Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Mu'minun Ayat 6

Al-Mu'minun Ayat ke-6 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ ( المؤمنون : ٦)

illā
إِلَّا
Except
kecuali
ʿalā
عَلَىٰٓ
from
atas/terhadap
azwājihim
أَزْوَٰجِهِمْ
their spouses
isteri-isteri mereka
aw
أَوْ
or
atau
مَا
what
apa (budak)
malakat
مَلَكَتْ
possess
memiliki
aymānuhum
أَيْمَٰنُهُمْ
their right hands
tangan kanan mereka
fa-innahum
فَإِنَّهُمْ
then indeed, they
maka sesungguhnya mereka
ghayru
غَيْرُ
(are) not
budak/tidak
malūmīna
مَلُومِينَ
blameworthy
tercela

Transliterasi Latin:

Illā 'alā azwājihim au mā malakat aimānuhum fa innahum gairu malụmīn (QS. 23:6)

English Sahih:

Except from their wives or those their right hands possess, for indeed, they will not be blamed. (QS. [23]Al-Mu'minun verse 6)

Arti / Terjemahan:

Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu'minun ayat 6)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Dan selain orang-orang yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya, berbahagialah orang yang memelihara kemaluannya dan tidak menya-lurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara yang tidak dibenarkan, kecuali terbatas dalam melakukannya terhadap pasangan-pasangan mereka yang sah secara agama atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam menyalurkan kebutuhan biologis terhadap pasangan dan budak mereka itu tidak tercela, selama mereka tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Tetapi, barang siapa mencari pelampiasan hawa nafsu di balik itu, di antaranya dengan berbuat zina, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas ajaran agama dan moral, sehingga pantas menerima celaan atau siksa.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.
Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.
Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara kemaluannya dengan firman:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30)

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Kecuali terhadap istri-istri mereka) (atau terhadap budak yang mereka miliki) yakni hamba sahaya wanita yang mereka tawan dari peperangan (maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela) bila mereka mendatanginya.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Firman Allah Swt.:

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 5-7)

Artinya, orang-orang yang memelihara kemaluan mereka dari perbuatan yang diharamkan. Karena itu mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti zina dan liwat. Dan mereka tidak mendekati selain dari istri-istri mereka yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, atau budak-budak perempuan yang mereka miliki dari tawanan perangnya. Barang siapa yang melakukan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, maka tiada tercela dan tiada dosa baginya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

maka sesungguhnya mereka tidak tercela dalam hal ini. Barang siapa mencari yang di balik itu.

Yakni selain istri dan budak perempuannya.

maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah men­ceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, bahwa pernah ada seorang wanita mengambil budak laki-lakinya (sebagai kekasihnya) dan mengatakan bahwa ia melakukan perbuatannya itu karena bertakwilkan kepada firman Allah yang mengatakan: atau budak yang mereka miliki. Lalu ia ditangkap dan dihadapkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a., dan orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. mengatakan bahwa perempuan itu menakwilkan suatu ayat dari Kitabullah dengan takwil yang menyimpang. Kemudian budak laki-laki itu dihukum pancung, dan Khalifah Umar berkata kepada wanita itu,"Engkau sesudah dia, haram bagi setiap orang muslim."

Asar ini berpredikat garib lagi munqati', disebutkan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsir permulaan surat Al-Maidah, padahal kalau dikemukakan dalam tafsir ayat ini lebih cocok. Sesungguhnya Khalifah Umar men­jatuhkan sangsi haram terhadap wanita tersebut bagi kaum laki-laki muslim, sebagai pembalasan terhadap perbuatannya, yaitu dengan menimpakan hukuman yang bertentangan dengan niat yang ditujunya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Syafii dan orang-orang yang mendukungnya telah mengambil ayat ini sebagai dalil dari pendapatnya yang mengatakan bahwa mastrubasi itu haram, yaitu firman-Nya:

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri atau budak yang mereka miliki.

Imam Syafii mengatakan bahwa perbuatan mastrubasi itu di luar kedua perkara tersebut. Karena itu, mastrubasi haram hukumnya. Dan se­sungguhnya Allah Swt. telah berfirman:

Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Mereka berdalilkan pula dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hasan ibnu Arafah dalam kitab Juz-nya yang terkenal.

Ia me­ngatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sabit Al-Jazari, dari Maslamah ibnu Ja'far, dari Hassan ibnu Humaid, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ada tujuh macam orang yang Allah tidak mau memandang mereka kelak di hari kiamat dan tidak mau membersihkan mereka (dari dosa-dosanya), dan tidak menghimpunkan mereka bersama orang-orang yang beramal (baik), dan memasukkan mereka ke neraka bersama orang-orang yang mula-mula masuk neraka, terkecuali jika mereka bertobat, dan barang siapa yang bertobat, Allah pasti menerima tobatnya. Yaitu orang yang kawin dengan tangan­nya (mastrubasi), kedua orang yang terlibat dalam homoseks, pecandu minuman khamr, orang yang memukuli kedua orang tuanya hingga keduanya meminta tolong, orang yang meng­ganggu tetangga-tetangganya sehingga mereka melaknatinya, dan orang yang berzina dengan istri tetangganya.

Hadis berpredikat garib, di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal karena kemisteriannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Kecuali dengan cara perkawinan yang sah atau pemilikan budak(1). Mereka tidak dilarang melakukan hal itu. (1) Pada zaman dahulu perbudakan adalah sesuatu yang lumrah. Seorang laki-laki bebas memilih berapa saja dari budak yang dimiliki untuk dijadikan istri. Islam membolehkan perbudakan akibat perang yang dibenarkan agama, apabila pihak musuh melakukan hal yang sama. Hal ini berdasarkan pada asas perlakukan setimpal. Apabila pihak musuh tidak melakukan perbudakan, umat Islam pun dilarang melakukannya.