Skip to content

Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 176

An-Nisa' Ayat ke-176 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ ( النساۤء : ١٧٦)

yastaftūnaka
يَسْتَفْتُونَكَ
They seek your ruling
mereka akan meminta fatwa kepadamu
quli
قُلِ
Say
katakanlah
l-lahu
ٱللَّهُ
"Allah
Allah
yuf'tīkum
يُفْتِيكُمْ
gives you a ruling
memberi fatwa kepadamu
فِى
concerning
dalam/tentang
l-kalālati
ٱلْكَلَٰلَةِۚ
the Kalala
kalalah
ini
إِنِ
if
jika
im'ru-on
ٱمْرُؤٌا۟
a man
seseorang
halaka
هَلَكَ
died
binasa/meninggal
laysa
لَيْسَ
(and) not
tidak ada
lahu
لَهُۥ
he has
baginya
waladun
وَلَدٌ
a child
seorang anak
walahu
وَلَهُۥٓ
and he has
dan baginya
ukh'tun
أُخْتٌ
a sister
saudara perempuan
falahā
فَلَهَا
then for her
maka baginya
niṣ'fu
نِصْفُ
(is) a half
seperdua
مَا
(of) what
apa (harta)
taraka
تَرَكَۚ
he left
tinggalkan
wahuwa
وَهُوَ
And he
dan ia (saudara laki-laki)
yarithuhā
يَرِثُهَآ
will inherit from her
mewarisinya (harta saudara perempuan)
in
إِن
if
jika
lam
لَّمْ
not
tidak
yakun
يَكُن
is
adalah
lahā
لَّهَا
for her
baginya/mempunyai
waladun
وَلَدٌۚ
a child
anak laki-laki
fa-in
فَإِن
But if
maka jika
kānatā
كَانَتَا
there were
adalah keduanya
ith'natayni
ٱثْنَتَيْنِ
two females
dua orang
falahumā
فَلَهُمَا
then for them
maka bagi keduanya
l-thuluthāni
ٱلثُّلُثَانِ
two thirds
dua pertiga
mimmā
مِمَّا
of what
daripada apa/harta
taraka
تَرَكَۚ
he left
ia tinggalkan
wa-in
وَإِن
But if
dan jika
kānū
كَانُوٓا۟
they were
adalah mereka
ikh'watan
إِخْوَةً
brothers and sisters
beberapa saudara
rijālan
رِّجَالًا
men
laki-laki
wanisāan
وَنِسَآءً
and women
dan perempuan
falildhakari
فَلِلذَّكَرِ
then the male will have
maka bagi laki-laki
mith'lu
مِثْلُ
like
seperti (sebanyak)
ḥaẓẓi
حَظِّ
share
bagian
l-unthayayni
ٱلْأُنثَيَيْنِۗ
(of) the two females
dua saudara perempuan
yubayyinu
يُبَيِّنُ
makes clear
menerangkan
l-lahu
ٱللَّهُ
Allah
Allah
lakum
لَكُمْ
to you
bagi kalian
an
أَن
lest
supaya tidak
taḍillū
تَضِلُّوا۟ۗ
you go astray
kamu tersesat
wal-lahu
وَٱللَّهُ
And Allah
dan Allah
bikulli
بِكُلِّ
of every
dengan/terhadap segala
shayin
شَىْءٍ
thing
sesuatu
ʿalīmun
عَلِيمٌۢ
(is) All-Knower
Maha Mengetahui

Transliterasi Latin:

Yastaftụnak, qulillāhu yuftīkum fil-kalālah, inimru`un halaka laisa lahụ waladuw wa lahū ukhtun fa lahā niṣfu mā tarak, wa huwa yariṡuhā il lam yakul lahā walad, fa ing kānataṡnataini fa lahumaṡ-ṡuluṡāni mimmā tarak, wa ing kānū ikhwatar rijālaw wa nisā`an fa liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayaīn, yubayyinullāhu lakum an taḍillụ, wallāhu bikulli syai`in 'alīm (QS. 4:176)

English Sahih:

They request from you a [legal] ruling. Say, "Allah gives you a ruling concerning one having neither descendants nor ascendants [as heirs]." If a man dies, leaving no child but [only] a sister, she will have half of what he left. And he inherits from her if she [dies and] has no child. But if there are two sisters [or more], they will have two thirds of what he left. If there are both brothers and sisters, the male will have the share of two females. Allah makes clear to you [His law], lest you go astray. And Allah is Knowing of all things. (QS. [4]An-Nisa verse 176)

