Skip to content

Al-Qur'an Surat Asy-Syu'ara' Ayat 225

Asy-Syu'ara' Ayat ke-225 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

اَلَمْ تَرَ اَنَّهُمْ فِيْ كُلِّ وَادٍ يَّهِيْمُوْنَ ۙ ( الشعراۤء : ٢٢٥)

alam
أَلَمْ
Do not
tidakkah
tara
تَرَ
you see
kamu melihat
annahum
أَنَّهُمْ
that they
bahwasanya mereka
فِى
in
di
kulli
كُلِّ
every
tiap-tiap
wādin
وَادٍ
valley
lembah
yahīmūna
يَهِيمُونَ
[they] roam
mereka mengembara

Transliterasi Latin:

A lam tara annahum fī kulli wādiy yahīmụn (QS. 26:225)

English Sahih:

Do you not see that in every valley they roam (QS. [26]Ash-Shu'ara verse 225)

Arti / Terjemahan:

Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, (QS. Asy-Syu'ara' ayat 225)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Tidakkah engkau melihat bahwa mereka mengembara di setiap lembah dengan mengikuti hawa nafsu mereka? Terkadang membenci sesuatu kemudian memujinya dan sebaliknya.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat ini menerangkan jalan-jalan sesat yang telah ditempuh oleh para penyair dalam menyusun syairnya, yaitu:
1. Para penyair itu membuat syair tanpa tujuan yang jelas. Kadang-kadang mereka memuji sesuatu yang pernah mereka cela, mengagungkan sesuatu yang pernah mereka hina, dan mengakui sesuatu yang pernah mereka ingkari kebenarannya. Hal ini membuktikan bahwa tujuan mereka membuat syair bukan untuk mencari kebenaran atau menyatakan sesuatu yang benar. Dalam menyusun syair-syair itu, mereka hanya berpegang pada khayalan. Semakin banyak khayalan dan angan-angan mereka, semakin baik pula syair yang mereka buat. Kesesatan ahli syair itu hanya diikuti oleh orang-orang yang sesat pula, tidak akan diikuti oleh orang-orang yang suka mencari kebenaran.
2. Para ahli syair itu sering mengatakan apa yang tidak mereka lakukan. Mereka menganjurkan agar manusia pemurah dan suka memberi, tetapi mereka sendiri bakhil dan kikir. Mereka sering mengarang syair untuk menyinggung kehormatan orang lain, seperti mencela, mencaci-maki, dan sebagainya, karena sesuatu sebab yang kecil saja. Sebaliknya, mereka sering pula mengagungkan dan memuji-muji seseorang karena sebab yang kecil pula.
Demikianlah ciri-ciri penyair yang dicela oleh Allah. Akan tetapi, ada pula penyair yang baik budi pekertinya, dan cukup luas ilmu pengetahuannya. Syairnya mendorong semangat orang lain untuk berbuat baik, dan mengandung butir-butir hikmah, nasihat, dan pelajaran. Di antaranya adalah syair Umayyah bin Abi as-salt, sebagaimana sebagai berikut ini:
Dari 'Amr bin asy-Syirid, dari bapaknya, bahwa ia berkata, "Pada suatu hari aku memboncengkan Rasulullah, maka beliau menanyakan kepadaku, 'Apakah engkau menghafal beberapa bait syair Umayyah bin Abi as-salt? Aku menjawab, 'Ada. Rasulullah berkata, 'Bacalah segera. Maka aku membacakan satu bait. Rasulullah berkata, 'Bacalah segera. Maka aku membacakannya satu bait lagi. Rasulullah berkata, 'Lanjutkanlah. Aku melanjutkannya hingga seratus bait." (Riwayat Muslim)

Sikap Rasulullah terhadap syair Umayyah bin Abi as-salt ini menunjukkan bahwa beliau menyukai syair dan para penyair, asalkan penyair itu orang yang berakhlak, bercita-cita luhur, dan syair-syairnya banyak mengandung butir-butir hikmah. Tidak seperti para penyair dan syair-syair yang sifat-sifatnya disebutkan pada ayat-ayat yang lalu (ayat 221-226). Para penyair dan syair-syair seperti itulah yang dicela dan dilarang oleh Rasulullah.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

Tidakkah kamu melihat) apakah kamu tidak memperhatikan (bahwasanya mereka di tiap-tiap lembah) yaitu di majelis-majelis pembicaraan dan sastra-sastranya, yakni majelis kesusasteraan (mengembara) yakni mereka mendatanginya, kemudian mereka melampaui batas di dalam pujian dan hinaan mereka melalui syair-syairnya.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Firman Allah Swt.:

Tidakkah kamu melihat bahwa mereka mengembara di tiap-tiap lembah. (Asy-Syu'ara': 225)

Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka larut di setiap perbuatan yang tidak ada gunanya. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka menguasai setiap seni bicara. Mujahid dan lain-lainnya —demikian pula Al-Hasan Al-Basri—mengatakan, "Demi Allah, sungguh kami melihat di lembah-lembah tempat mereka mengembara yang biasa dipakai oleh mereka untuk bersyair, adakalanya mereka mencaci si Fulan dan adakalanya mereka memuji si Fulan yang lain. Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud ialah penyair yang memuji suatu kaum dengan cara yang batil dan mencaci kaum yang lain dengan cara yang batil pula.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Tidakkah kalian mengetahui bagaimana para penyair itu mempermainkan kata-kata yang menutupi jalan kebenaran?