak angkat mereka mewarisi hartanya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya sehubungan dengan mereka, maka Dia menjadikan bagi mereka bagian dari wasiat, sedangkan warisan diberikan kepada orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan si mayat dari kalangan kaum kerabatnya dan para asabah-nya. Allah menolak adanya hak waris bagi anak angkat, dan hanya memberikan bagian bagi mereka melalui wasiat si mayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir mengatakan makna yang dimaksud oleh firman-Nya

...maka berilah kepada mereka bagiannya.
Berupa pertolongan, bantuan, dan nasihat, bukan memberi mereka bagian warisan dari harta si mayat, tanpa mengatakan bahwa ayat ini dimansukh. Hal tersebut bukan pula merupakan suatu hukum di masa lalu yang kemudian dimansukh, melainkan ayat ini hanya menunjukkan kepada pengertian wajib menunaikan hilf yang telah disepakati, yaitu saling membantu dan saling menolong (bukan saling mewaris). Kesimpulan ayat ini bersifat muhkam dan tidak dimansukh.
Akan tetapi, pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini masih perlu dipertimbangkan. Karena sesungguhnya di antara hilf itu ada yang isinya hanya menyatakan kesetiaan untuk saling membantu dan saling menolong, tetapi ada pula yang isinya menyatakan saling mewarisi, seperti yang diriwayatkan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. Juga seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, bahwa dahulu seorang Muhajir dapat mewarisi seorang Ansar, bukan kaum kerabat atau famili si orang Ansar, lalu hukum ini dimansukh. Mana mungkin dikatakan bahwa ayat ini muhkam dan tidak dimansukh?

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Bagi setiap laki-laki dan perempuan, Kami jadikan pewaris yang berhak menerima harta peninggalan dan menjadi penerus mereka. Mereka adalah kedua orangtua, kerabat, dan orang-orang yang telah dijanjikan oleh si mayit akan diberi warisan dari selain jalur kerabat, sebagai imbalan atas pertolongan yang harus mereka berikan bila diminta. Berilah hak mereka dan jangan menguranginya. Sesungguhnya Allah mengawasi segala sesuatu dan selalu hadir menyaksikan segala yang kalian perbuat.