Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Kahf Ayat 82

Al-Kahf Ayat ke-82 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهٗ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا ۚفَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْ يَّبْلُغَآ اَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلْتُهٗ عَنْ اَمْرِيْۗ ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًاۗ ࣖ ( الكهف : ٨٢)

wa-ammā
وَأَمَّا
And as for
dan adapun
l-jidāru
ٱلْجِدَارُ
the wall
dinding/tembok
fakāna
فَكَانَ
it was
maka adalah
lighulāmayni
لِغُلَٰمَيْنِ
for two orphan boys
milik kedua anak muda
yatīmayni
يَتِيمَيْنِ
for two orphan boys
keduanya yatim
فِى
in
dalam
l-madīnati
ٱلْمَدِينَةِ
the town
kota
wakāna
وَكَانَ
and was
dan adalah
taḥtahu
تَحْتَهُۥ
underneath it
dibawahnya
kanzun
كَنزٌ
a treasure
harta simpanan
lahumā
لَّهُمَا
for them
bagi keduanya
wakāna
وَكَانَ
and was
dan adalah
abūhumā
أَبُوهُمَا
their father
ayah keduanya
ṣāliḥan
صَٰلِحًا
righteous
orang saleh
fa-arāda
فَأَرَادَ
So intended
maka menghendaki
rabbuka
رَبُّكَ
your Lord
Tuhanmu
an
أَن
that
agar
yablughā
يَبْلُغَآ
they reach
keduanya sampai
ashuddahumā
أَشُدَّهُمَا
their maturity
dewasa keduanya
wayastakhrijā
وَيَسْتَخْرِجَا
and bring forth
dan keduanya akan mengeluarkan
kanzahumā
كَنزَهُمَا
their treasure
harta simpanan keduanya
raḥmatan
رَحْمَةً
(as) a mercy
rahmat
min
مِّن
from
dari
rabbika
رَّبِّكَۚ
your Lord
Tuhanmu
wamā
وَمَا
And not
dan tidak
faʿaltuhu
فَعَلْتُهُۥ
I did it
aku melakukannya
ʿan
عَنْ
on
dari
amrī
أَمْرِىۚ
my (own) accord
urusanku/kemauanku
dhālika
ذَٰلِكَ
That
demikian itu
tawīlu
تَأْوِيلُ
(is the) interpretation
ta'wil/maksud kejadian
مَا
(of) what
apa
lam
لَمْ
not
tidak
tasṭiʿ
تَسْطِع
you were able
kamu dapat
ʿalayhi
عَّلَيْهِ
on it
atasnya
ṣabran
صَبْرًا
(to have) patience"
bersabar

Transliterasi Latin:

Wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahụ kanzul lahumā wa kāna abụhumā ṣāliḥā, fa arāda rabbuka ay yablugā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa'altuhụ 'an amrī, żālika ta`wīlu mā lam tasṭi' 'alaihi ṣabrā (QS. 18:82)

English Sahih:

And as for the wall, it belonged to two orphan boys in the city, and there was beneath it a treasure for them, and their father had been righteous. So your Lord intended that they reach maturity and extract their treasure, as a mercy from your Lord. And I did it not of my own accord. That is the interpretation of that about which you could not have patience." (QS. [18]Al-Kahf verse 82)

Arti / Terjemahan:

Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (QS. Al-Kahf ayat 82)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Dan adapun dinding rumah yang aku tegakkan tanpa meminta upah itu sebetulnya adalah milik dua anak yatim di kota itu. Di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, peninggalan kedua orang tua mereka. Bila tidak aku tegakkan, lalu dinding itu roboh, aku khawatir harta itu diketahui keberadaannya dan diambil oleh orang yang tidak berhak. Dan ketahuilah bahwa ayahnya adalah seorang yang saleh yang menyimpan hartanya untuk kedua anaknya. Maka Tuhanmu menghendaki harta itu tetap terjaga di tempat penyimpanannya agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu untuk bekal kehidupan mereka. Itu semua adalah sebagai rahmat dari Tuhanmu bagi kedua anak yatim itu. Apa saja yang kuperbuat, seperti halnya yang kaulihat, bukan-lah menurut keinginan dan kemauanku sendiri, melainkan atas perintah Allah. Itulah makna dan keterangan dari perbuatan-perbuatan yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya.” Kesalehan orang tua, seperti yang dicontohkan dalam ayat ini, pasti akan dibalas oleh Allah. Salah satu bentuk balasan Allah adalah memberi anugerah kepada anak keturunannya.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Adapun yang menjadi pendorong bagi Khidir untuk menegakkan dinding itu adalah karena dibawahnya ada harta simpanan milik dua orang anak yatim di kota itu, sedangkan ayahnya seorang yang saleh. Allah memerintahkan kepada Khidir supaya menegakkan dinding itu, karena jika dinding itu jatuh (roboh) niscaya harta simpanan tersebut akan nampak terlihat dan dikhawatirkan akan dicuri orang. Allah menghendaki agar kedua anak yatim itu mencapai umur dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sendiri dari bawah dinding, sebagai rahmat dari pada-Nya. Khidir tidak mengerjakan semua pekerjaan itu atas dorongan dan kemauannya sendiri melainkan semata-mata atas perintah Allah, karena sesuatu tindakan yang berakibat merugikan harta benda manusia dan pertumpahan darah tidak boleh dikerjakan kecuali dengan izin dan wahyu dari Allah. Demikianlah penjelasan Khidir tentang berbagai tindakannya yang tidak biasa yang membuat Nabi Musa tidak bisa sabar, sehingga mempertanyakannya.
Usaha Khidir untuk menegakkan dinding yang hampir roboh, dapat pula dipahami kebijaksanaannya karena robohnya dinding itu mengakibatkan harta benda simpanan dua anak yatim itu diambil orang. Allah telah memberikan kepada Khidir ilmu hakekat dan hal ini tidak mungkin dimilikinya kecuali setelah membersihkan dirinya dan hatinya dari ikatan syahwat jasmani. Nabi Musa ketika telah sempurna ilmu syariatnya diutus oleh Tuhan untuk menemui Khidir supaya belajar dari padanya ilmu hakekat, sehingga sempurnalah ilmu yang wajib dituntut oleh setiap orang yang beriman yaitu ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf atau iman, Islam dan ihsan.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota ini, dan di bawahnya ada harta benda simpanan) yakni harta yang terpendam berupa emas dan perak (bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh) maka dengan kesalehannya itu ia dapat memelihara kedua anaknya dan harta benda bagi keduanya (maka Rabbmu menghendaki agar mereka berdua sampai kepada kedewasaannya) sampai kepada usia dewasa (dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu). Lafal Rahmatan menjadi Maf'ul Lah, sedangkan 'Amilnya adalah lafal Araada (dan bukanlah aku melakukannya itu) yaitu semua hal yang telah disebutkan tadi, yakni melubangi perahu, membunuh anak muda dan mendirikan tembok yang hampir roboh (menurut kemauanku sendiri) berdasarkan keinginanku sendiri, tetapi hal itu kulakukan berdasarkan perintah dan ilham dari Allah. (Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya)" lafal Tasthi' menurut pendapat lain dibaca Isthaa'a dan Istathas'a artinya mampu. Di dalam ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya terdapat berbagai macam ungkapan, yaitu terkadang memakai istilah Aradtu (aku menghendaki); terkadang memakai istilah Aradnaa (kami menghendaki), dan terkadang memakai istilah Araada Rabbuka (Rabbmu menghendaki). Hal ini dinamakan Jam'un Bainal Lughataini atau penganekaragaman ungkapan.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Di dalam ayat ini terkandung suatu dalil yang menunjukkan bahwa kata qaryah (kampung) dapat di artikan dengan madinah (kota), karena dalam ayat yang sebelumnya disebutkan:

hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu kampung. (Al Kahfi:77)

Dan dalam ayat ini disebutkan:

...dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu.

Makna ayat, yaitu dinding rumah ini sengaja aku perbaiki karena ia merupakan kepunyaan dua orang anak yatim penduduk kota ini, di bawah rumahnya ini terdapat harta benda simpanan bagi keduanya.

