Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Ma'idah Ayat 4

Al-Ma'idah Ayat ke-4 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَآ اُحِلَّ لَهُمْۗ قُلْ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِيْنَ تُعَلِّمُوْنَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّٰهُ فَكُلُوْا مِمَّآ اَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ ( الماۤئدة : ٤)

yasalūnaka
يَسْـَٔلُونَكَ
They ask you
mereka akan bertanya kepadamu
mādhā
مَاذَآ
what
apa-apa yang
uḥilla
أُحِلَّ
(is) made lawful
dihalalkan
lahum
لَهُمْۖ
for them
bagi mereka
qul
قُلْ
Say
katakanlah
uḥilla
أُحِلَّ
"Are made lawful
dihalalkan
lakumu
لَكُمُ
for you
bagi kalian
l-ṭayibātu
ٱلطَّيِّبَٰتُۙ
the good things
yang baik-baik
wamā
وَمَا
and what
dan apa
ʿallamtum
عَلَّمْتُم
you have taught
kamu ajari
mina
مِّنَ
of
dari
l-jawāriḥi
ٱلْجَوَارِحِ
(your) hunting animals
binatang buas
mukallibīna
مُكَلِّبِينَ
ones who train animals to hunt
dengan melatih untuk berburu
tuʿallimūnahunna
تُعَلِّمُونَهُنَّ
you teach them
kamu mengajarnya
mimmā
مِمَّا
of what
dari apa/menurut apa
ʿallamakumu
عَلَّمَكُمُ
has taught you
mengajarkan kepadamu
l-lahu
ٱللَّهُۖ
Allah
Allah
fakulū
فَكُلُوا۟
So eat
maka makanlah
mimmā
مِمَّآ
of what
dari apa
amsakna
أَمْسَكْنَ
they catch
ia tangkap
ʿalaykum
عَلَيْكُمْ
for you
atas kalian
wa-udh'kurū
وَٱذْكُرُوا۟
but mention
dan sebutlah
is'ma
ٱسْمَ
(the) name
nama
l-lahi
ٱللَّهِ
(of) Allah
Allah
ʿalayhi
عَلَيْهِۖ
on it
atasnya
wa-ittaqū
وَٱتَّقُوا۟
and fear
dan bertakwalah
l-laha
ٱللَّهَۚ
Allah
Allah
inna
إِنَّ
Indeed
sesungguhnya
l-laha
ٱللَّهَ
Allah
Allah
sarīʿu
سَرِيعُ
is swift
sangat cepat
l-ḥisābi
ٱلْحِسَابِ
(in taking) account
perhitungan

Transliterasi Latin:

Yas`alụnaka māżā uḥilla lahum, qul uḥilla lakumuṭ-ṭayyibātu wa mā 'allamtum minal-jawāriḥi mukallibīna tu'allimụnahunna mimmā 'allamakumullāhu fa kulụ mimmā amsakna 'alaikum ważkurusmallāhi 'alaihi wattaqullāh, innallāha sarī'ul-ḥisāb (QS. 5:4)

English Sahih:

They ask you, [O Muhammad], what has been made lawful for them. Say, "Lawful for you are [all] good foods and [game caught by] what you have trained of hunting animals which you train as Allah has taught you. So eat of what they catch for you, and mention the name of Allah upon it, and fear Allah." Indeed, Allah is swift in account. (QS. [5]Al-Ma'idah verse 4)

Arti / Terjemahan:

Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (QS. Al-Ma'idah ayat 4)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Setelah ayat yang lalu menjelaskan makanan-makanan yang diharamkan, ayat ini menerangkan makanan-makanan yang dihalalkan. Mereka bertanya kepadamu, wahai Nabi Muhammad, apakah yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah," Yang dihalalkan bagimu adalah makanan yang baik-baik, yang sesuai dengan selera kamu selama tidak ada tuntunan agama yang melarangnya, dan buruan yang ditangkap oleh binatang pemburu, seperti anjing, singa, harimau, burung yang telah kamu latih untuk berburu, binatang yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, bukan untuk dimakan binatang pemburu itu, dan sebutlah nama Allah, sewaktu kamu melepas binatang pemburu itu. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya."  

