Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Anfal Ayat 27

Al-Anfal Ayat ke-27 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ( الانفال : ٢٧)

yāayyuhā
يَٰٓأَيُّهَا
O you!
wahai
alladhīna
ٱلَّذِينَ
who!
orang-orang yang
āmanū
ءَامَنُوا۟
believe!
beriman
لَا
(Do) not
janganlah
takhūnū
تَخُونُوا۟
betray
kamu mengkhianati
l-laha
ٱللَّهَ
Allah
Allah
wal-rasūla
وَٱلرَّسُولَ
and the Messenger
dan Rasul
watakhūnū
وَتَخُونُوٓا۟
or betray
dan kamu mengkhianati
amānātikum
أَمَٰنَٰتِكُمْ
your trusts
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu
wa-antum
وَأَنتُمْ
while you
dan kalian
taʿlamūna
تَعْلَمُونَ
know
(kalian) mengetahui

Transliterasi Latin:

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā takhụnullāha war-rasụla wa takhụnū amānātikum wa antum ta'lamụn (QS. 8:27)

English Sahih:

O you who have believed, do not betray Allah and the Messenger or betray your trusts while you know [the consequence]. (QS. [8]Al-Anfal verse 27)

Arti / Terjemahan:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal ayat 27)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Bersyukur adalah sebuah keharusan, sebab aneka nikmat tersebut bersumber dari Allah. Tidak bersyukur berarti mengkhianati nikmat tersebut dari Pemberinya, karena itu Allah menyatakan, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati, yakni mengurangi sedikit pun hak Allah sehingga mengkufurinya atau tidak mensyukurinya, dan juga jangan mengkhianati Rasul, yakni Nabi Muhammad, tetapi penuhilah seruannya, dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu oleh siapa pun, baik amanat itu adalah amanat orang lain maupun keluarga; seperti istri dan anak, muslim atau non-muslim, sedang kamu mengetahui bahwa itu adalah amanat yang harus dijaga dan dipelihara." Segala sesuatu yang berada dalam genggaman manusia adalah amanat Allah yang harus dijaga dan dipelihara.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Abdullah bin Abi Qatadah berkata, "Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah pada ketika Rasulullah saw, mengepung suku Quraidhah dan memerintahkan mereka untuk menerima putusan Saad. Sesudah itu Quraidhah berunding dengan Abu Lubabah tentang menerima putusan Saad itu, karena keluarga Abu Lubabah dan harta bendanya berada dalam kekuasaan mereka. Kemudian Quraidhah menunjuk ke lehernya (yakni sebagai tanda untuk disembelih). Abu Lubabah berkata, "Sebelum kedua telapak kakiku bergerak, aku telah mengetahui bahwa diriku telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya." Kemudian ia bersumpah tidak akan makan apa pun sehingga ia mati, atau Allah menerima taubatnya. Kemudian ia pergi ke mesjid dan mengikat dirinya ke tiang, dan tinggal beberapa hari di sana sehingga jatuh pingsan, karena badannya sangat lemah. Kemudian Allah menerima taubatnya. Dan ia bersumpah, bahwa dia tidak boleh dilepaskan dirinya dari ikatannya selain oleh Rasulullah sendiri. Kemudian ia berkata, "Hai Rasulullah! Saya bernazar untuk melepaskan hartaku sebagai sadaqah." Rasulullah bersabda, "Cukuplah bersadaqah sepertiganya." (Riwayat Saad bin Manshur dari Abdillah bin Abi Qatadah).
Allah menyeru kaum Muslimin agar mereka tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang harus mereka laksanakan, melanggar larangan-larangan-Nya, yang telah ditentukan dengan perantaraan wahyu. Tidak mengkhianati amanat yang telah dipercayakan kepada mereka, yaitu mengkhianati segala macam urusan yang menyangkut ketertiban umat, seperti urusan pemerintahan, urusan perang, urusan perdata, urusan kemasyarakatan dan tata tertib hidup masyarakat. Untuk mengatur segala macam urusan yang ada dalam masyarakat itu diperlukan adanya peraturan yang ditaati oleh segenap anggota masyarakat dan oleh pejabat-pejabat yang dipercaya mengurusi kepentingan umat.
Peraturan-peraturan itu secara prinsip telah diberikan ketentuannya secara garis besar di dalam Al-Quran dan Hadis. Maka segenap yang berpautan dengan segala urusan kemasyarakatan itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Karenanya segenap peraturan yang menyangkut kepentingan umat tidak boleh dikhianati, dan wajib ditaati sebagaimana mestinya. Hampir seluruh kegiatan dalam masyarakat ini berhubungan dengan kepercayaan itu. Itulah sebabnya maka Allah, melarang kaum Muslimin mengkhianati amanat, karena apabila amanat sudah tidak terpelihara lagi berarti hilanglah kepercayaan. Apabila kepercayaan telah hilang maka berarti ketertiban hukum tidak akan terpelihara lagi dan ketenangan hidup bermasyarakat tidak dapat dinikmati lagi.
Allah menegaskan bahwa bahaya yang akan menimpa masyarakat lantaran mengkhianati amanat yang telah diketahui, baik bahaya yang akan menimpa mereka di dunia, yaitu merajalelanya kejahatan dan kemaksitan yang mengguncangkan hidup bermasyarakat, ataupun penyesalan yang abadi dan siksaan api neraka yang akan menimpa mereka di akhirat nanti.
Khianat adalah sifat orang-orang munafik, sedang amanah adalah sifat orang-orang mukmin. Maka orang mukmin harus menjauhi sifat khianat itu agar tidak kejangkitan penyakit nifak yang dapat mengikis habis imannya.


