Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Furqan Ayat 72

Al-Furqan Ayat ke-72 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَالَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَۙ وَاِذَا مَرُّوْا بِاللَّغْوِ مَرُّوْا كِرَامًا ( الفرقان : ٧٢)

wa-alladhīna
وَٱلَّذِينَ
And those who
dan orang-orang yang
لَا
(do) not
(mereka) tidak
yashhadūna
يَشْهَدُونَ
bear witness
memberikan kesaksian
l-zūra
ٱلزُّورَ
(to) the falsehood
palsu
wa-idhā
وَإِذَا
and when
dan apabila
marrū
مَرُّوا۟
they pass
mereka melalui
bil-laghwi
بِٱللَّغْوِ
by futility
dengan perkara sia-sia
marrū
مَرُّوا۟
they pass
mereka melalui
kirāman
كِرَامًا
(as) dignified ones
kemuliaan/kehormatan

Transliterasi Latin:

Wallażīna lā yasy-hadụnaz-zụra wa iżā marrụ bil-lagwi marrụ kirāmā (QS. 25:72)

English Sahih:

And [they are] those who do not testify to falsehood, and when they pass near ill speech, they pass by with dignity. (QS. [25]Al-Furqan verse 72)

Arti / Terjemahan:

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan ayat 72)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Dan sifat-sifat utama lainnya dari 'ibadurrahman adalah orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, yang sengaja dilakukan seseorang padahal dia tahu bahwa hal itu bohong belaka. Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, baik perkataan ataupun perbuatan yang sia-sia, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya. Mereka tidak menghiraukannya dan tidak memedulikannya. Sebagai seorang muslim, setiap langkahnya harus membawa kemanfaatan bagi kehidupannya yang akan dibawa setelah dia meninggal.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ketujuh: Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa di antara sifat hamba Allah Yang Maha Pengasih adalah tidak mau dan tidak pernah melakukan sumpah palsu. Apabila lewat di hadapan orang-orang yang suka mengucapkan kata-kata yang tidak karuan dan tidak ada faedahnya sama sekali, dia berlalu tanpa ikut bergabung dengan mereka. Dia menyadari bahwa seorang mukmin tidak layak melayani orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya yang sangat berharga dengan omong kosong, apalagi bila waktu itu dipergunakan untuk membicarakan hal-hal yang membawa kepada perbuatan dosa seperti mempergunjingkan orang atau menuduh orang-orang yang tidak bersalah dan lain-lain sebagainya.
Bersumpah palsu sangat dilarang dalam agama Islam, karena ketika bersumpah itu, seseorang telah berdusta dan tidak menyatakan yang sebenarnya. Banyak sekali orang yang melakukan sumpah palsu untuk membela orang-orang yang tidak benar agar orang itu dapat merampas atau memiliki hak orang lain dan melakukan kezaliman. Padahal, kalau ia tidak ikut bersumpah, tentulah yang hak itu akan nyata dan jelas, serta tidak akan terjadi kezaliman atau perampasan hak. Sebagai seorang mukmin, dia harus berdiri di pihak yang benar dan harus merasa bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman.
Umar bin Khaththab sangat marah kepada orang yang melakukan sumpah palsu dan dia pernah mendera orang yang bersumpah palsu 40 kali dera, mencorengi mukanya dengan warna hitam, mencukur semua rambut kepalanya, dan kemudian mengaraknya di tengah pasar.
Sifat dan sikap hamba-hamba Allah yang terpuji ini digambarkan Allah dalam firman-Nya:
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh." (al-Qasas/28: 55).