Ikrimah, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa di bawah rumah tersebut terdapat harta yang terpendam bagi kedua anak yatim itu. Demikianlah menurut makna lahiriah dari ayat, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Sehubungan dengan hal ini telah diriwayatkan oleh banyak asar bersumber dari ulama Salaf, antara lain Ibnu Jarir yang mengatakan di dalam kitab tafsirnya bahwa telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Habib ibnun Nudbah, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Na'im Al-Anbari, salah seorang murid Al-Hasan, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan Al-Basri menafsirkan makna firman-Nya:

...dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua.
Simpanan itu berupa lempengan emas yang padanya termaktub kalimat berikut: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Aku merasa heran kepada orang yang beriman kepada takdir, mengapa dia bersedih hati. Dan aku merasa heran kepada orang yang beriman kepada kematian, mengapa dia bersenang hati. Dan aku heran kepada orang yang mengenal dunia serta silih bergantinya dengan para ahlinya, mengapa dia merasa tenang kepadanya. Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah.

Dan telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas, dari Umar maula (bekas budak) Gafrah yang mengatakan bahwa sesungguhnya harta terpendam yang disebutkan oleh Allah di dalam surat yang padanya di­ceritakan tentang para pemuda penghuni gua (Al-Kahfi), yaitu firman-Nya:

...dan di bawahnya ada harta simpanan bagi mereka berdua.
berupa sebuah lempengan emas yang padanya tertulis kalimat berikut: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, mengherankan orang yang percaya dengan adanya neraka, lalu ia dapat tertawa. Mengherankan orang yang percaya dengan takdir, lalu ia bersusah payah. Mengherankan orang yang meyakini kematian, lalu ia merasa aman (darinya). Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Telah menceritakan pula kepadaku Ahmad ibnu Hazim Al-Gifari, telah menceritakan kepada kami Hunadah binti Malik Asy-Syaibaniyyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar teman (suami)nya (yaitu Hammad ibnul Walid As-Saqafi) mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ja'far ibnu Muhammad mengatakan sehubungan dengan makna firman­Nya:

...dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua.
Bahwa hal itu merupakan prasasti yang terdiri atas dua baris setengah, baris yang ketiganya tidak lengkap. Padanya disebutkan: Aku heran kepada orang yang beriman kepada (pembagian) rezeki, mengapa bersusah payah. Dan aku heran kepada orang yang beriman dengan hari hisab (perhitungan amal perbuatan), mengapa dia lalai (kepadanya). Dan aku heran kepada orang yang percaya dengan kematian, mengapa bergembira.

Allah Swt. telah berfirman :

Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (Al Anbiyaa:47)

Selanjutnya Hunadah mengatakan bahwa kedua anak itu dalam keadaan terpelihara berkat kesalihan kedua orang tuanya, tetapi tidak ada yang menyebutkan bahwa keduanya berlaku saleh.

Disebutkan pula bahwa jarak antara keduanya dengan ayahnya yang menyebabkan keduanya terpelihara adalah tujuh turunan. Dan ayah mereka adalah seorang ahli menulis.

Apa yang disebutkan oleh para imam dan apa yang disebutkan oleh hadis di atas pada hakikatnya tidaklah bertentangan dengan pendapat Ikrimah. Ikrimah menyebutkan, sesungguhnya yang terpendam itu adalah harta. Dikatakan demikian karena mereka menyebutkan bahwa harta peninggalan yang terpendam itu berupa lempengan emas yang disertai dengan harta yang cukup berlimpah. Terlebih lagi padanya tertuliskan ilmu yang berupa kata-kata bijaksana dan nasihat-nasihat yang baik. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Firman Allah Swt.:

...sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh.

Dari pengertian ayat ini tersimpulkan bahwa seorang lelaki yang saleh dapat menyebabkan keturunannya terpelihara, dan berkah ibadah yang dilakukannya menaungi mereka di dunia dan akhirat. Yaitu dengan memperoleh syafaat darinya, dan derajat mereka ditinggikan ke tingkat yang tertinggi di dalam surga berkat orang tua mereka, agar orang tua mereka senang dengan kebersamaan mereka di dalam surga. Hal ini telah disebutkan di dalam Al-Qur'an, juga di dalam sunnah.