Anas bin Malik berkata:
"Rasulullah saw pada setiap khutbahnya selalu bersabda: "Tidak beriman orang yang tak dapat dipercaya, dan tidak beragama orang yang tak dapat dipercaya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik)

Sabda Nabi saw:
"Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila menuturkan kata-kata ia berdusta, dan apabila berjanji ia menyalahi, dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengkhianati Allah dan rasul-Nya dan) jangan pula (kalian mengkhianati amanat-amanat kalian) yakni apa-apa yang dipercayakan kepada kalian berupa agama dan hal-hal yang lain (sedangkan kalian mengetahui).

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Abdur Razzaq ibnu Abu Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir ketika Rasulullah Saw. mengutusnya kepada Bani Quraizah untuk menyampaikan pesan beliau agar mereka tunduk di bawah hukum Rasulullah Saw. Lalu orang-orang Bani Quraizah meminta saran dari Abu Lubabah mengenai hal tersebut, maka Abu Lubabah mengisyarat­kan kepada mereka dengan tangannya ke arah tenggorokannya, yang maksudnya ialah disembelih, yakni mati.

Kemudian Abu Lubabah sadar bahwa dengan perbuatannya itu berarti dia telah berbuat khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka ia bersumpah bahwa dirinya tidak akan makan hingga mati atau Allah menerima tobatnya.

Lalu Abu Lubabah pergi ke masjid Madinah dan mengikat dirinya di salah satu tiang masjid. Dia tinggal dalam keadaan demikian selama sembilan hari hingga tak sadarkan dirinya karena kepayahan. Maka Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya bahwa tobat Abu Lubabah diterima.

Kemudian orang-orang datang kepadanya menyampaikan berita gembira bahwa Allah telah menerima tobatnya. Mereka bermaksud akan melepaskan ikatannya dari tiang masjid itu, tetapi Abu Lubabah ber­sumpah bahwa jangan ada seorang pun yang melepaskannya dari tiang masjid itu selain Rasulullah Saw. dengan kedua tangannya sendiri. Akhirnya Rasulullah Saw. melepaskan ikatannya, lalu berkatalah Abu Lubabah, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernazar bahwa seluruh hartaku akan aku habiskan untuk sedekah." Maka Rasulullah Saw.bersabda :

Cukuplah bagimu dengan menyedekahkannya sepertiga darinya

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris. telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnul Haris At-Taifi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Aun As-Saqafi, dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan ter­bunuhnya Usman r.a., yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. (Al Anfaal:27), hingga akhir ayat.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Bisyr ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Muharram yang mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan Ata ibnu Abu Rabah, lalu Ata menceritakan kepadanya bahwa Jabir ibnu Abdullah pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Sufyan keluar dari Mekah (mengadakan perjalanan). Lalu Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Saw. dan menyampaikan kepadanya bahwa Abu Sufyan berada di tempat anu dan anu. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Abu Sufyan sekarang telah berada di tempat anu dan anu. Maka berangkatlah kalian untuk menyerangnya, tetapi rahasiakanlah misi kalian." Tetapi ada seorang munafik berkirim surat kepada Abu Sufyan, bahwa Muhammad sedang mencarinya, maka dia diminta waspada. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul(Nya) dan (Juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian. (Al Anfaal:27), hingga akhir ayat.