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat ini menerangkan dua macam makanan yang dihalalkan:
1.Makanan yang baik, yaitu semua jenis makanan yang menimbulkan selera untuk memakannya dan tidak ada nas yang mengharamkannya. Adapun yang sudah ada ketentuan haramnya, maka harus dipatuhi ketentuan itu, seperti sabda Rasulullah saw:
Dari Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah saw melarang memakan setiap binatang yang bertaring dari binatang buas dan setiap yang berkuku tajam dari unggas." (Riwayat Ahmad, Muslim, dan Ashabus-Sunan).

2.Binatang buruan yang ditangkap oleh binatang-binatang pemburu yang terlatih sehingga buruannya langsung dibawa kepada tuannya dan tidak akan dimakannya kecuali kalau diberi oleh tuannya. Apabila binatang pemburu itu memakan buruannya lebih dulu, sebelum diberikan oleh tuannya, maka buruannya itu haram dimakan seperti haramnya bangkai.
Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa hasil buruan binatang yang terlatih itu boleh dimakan apabila pada saat melepaskan binatang, si pemburu membaca basmalah. Hukum membaca basmalah itu wajib menurut sebagian ulama seperti Abu Hanifah, menurut Imam Syafii hukumnya sunah.
Kemudian akhir ayat ini menerangkan supaya tetap bertakwa, yaitu mematuhi semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, karena Allah sangat cepat menghitung semua amal hamba-Nya tanpa ada yang tertinggal dan tersembunyi bagi-Nya.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Mereka menanyakan kepadamu) hai Muhammad (Apakah yang dihalalkan bagi mereka) di antara makanan. (Katakanlah, "Dihalalkan bagimu yang baik-baik) yang enak-enak atau yang halal (dan) hasil buruan (dari binatang-binatang buas yang telah kamu ajar) seperti anjing, serigala dan burung (dengan melatihnya berburu) hal dari kallabtal kalba pakai tasydid pada lam; artinya biasa kamu lepas berburu (kamu ajar mereka itu) hal dari dhamir mukallibiina; artinya kamu latih mereka itu (menurut apa yang diajarkan Allah kepadamu) tentang cara berburu (maka makanlah apa-apa yang ditangkapnya untukmu) mereka membunuh buruan tanpa memakannya. Berbeda halnya dengan yang tidak terlatih, maka tangkapannya itu tidak halal. Sebagai ciri-cirinya bila dilepas ia berangkat dan bila dicegah ia berhenti serta ditahannya buruan itu dan tidak dimakannya. Sekurang-kurangnya untuk mengetahui hal itu dibutuhkan pengamatan sebanyak tiga kali. Jika buruan itu dimakannya, berarti tidak ditangkapnya untuk tuannya, maka tidak halal dimakan sebagaimana tercantum dalam kedua hadis sahih Bukhari dan Muslim. Dalam hadis itu juga disebutkan bahwa hasil panahan jika dilepas dengan menyebut nama Allah, maka sama dengan hasil buruan dari binatang pemburu yang telah dilatih. (Dan sebutlah nama Allah atasnya) ketika melepasnya (serta bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.")

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Setelah Allah menyebutkan hal-hal yang diharamkan-Nya pada ayat sebelumnya, yaitu berupa segala sesuatu yang buruk lagi membahaya­kan tubuh atau agama, atau kedua-duanya (tubuh dan agama) orang yang bersangkutan, dan Allah mcngccualikan apa-apa yang dikccuali-kan-Nya bila keadaan darurat. Seperti yang disebut di dalam firman-Nya:

padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang terpak­sa kalian memakannya. (Al An'am:119)

Firman Allah Swt.:

Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik."

Perihalnya sama dengan apa yang disebut di dalam surat Al-A'raf dalam kaitan menyebutkan sifat Nabi Muhammad Saw., bahwa Allah menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka yang buruk-buruk.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ala ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Addi ibnu Hatim dan Zaid ibnu Muhalhal yang kedua­nya berasal dari Tai bertanya kepada Rasulullah Saw. Untuk itu me­reka berdua berkata, "Wahai Rasulullah, Allah telah mengharamkan bangkai, apakah yang dihalalkan bagi kami darinya?" Maka turunlah firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu.”Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." (Al Maidah:4)

Menurut Sa'id, makna yang dimaksud ialah sembelihan yang halal lagi baik untuk mereka. Menurut Muqatil, yang dimaksud dengan tayyibat ialah segala sesuatu yang dihalalkan untuk mereka memper­olehnya, berupa berbagai macam rezeki.