Sa’id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa kedua anak itu terpelihara berkat kesalehan kedua orang tuanya, tetapi tidak ada kisah yang menyebutkan bahwa keduanya berlaku saleh. Dalam keterangan terdahulu disebutkan bahwa orang tua tersebut adalah kakek ketujuhnya. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Firman Allah Swt.:

...maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa iradah atau kehendak dinisbatkan kepada Allah Swt. karena usia balig keduanya tidaklah mampu berbuat apa pun terhadap harta terpendam itu, kecuali dengan pertolongan Allah. Hal yang sama disebutkan dalam kisah anak muda yang dibunuh, yaitu firman-Nya:

Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu. (Al Kahfi:81)

Dan dalam kisah bahtera disebutkan oleh firman-Nya:

dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu. (Al Kahfi:79)

Firman Allah Swt.:

...sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukannya itu menuruti kemauanku sendiri.

Artinya apa yang aku lakukan dalam ketiga peristiwa tadi tiada lain merupakan rahmat Allah kepada para pemilik bahtera, orang tua si anak, dan kedua anak lelaki yang saleh. Aku melakukannya bukanlah atas kemauanku sendiri, melainkan aku diperintahkan untuk melakukannya dan aku mengerjakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Berangkat dari pengertian ayat inilah maka ada orang-orang yang berpendapat bahwa Khidir adalah seorang nabi. Dalil lainnya ialah firman Allah Swt. yang lalu, yaitu:

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Al Kahfi:65).

Ulama lainnya mengatakan bahwa Khidir adalah seorang rasul. Bahkan pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa Khidir adalah malaikat, menurut apa yang dinukil oleh Al-Mawardi di dalam kitab tafsirnya. Tetapi kebanyakan ulama mengatakan bahwa Khidir bukanlah seorang nabi, melainkan seorang wali. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Ibnu Qutaibah mengatakan di dalam kitab Al-Ma'arif, bahwa nama Khidir adalah Balya ibnu Mulkan ibnu Faligh ibnu Abir ibnu Syalikh ibnu Arfukhsyad ibnu Sam ibnu Nuh a.s. Mereka mengatakan bahwa nama julukannya adalah Abul Abbas, sedangkan nama panggilannya adalah Khidir, dia adalah anak seorang raja. Demikianlah menurut keterangan yang disebutkan oleh Imam Nawawi di dalam kitab Tahzibul Asma-nya.

Dia—juga yang lainnya—telah meriwayatkan bahwa Khidir masih tetap hidup sampai sekarang, sampai hari kiamat nanti, ada dua pendapat mengenainya. Tetapi An-Nawawi dan Ibnu Salah cenderung memilih pendapat yang mengatakan bahwa Khidir masih tetap hidup sampai sekarang. Mereka yang mengatakan bahwa dia masih hidup menyebutkan berbagai kisah dan asar dari ulama salaf dan lain-lainnya. Dan Khidir pernah disebutkan pula dalam beberapa hadis, tetapi tidak ada satu pun di antaranya yang sahih. Yang paling terkenal ialah hadis mengenai ta'ziyah atau ucapan belasungkawanya saat Nabi Saw. wafat, tetapi sanadnya daif.

Ulama lainnya dari kalangan ahli hadis dan lain-lainnya menguatkan pendapat yang bertentangan dengan pendapat di atas. Mereka berpegang kepada firman Allah Swt. yang menyebutkan:

Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu. (Al Anbiyaa:34)

Dan sabda Nabi Saw. dalam doanya saat menjelang Perang Badar:

Ya Allah, jika golongan (kaum muslim) ini binasa, Engkau tidak akan disembah lagi di bumi ini.

Tidak ada suatu riwayat pun yang menukil bahwa Khidir datang menghadap kepada Rasulullah Saw., tidak menemuinya, serta tidak pula berperang bersamanya. Seandainya Khidir benar masih hidup, tentulah dia termasuk pengikut Nabi Muhammad Saw. dan sebagai salah seorang sahabatnya, karena Nabi Saw. diutus kepada semua makhluk, baik manusia maupun jin. Dan Nabi Saw. pernah bersabda:

Seandainya Musa dan Isa masih hidup, tentulah keduanya mengikutiku.