Hadis ini garib sekali, dan sanad serta teksnya masih perlu diper­timbangkan

Di dalam kitab Sahihain disebutkan kisah mengenai Hatib ibnu Abu Balta'ah, bahwa ia menulis surat kepada orang-orang Quraisy untuk memberitahukan tentang rencana Rasulullah Saw. terhadap mereka di tahun kemenangan atas kota Mekah. Maka Allah memperlihatkan hal itu kepada Rasul-Nya. Lalu Rasulullah Saw. mengirimkan suatu pasukan untuk mengejar pengirim surat tersebut, hingga surat itu berhasil dicegah dan dikembalikan, lalu Hatib dihadapkan kepada Rasulullah Saw. Dan Hatib mengakui perbuatannya itu. Saat itulah Umar ibnul Khattab bangkit, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah saya memenggal batang lehernya, karena sesungguhnya dia telah berkhianat terhadap Allah dan Rasul-Nya serta kaum mukmin?" Rasulullah Saw. bersabda:

Biarkanlah dia. karena sesungguhnya dia telah ikut dalam Perang Badar. Tahukah kamu, mudah-mudahan Allah memperhatikan ahli Badar dan Dia berfirman, "Berbuatlah sesuka kalian, sesungguh­nya Aku telah mengampuni kalian."

Menurut kami, pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa ayat ini bermakna umum, sekalipun benar bahwa ayat ini diturunkan karena latar belakang yang bersifat khusus. Menurut jumhur ulama, hal yang terpakai ialah keumuman dari makna yang dikandungnya, bukan latar belakangnya yang khusus. Perbuatan khianat bersifat umum mencakup semua dosa kecil dan dosa besar yang bersifat permanen dan yang tidak permanen.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan juga janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian. (Al Anfaal:27) Amanat artinya sesuatu yang dipercayakan oleh Allah kepada hamba-Nya, yakni hal-hal yang fardu. Dikatakan la takhunu artinya janganlah kalian merusak amanat.

Menurut riwayat lain disebutkan:

janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-(Nya).
Yang dimaksud dengan amanat ialah meninggalkan perintah-Nya dan mengerjakan kemaksiatan.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu 'janganlah kalian menampak­kan kebenaran di hadapannya yang membuatnya rela kepada kalian, kemudian kalian menentangnya dalam hati kalian dan cenderung kepada selainnya, karena sesungguhnya hal tersebut merusak amanat kalian dan merupakan suatu pengkhianatan terhadap diri kalian sendiri.

As-Saddi mengatakan, apabila mereka mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, berarti mereka mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada diri mereka. Selanjutnya ia mengatakan pula bahwa dahulu mereka mendengar pembicaraan dari Nabi Saw., lalu mereka membocorkannya kepada kaum musyrik.

Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan, Allah melarang kalian berbuat khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang munafik.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Wahai orang-orang yang beriman, percaya dan tunduklah kepada kebenaran. Allah tidak membenarkan ada orang dari kalangan kalian yang berkhianat kepada-Nya dan rasul-Nya dengan berpihak kepada penentang-penentang kebenaran itu. Atau mengkhianati orang lain dalam soal pengambilan harta rampasan perang dan berpangku tangan enggan berjihad. Dan jangan pula kalian mengkhianati amanat orang lain sedangkan kalian memahami perintah dan larangan-Nya.

Asbabun Nuzul
Surat Al-Anfal Ayat 27

Diriwayatkan oleh Said bin Manshur dan lain-lain, yang bersumber dari Abdullah bin Abi Qatadah bahwa turunnya ayat ini (al-Anfaal: 27) berkenaan dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir (seorang Muslim) yang ditanya oleh Bani Quraizhah (yang memusuhi kaum Muslimin), waktu perang Quraizhah, tentang rencana kaum Muslimin terhadap mereka. Abu Lubabah memberi isyarat dengan tangan pada lehernya (maksudnya akan dibunuh). Setelah turun ayat ini (al-Anfaal: 27), Abu Lubabah menyesali perbuatannya karena membocorkan rahasia kaum Muslimin. Ia berkata: "Teriris hatiku hingga kedua kakiku tidak dapat digerakkan, karena aku merasa telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya."

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain yang bersumber dari Jabir bin Abdillah. Sanad hadits ini sangat gharib, dan susunan bahasanya pun perlu diteliti kembali. Bahwa Abu Sufyan meninggalkan Mekah (untuk memata-matai kegiatan kaum Muslimin). Hal ini disampaikan Jibril kepada Nabi saw, Bersabdalah Rasulullah saw. kepada para shahabat: "Abu Sufyan sekarang berada di suatu tempat. Tangkaplah dan tahanlah dia." Seorang dari kaum munafikin yang mendengar perintah Rasul itu memberitahukannya dengan surat kepada Abu Sufyan agar ia berhati-hati karena Nabi Muhammad telah mengetahui maksudnya. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 27) sebagai peringatan untuk tidak berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi bahwa kaum Muslimin mendengarkan perintah Nabi saw. (yang perlu dirahasiakan), tetapi disebarkan di antara kawan-kawannya sehingga sampai pula kepada kaum musyrikin. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 27) yang menegaskan bahwa penyebaran perintah seperti itu berarti berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.