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu) yakni kesaksian yang dusta dan batil (dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah) seperti perkataan-perkataan yang buruk dan perbuatan-perbuatan yang lainnya (mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya) mereka berpaling daripadanya.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Apa yang telah disebutkan di atas merupakan sebagian dan sifat-sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu bahwa mereka tidak pernah memberikan kesaksian palsu. Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud adalah tidak pernah berbuat kemusyrikan dan tidak pernah menyembah berhala. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah tidak pernah berdusta, tidak pernah berbuat fasik, tidak pernah berbuat kekafiran, tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak ada faedahnya, dan tidak pernah berbuat kebatilan. Menurut Muhammad ibnul Hanafiyah, makna yang dimaksud ialah perbuatan yang tidak ada faedahnya dan bernyanyi. Abul 'Aliyah, Tawus, Ibnu Sirin, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak pernah menghadiri hari-hari raya kaum musyrik. Menurut Umar ibnu Qais, maknanya ialah tidak pernah menghadiri majelis yang di dalamnya dilakukan kejahatan dan kefasikan.

Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak pernah minum khamr dan tidak pernah menghadiri tempatnya serta tidak pernah menyukainya, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis:

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia duduk di suatu hidangan yang digilirkan padanya minuman khamr.

Menurut pendapat yang lain, makna firman Allah Swt.: yang tidak memberikan persaksian palsu. (Al Furqaan:72) Yakni kesaksian palsu alias sengaja berdusta untuk mencelakakan orang lain, seperti pengertian yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"Maukah aku ceritakan kepada kalian tentang dosa yang paling besar?”, sebanyak tiga kali. Maka kami menjawab, "Wahai Rasulullah, kami mau.” Rasulullah Saw. bersabda, "Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua.” Pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk tegak dan bersabda, "Ingatlah, ucapan dusta, ingatlah kesaksian palsu!" Rasulullah Saw. mengulang-ulang sabda terakhirnya ini, sehingga kami berkata (dalam hati) bahwa seandainya beliau diam.

Akan tetapi, menurut makna lahiriah nas ayat ini menunjukkan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak menghadiri hal-hal yang berdosa. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:

dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al Furqaan:72)

Yakni mereka tidak mau menghadiri perbuatan yang tidak berfaedah itu, dan apabila secara kebetulan mereka bersua dengan orang-orang yang sedang melakukannya, maka mereka lewati saja dan tidak mau mengotori dirinya dengan sesuatu pun dari perbuatan yang berdosa itu. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al Furqaan:72)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Al-Ajali, dari Muhammad ibnu Muslim, bahwa Ibrahim ibnu Maisarah telah menceritakan kepadaku bahwa Ibnu Mas'ud pernah bersua dengan orang-orang yang sedang melakukan perbuatan yang tidak berfaedah, maka dia tidak berhenti. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Ibnu Mas’ud di pagi hari dan petang harinya menjadi orang yang menjaga kehormatan dirinya.

Telah menceritakan pula kepada kami Al-Husain ibnu Muhammad ibnu Salamah An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami Hibban, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepadaku Maisarah, telah sampai suatu berita kepadanya bahwa Ibnu Mas'ud pernah bersua derigan orang-orang yang sedang melakukan perbuatan yang tidak berfaedah, tetapi dia tidak berhenti. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Ibnu Mas’ud di pagi hari dan petang harinya menjadi orang yang menjaga kehormatan dirinya. Kemudian Ibrahim ibnu Maisarah membaca firman-Nya: dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al Furqaan:72)

Adapun firman Allah Swt.:

Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. (Al Furqaan:73)

Hal ini pun merupakan salah satu dari sifat dan ciri khas orang-orang mukmin, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (Al Anfaal:2)

Berbeda dengan orang kafir, karena sesungguhnya apabila dia mendengar kalamullah, tiada pengaruh dalam dirinya dan tiada perubahan dari apa yang sebelumnya dia lakukan, bahkan dia tetap pada kekafiran, kesesatan, kejahilan, dan kelewat batasnya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?”Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya (yang telah ada). (At-Taubah:124-125)

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Kedelapan, tidak melakukan sumpah palsu. Kesembilan, jika menemukan perkataan atau perbuatan yang tidak terpuji dari seseorang, mereka tidak larut melakukannya dan memilih tidak menemaninya.