Arti / Terjemahan:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa' ayat 176)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Pada ayat yang lalu Allah berjanji menuntun umat manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang membawa kepada kebahagiaan, di dunia dan akhirat. Pada ayat ini dipenuhi sebagian dari janji Allah itu, yaitu berupa jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan. Mereka meminta fatwa kepadamu, Nabi Muhammad, tentang kalalah, yaitu seorang yang mati tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak. Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kala lah, yaitu jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya, yakni bagian dari saudara perempuan itu, adalah seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi seluruh harta saudara perempuan, jika saudara perempuan itu mati dan saudara laki-laki itu masih hidup, ketentuan ini berlaku jika dia, saudara perempuan yang mati itu, tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan yang mewarisi itu berjumlah dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka, ahli waris itu, terdiri atas saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Demikian Allah menerangkan hukum tentang pembagian waris kepadamu, agar kamu tidak sesat, dalam menetapkan pembagian itu. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang membawa kebaikan bagimu dan yang menjerumuskan kamu ke dalam kesesatan, maka taatilah segala perintah-Nya dan jauhilah segala larangan-Nya.  

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Pada akhir ayat 12 surah ini, ada pula hukum waris kalalah, maka al-Khattabi berkata tentang kedua ayat kalalah ini: Allah telah menurunkan dua ayat kalalah pada permulaan Surah an-Nisa' namun ayat itu masih bersifat umum dan belum jelas, kalau dilihat dari bunyi ayat itu saja, maka Allah menurunkan lagi ayat kalalah di musim panas yaitu ayat terakhir dari Surah an-Nisa'.
Pada ayat ini terdapat tambahan keterangan mengenai apa yang belum dijelaskan pada ayat pertama, karena itu ketika Umar bin al-Khattab ditanya tentang ayat kalalah yang turun pertama kali, ia menyuruh penanya itu untuk memperhatikan ayat kalalah kedua.
Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw supaya menjawab pertanyaan yang dikemukakan orang kepadanya mengenai pusaka kalalah, seperti halnya Jabir bin Abdullah yang tidak lagi mempunyai bapak dan anak, sedang dia mempunyai saudara-saudara perempuan yang bukan saudara seibu. Karena saudara perempuan yang bukan seibu belum ada ditetapkan untuk mereka bagian tertentu dalam harta pusaka, sedang saudara seibu ditetapkan bagiannya yaitu seperenam jika saudara perempuan itu seorang saja, sepertiga bila lebih dari seorang. Pusaka yang sepertiga itu dibagi rata antara saudara-saudara perempuan seibu, berapa pun banyaknya mereka, karena pusaka itu adalah pusaka yang menjadi hak ibu mereka kalau ibunya masih hidup.
Jawaban yang diperintahkan Allah kepada Nabi-Nya tentang masalah ini ialah bahwa bila seseorang meninggal, sedang ia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja maka saudara perempuan itu mendapat seperdua dari harta yang ditinggalkannya, jika saudara itu seorang saja.
Bila saudara perempuannya itu mati lebih dahulu, dan tidak pula mempunyai bapak yang menghijab (menghalanginya) dia berhak mewarisi harta yang ditinggalkannya. Dia berhak mewarisi seluruh harta peninggalan saudara perempuannya bila tidak ada orang yang berhak atas pusaka itu yang telah ditentukan bagiannya (ashabul furudh). Tetapi bila ada orang yang berhak yang telah ditentukan bagiannya seperti suami, maka diberikan lebih dahulu hak suami itu dan selebihnya menjadi haknya sepenuhnya. Kalau saudara perempuan itu ada berdua, maka kedua saudaranya itu mendapat dua pertiga. Dan bila saudara-saudaranya yang perempuan itu lebih dari dua orang, maka yang dua pertiga itu dibagi rata (sama banyak) antara saudara-saudara itu. Kalau yang ditinggalkannya itu terdiri dari saudara-saudara (seibu sebapak atau sebapak saja) terdiri saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka harta pusaka yang ditinggalkan itu dibagi antara mereka dengan ketentuan bahwa bagian yang laki-laki dua kali bagian yang perempuan, kecuali bila yang ditinggalkannya itu saudara-saudara seibu, maka saudara-saudara seibu mendapat seperenam saja, karena hak itu pada asalnya adalah hak ibu mereka. Kalau tidak karena itu, tentulah mereka tidak berhak sama sekali karena bukan ahli-ahli waris yang berhak mewarisi seluruh harta pusaka.
Demikianlah yang ditetapkan Allah mengenai pusaka kalalah, maka wajiblah kaum Muslimin melaksanakan ketetapan-ketetapan itu dengan seksama, agar mereka jangan tersesat dan jangan melanggar hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Hukum-hukum yang ditetapkan Allah itu adalah untuk kebaikan hamba-Nya, dan ilmu-Nya amat luas meliputi segala sesuatu di dalam alam ini.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Mereka meminta fatwa kepadamu) mengenai kalalah, yaitu jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan bapak dan anak (Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah; jika seseorang) umru-un menjadi marfu' dengan fi'il yang menafsirkannya (celaka) maksudnya meninggal dunia (dan dia tidak mempunyai anak) dan tidak pula bapak yakni yang dimaksud dengan kalalah tadi (tetapi mempunyai seorang saudara perempuan) baik sekandung maupun sebapak (maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia) maksudnya saudaranya yang laki-laki (mewarisi saudaranya yang perempuan) pada seluruh harta peninggalannya (yakni jika ia tidak mempunyai anak). Sekiranya ia mempunyai seorang anak laki-laki, maka tidak satu pun diperolehnya, tetapi jika anaknya itu perempuan, maka saudaranya itu masih memperoleh kelebihan dari bagian anaknya. Dan sekiranya saudara laki-laki atau saudara perempuan itu seibu, maka bagiannya ialah seperenam sebagaimana telah diterangkan di awal surah. (Jika mereka itu) maksudnya saudara perempuan (dua orang) atau lebih, karena ayat ini turun mengenai Jabir; ia meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa orang saudara perempuan (maka bagi keduanya dua pertiga dari harta peninggalan) saudara laki-laki mereka. (Dan jika mereka) yakni ahli waris itu terdiri dari (saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang laki-laki) di antara mereka (sebanyak bagian dua orang perempuan." Allah menerangkan kepadamu syariat-syariat agama-Nya (agar kamu) tidak (sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) di antaranya tentang pembagian harta warisan. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Barra bahwa ia merupakan ayat yang terakhir diturunkan, maksudnya mengenai faraid.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Su­laiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra (Ibnu Azib r.a.) berkata, "Surat yang paling akhir diturunkan adalah surat Al-Bara’ah (At-Taubah), dan ayat yang paling akhir diturunkan ada­lah firman-Nya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). hingga akhir ayat."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mu­hammad ibnul Munkadir yang menceritakan bahwa ia pernah mende­ngar Jabir ibnu Abdullah mengatakan: "Rasulullah Saw. masuk ke dalam rumahku ketika aku sedang sakit dan dalam keadaan tidak sadar." Jabir melanjutkan kisah­nya, "Lalu Rasulullah Saw. berwudu, kemudian mengucurkan bekasnya kepadaku, atau perawi mengatakan bahwa mereka (yang hadir) menyiramkan (bekas air wudu)nya kepada Jabir. Karena itu aku sadar, lalu aku bertanya, 'Sesungguhnya tidak ada yang mewarisiku kecuali kalalah. Bagaimanakah cara pem­bagiannya?'." Lalu Allah menurunkan ayat faraid.

Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain melalui Syu'bah.

Jama'ah meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir dengan lafaz yang sama.

Sedangkan dalam lafaz yang lainnya disebutkan bahwa lalu turunlah ayat miras, yaitu firman-Nya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah.", hingga akhir ayat.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu­hammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan, bahwa Abu Zubair (yakni Jabir) mengatakan bahwa ayat ber­ikut diturunkan berkenaan dengan diriku, yaitu firman-Nya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang katalah."

Seakan-akan makna ayat —hanya Allah Yang lebih mengetahui— bahwa mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah.

Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kala­lah."

Yakni perihal mewaris secara kalalah. Lafaz yang disebutkan ini me­nunjukkan adanya lafaz yang tidak disebutkan.

Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan makna lafaz ka­lalah dan akar katanya, bahwa kalalah itu diambil dari pengertian un­taian bunga yang dikalungkan di atas kepala sekelilingnya. Karena itulah mayoritas ulama menafsirkannya dengan pengertian orang yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua. Menurut salinan yang lain, tidak mempunyai anak, tidak pula cucu.

Sebagian ulama mengatakan bahwa kalalah ialah orang yang tidak mempunyai anak. Seperti yang ditunjukkan oleh pengertian ayat ini, yaitu firman-Nya:

...jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak,

Sesungguhnya hukum masalah kalalah ini sulit dipecahkan oleh Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a.. seperti yang disebutkan di da­lam kitab Ash-Shahihain darinya, bahwa ia telah mengatakan:

Ada tiga perkara yang sejak semula aku sangat menginginkan bi­la Rasulullah Saw. memberikan keterangan kepada kami tentang­nya dengan keterangan yang sangat memuaskan kami, yaitu ma­salah kakek, masalah kalalah, dan salah satu bab mengenai masalah riba.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa ia belum pernah menanyakan ke­pada Rasulullah Saw. suatu masalah pun yang lebih banyak dari per­tanyaannya tentang masalah kalalah, sehingga Rasulullah Saw. menotok dada Umar dengan jari telunjuknya seraya bersabda: Cukuplah bagimu ayat saif (ayat yang diturunkan di musim pa­nas) yang terdapat di akhir surat An-Nisa.

Demikianlah riwayat Imam Ahmad secara singkat. Imam Muslim mengetengahkannya dengan lafaz yang panjang dan lebih banyak daripada riwayat Imam Ahmad.

Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Disebutkan bahwa te­lah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Magul) yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fadl ibnu Amr, dari Ibrahim, dari Umar yang menga­takan, Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah. Maka beliau Saw. menjawab: "Cukuplah bagimu ayat saif.” Umar mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kalalah lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."

Sanad hadis ini jayyid, hanya di dalamnya terdapat inqita' (mata rantai sanad yang terputus) antara Ibrahim dan Umar, karena sesungguhnya Ibrahim tidak menjumpai masa Umar r.a.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa se­orang lelaki datang kepada Nabi Saw. dan menanyakan kepadanya tentang masalah kalalah. Maka Nabi Saw. menjawab: Cukuplah bagimu ayat saif.

Sanad hadis ini jayyid, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang sama. Seakan-akan yang dimaksud dengan ayat saif ialah ayat yang diturun­kan pada musim panas.

Mengingat Nabi Saw. memberikan petunjuk kepadanya untuk memahami ayat tersebut, hal ini berarti di dalam ayat terkandung ke­cukupan yang nisbi untuk tidak menanyakannya kepada Nabi Saw. tentang maknanya. Karena itulah maka Khalifah Umar r.a. mengata­kan, "Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah ini, lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki'. telah menceritakan kepada kami Jarir. telah menceritakan ke­pada kami Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah. Maka Nabi Saw. men­jawab: Bukankah Allah telah menjelaskan hal tersebut? Lalu turunlah firman-Nya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)., hingga akhir ayat.

Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mengatakan di dalam khotbahnya: Ingatlah, sesungguhnya ayat yang diturunkan pada permulaan surat An-Nisa berkenaan dengan masalah faraid, Allah menurun­kannya untuk menjelaskan warisan anak dan orang tua. Ayat yang kedua diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan suami, istri, dan saudara-saudara lelaki seibu. Ayat yang meng­akhiri surat An-Nisa diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang seibu seayah (sekandung). Dan ayat yang mengakhiri surat Al-Anfal diturunkan berkenaan dengan masalah orang-orang yang mem­punyai hubungan darah satu sama lain yang lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitabullah sesuai dengan ketentuan asabah dari hubungan darah.

Asar diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Wahai Rasulullah, mereka bertanya kepadamu mengenai warisan orang yang wafat tanpa mempunyai anak dan ayah. Ketentuan Allah dalam hal ini adalah sebagai berikut. Jika orang yang wafat itu meninggalkan saudara perempuan, maka ia memperoleh setengah bagian dari harta waris. Jika ia meninggalkan saudara laki-laki, maka ia akan memperoleh semua harta waris. Jika ia mempunyai dua saudara perempuan, maka keduanya mendapat dua pertiga dari harta waris. (1) Dan jika ahli waris itu terdiri atas saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian laki-laki dua kali lebih banyak dari bagian perempuan. Allah menjelaskan hukum ini semua, supaya kamu tidak sesat dalam membagi warisan masing- masing ahli waris. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala amal perbuatanmu, dan Dia yang akan memberi balasan kepadamu sesuai dengan amal perbuatan yang kamu lakukan. (1) Hadis Rasulullah saw. menyebutkan juga saudara perempuan yang berjumlah lebih dari dua orang, di samping ketentuan ayat yang menyebutkan bahwa anak perempuan lebih dari dua orang memperoleh dua pertiga bagian. Ketentuan ini tentu lebih berlaku lagi pada dua saudara perempuan, karena hubungan anak lebih dekat. Sedangkan undang-undang Eropa yang diambil dari undang-undang Romawi menetapkan bahwa saudara (laki-laki dan perempuan) dengan anaknya tidak mendapatkan harta waris. Lebih dari itu, undang-undang itu memberi kewenangan penuh kepada pemilik harta untuk tidak memberikan warisan kepada seluruh ahli warisnya. Hal itu kemudian dilarang oleh Islam, dengan hanya memberikan hak wasiat kepada pewaris pada sepertiga hartanya.