[Barangkali hal ini merupakan salah satu dari kekeliruan yang dilakukan oleh Penulis, atau ditambahkan oleh seorang zindiq ke dalam tafsirnya. Karena sesungguhnya pendapat ini bertentangan dengan hadis mutawatir yang menyatakan, bahwa Isa kelak di akhir zaman akan turun. Untuk lebih jelasnya, silakan merujuk ke kitab aslinya (Tafsir Ibnu Kasir), mengenai penjelasan ayat 80-81 surat Ali-Imran]

Sebelum Nabi Saw. meninggal dunia beliau pernah bersabda bahwa tidak akan ada lagi seorangpun yang bersamanya di malam itu hidup di muka bumi setelah lewat seratus tahun. Dan masih banyak dalil-dalil lainnya yang semakna.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Hammam, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Sesungguhnya dia dinamakan Khidir karena bila duduk di atas rumput kering, maka dengan serta merta rumput yang didudukinya itu berubah menjadi hijau.

Yang dimaksud dengan farwah dalam hadis ini ialah rumput yang kering dan semak-semak yang telah mati. Demikianlah menurut Abdur Razzaq. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud adalah tanah yang didudukinya

Firman Allah Swt.:

Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Yakni demikianlah takwil dari hal-hal yang kamu tidak mengerti dan tidak dapat menahan diri terhadapnya sebelum kuceritakan kepadamu penjelasannya. Setelah Khidir menjelaskan kepada Musa tujuan semua perbuatannya sehingga lenyaplah kesulitan memahaminya dari Musa, ia berucap mamakai tasti’. Sedangkan sebelumnya diungkapkan dengan kata tastati’ yang menunjukkan bahwa kesulitan untuk memahami kuat dan berat, yaitu firman-Nya:

Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Al-Kahfi:78)

Maka hal yang berat diungkapkan dengan kata yang bernada berat, sedangkan hal yang ringan diungkapkan dengan kata yang ringan pula. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu:

Maka mereka tidak dapat mendakinya. (Al Kahfi:97)

Yang dimaksudkan dengan yazharuhu ialah naik ke puncaknya. Dan dalam ayat selanjutnya disebutkan:

dan mereka tidak dapat (pula) melubanginya. (Al Kahfi:97)

Yakni terlebih berat lagi untuk melubanginya, maka diungkapkanlah masing-masing dari kedua keadaan tersebut dengan bahasa yang sesuai, lafaz dan maknanya. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

Apabila dikatakan mengapa murid Nabi Musa di awal kisah disebut-sebut, kemudian dalam kisah selanjutnya tidak disebut-sebut? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa tujuan dari konteks kisah ini hanya menyangkut Musa bersama Khidir dan kejadian-kejadian yang dialami oleh keduanya, sedangkan murid Nabi Musa selalu mengikut kepada­nya. Dalam hadis-hadis yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab sahih dikatakan bahwa dia adalah Yusya' Ibnu Nun. Dialah yang menggantikan Musa a.s. sebagai nabi kaum Bani Israil sesudah Musa tiada.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

"Sedangkan dinding yang aku tegakkan dengan tidak mengharap upah," masih kata hamba saleh tadi melanjutkan, "adalah milik dua anak yatim dari penduduk kota itu. Di bawah dinding itu terdapat harta simpanan yang ditinggalkan oleh ayah mereka untuk mereka berdua. Ayah mereka adalah seorang yang saleh. Karena itu Allah ingin memelihara harta simpanan untuk kedua anak itu sampai mereka dewasa dan membutuhkannya, sebagai rahmat kepada keduanya dan penghormatan kepada ayah mereka melalui keturunannya. Apa yang telah aku lakukan itu bukanlah berdasarkan kemauanku, tapi atas dasar perintah Allah. Inilah penjelasan hal-hal yang tersembunyi bagimu, wahai Mûsâ, yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya."