Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Furqan Ayat 67

Al-Furqan Ayat ke-67 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا ( الفرقان : ٦٧)

wa-alladhīna
وَٱلَّذِينَ
And those who
dan orang-orang yang
idhā
إِذَآ
when
tatkala
anfaqū
أَنفَقُوا۟
they spend
mereka membelanjakan
lam
لَمْ
(are) not extravagant
mereka tidak
yus'rifū
يُسْرِفُوا۟
(are) not extravagant
berlebih-lebihan
walam
وَلَمْ
and are not stingy
dan tidak
yaqturū
يَقْتُرُوا۟
and are not stingy
mereka kikir
wakāna
وَكَانَ
but are
dan adalah
bayna
بَيْنَ
between
antara
dhālika
ذَٰلِكَ
that
demikian
qawāman
قَوَامًا
moderate
berdiri

Transliterasi Latin:

Wallażīna iżā anfaqụ lam yusrifụ wa lam yaqturụ wa kāna baina żālika qawāmā (QS. 25:67)

English Sahih:

And [they are] those who, when they spend, do so not excessively or sparingly but are ever, between that, [justly] moderate (QS. [25]Al-Furqan verse 67)

Arti / Terjemahan:

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al-Furqan ayat 67)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Sifat berikutnya adalah tidak berlebih-lebihan dalam berinfak. Dan di antara sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan dengan menghambur-hamburkannya, karena perilaku seperti inilah yang dikehendaki setan dan tidak pula kikir yang menyebabkan dibenci oleh masyarakat. Mereka berinfak di antara keduanya secara wajar, inilah agama yang pertengahan, moderat, seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Kelima: Sifat baik lainnya dari orang-orang mukmin adalah mereka dalam menafkahkan harta tidak boros dan tidak pula kikir, tetapi tetap memelihara keseimbangan antara kedua sifat yang buruk itu. Sifat boros pasti akan membawa kemusnahan harta benda dan kerusakan masyarakat. Seseorang yang boros walaupun kebutuhan pribadi dan keluarganya telah terpenuhi dengan hidup secara mewah, tetap akan menghambur-hamburkan kekayaannya pada kesenangan lain, seperti main judi, main perempuan, minum-minuman keras, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dia merusak diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya. Padahal, kekayaan yang dititipkan Allah kepadanya harus dipelihara sebaik-baiknya sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya, keluarga, dan masyarakat.
Sifat kikir dan bakhil pun akan membawa kepada kerugian dan kerusakan. Orang yang bakhil selalu berusaha menumpuk kekayaan walaupun dia sendiri hidup sebagai seorang miskin dan dia tidak mau mengeluarkan uangnya untuk kepentingan masyarakat. Kalau untuk kepentingan dirinya dan keluarganya saja, dia merasa segan mengeluarkan uang, apalagi untuk kepentingan orang lain. Dengan demikian, akan tertumpuklah kekayaan itu pada diri seorang atau beberapa gelintir manusia yang serakah dan tamak. Orang yang sifatnya seperti ini diancam Allah dengan api neraka sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah. (al-Humazah/104: 1-4).

Demikianlah sifat orang mukmin dalam menafkahkan hartanya. Dia tidak bersifat boros sehingga tidak memikirkan hari esok dan tidak pula bersifat kikir sehingga menyiksa dirinya sendiri karena hendak mengumpulkan kekayaan. Keseimbangan antara kedua macam sifat yang tercela itulah yang selalu dipelihara dan dijaga. Kalau kaya, dia dapat membantu masyarakatnya sesuai dengan kekayaannya, dan kalau miskin, dia dapat menguasai hawa nafsu dirinya dengan hidup secara sederhana.
Yazid bin Abi habib berkata, "Demikianlah sifat para sahabat Nabi Muhammad saw. Mereka bukan makan untuk bermewah-mewah dan menikmati makanan yang enak-enak, mereka berpakaian bukan untuk bermegah-megah dengan keindahan. Akan tetapi, mereka makan sekadar untuk menutup rasa lapar dan untuk menguatkan jasmani karena hendak beribadah melaksanakan perintah Allah. Mereka berpakaian sekadar untuk menutup aurat dan memelihara tubuh mereka terhadap angin dan panas.
'Abdul Malik bin Marwan, pada waktu mengawinkan Fathimah (putrinya) dengan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, bertanya kepada calon menantunya, "Bagaimana engkau memberi nafkah kepada anakku?" Umar menjawab, "Aku memilih yang baik di antara dua sifat yang buruk" (maksudnya sifat yang baik di antara dua sifat yang buruk yaitu boros dan kikir). Kemudian dia membacakan ayat ini.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Dan orang-orang yang apabila membelanjakan) hartanya kepada anak-anak mereka (mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir) dapat dibaca Yaqturuu dan Yuqtiruu, artinya tidak mempersempit perbelanjaannya (dan adalah) nafkah mereka (di antara yang demikian itu) di antara berlebih-lebihan dan kikir (mengambil jalan pertengahan) yakni tengah-tengah.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Firman Allah Swt.:

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir. (Al Furqaan:67)

Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.

dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al Furqaan:67)

Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al Israa':29), hingga akhir ayat.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isham ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Tamim Al-Gassani, dari Damrah, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah mengatakan: Seorang lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya.

Akan tetapi, mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkannya.

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Abdul Aziz Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seseorang yang berlaku ekonomis tidak akan miskin.

Mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Hakim, dari Muslim ibnu Habib, dari Bilal Al-Absi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan berkecukupan, dan betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan fakir, dan betapa baiknya sikap ekonomis (pertengahan) dalam (hal) ibadah.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan hanya melalui hadis Huzaifah r.a.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa membelanjakan harta dijalan Allah tidak ada batas berlebih-lebihan. Iyas ibnu Mu'awiyah mengatakan bahwa hal yang melampaui perintah Allah adalah perbuatan berlebih-lebihan. Selain dia mengatakan bahwa berlebih-lebihan dalam membelanja­kan harta itu bila digunakan untuk berbuat durhaka kepada Allah Swt.:

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Keempat, di antara tanda-tanda hamba Tuhan Yang Maha Penyayang adalah bersikap sederhana dalam membelanjakan harta, baik untuk diri mereka maupun keluarga. Mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dalam pembelanjaan itu, tetapi di tengah-tengah keduanya.