Az-Zuhri pernah ditanya mengenai meminum air seni untuk ber­obat, maka ia menjawab, "Air seni bukan termasuk tayyibat." Demi­kianlah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Wahb mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya me­ngenai menjual burung pemangsa, ia menjawab bahwa burung itu bu­kan termasuk burung yang halal.

Firman Allah Swt.:

...dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kali­an ajar dengan melatihnya untuk berburu.

Yaitu dihalalkan bagi kalian hewan-hewan sembelihan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, rezeki-rezeki yang baik, dihalal­kan pula bagi kalian hewan yang kalian tangkap melalui binatang pemburu, seperti anjing pemburu, macan tutul pemburu, burung falcon (elang), dan lain-lainnya yang serupa. Sebagaimana yang dikata­kan oleh mazhab jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi'in, dan para imam. Di antara mereka yang mengatakan demikian ialah Ali ib­nu Abu Talhah yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan de­ngan makna firman-Nya:

...Dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kali­an ajar dengan melatihnya untuk berburu.

Hewan-hewan tersebut adalah anjing-anjing pemburu yang telah di­latih, dan burung elang serta burung pemangsa lainnya yang telah di­latih untuk berburu. Kesimpulannya ialah jawarih artinya hewan-he­wan pemangsa, seperti anjing, macan tutul, burung elang, dan lain sebagainya yang serupa.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Ju­bair hal yang semisal. Ibnu Jarir menukilnya dari Ad-Dahhak dan As-Saddi. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, te­lah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa hewan yang diburu oleh burung pemangsa dan lain-lainnya termasuk ke dalam jenis burung pemburu, maka apa yang kamu jumpai adalah untukmu dan apa yang tidak sempat kamu temui janganlah kamu memakannya.

Menurut kami, apa yang diriwayatkan dari jumhur ulama yaitu bahwa berburu dengan burung pemangsa sama dengan memakai an­jing pemburu, karena burung pemburu menangkap mangsanya dengan cakarnya, sama halnya dengan anjing sehingga tidak ada bedanya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam yang empat dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir yang menguatkannya dengan hadis yang diriwayatkan:

dari Hannad, telah menceritakan ke­pada kami Isa ibnu Yunus, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan hadis berikut: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang tangkapan burung elang, maka beliau Saw. menjawab, "Apa yang ditangkap untukmu, makanlah."

Imam Ahmad mengecualikan berburu dengan memakai anjing hitam, karena menurut Imam Ahmad anjing hitam termasuk hewan yang wa­jib dibunuh dan tidak boleh dipelihara.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Abu Bakar, bahwa Rasulul­lah Saw. pernah bersabda:

"Keledai, wanita, dan anjing hitam dapat memutuskan salat." Lalu aku (Abu Bakar) bertanya, "Apakah bedanya antara anjing merah dan anjing hitam?" Rasulullah Saw. menjawab, "Anjing hitam adalah setan."

Di dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah meme­rintahkan membunuh anjing, kemudian beliau Saw. bersabda:

Apakah gerangan yang menimpa mereka dan anjing-anjing itu, bunuhlah oleh kalian setiap anjing yang hitam pekat dari anjing-anjing itu.

Hewan-hewan yang biasa dipakai berburu itu dinamakan jawarih, berasal dari kata al-jurh yang artinya al-kasbu (penghasilan), seperti yang dikatakan oleh orang-orang Arab Fulanun jaraha ahlahu khairan," yang artinya: si Fulan menghasilkan kebaikan bagi keluarganya. Mereka mengatakan, "Fulanun la jariha lah,'"' yang artinya: si Fulan tidak mempunyai penghasilan (mata pencaharian).

Allah Swt. telah berfirman:

Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari. (Al An'am:60)

Yakni mengetahui apa yang kalian hasilkan berupa kebaikan dan ke­burukan.

Mengenai penyebab turunnya ayat ini disebutkan oleh sebuah ha­dis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim:

telah mencerita­kan kepada kami Hajjaj ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Habbab, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Aban ibnu Saleh, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Salma Ummu Rafi’, dari Abu Rafi' maula Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan un­tuk membunuh anjing-anjing (hitam), maka anjing-anjing itu dibunuh. Lalu orang-orang datang kepadanya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, mana sajakah yang dihalalkan dari jenis ini yang engkau perintahkan agar dibunuh?" Rasulullah Saw. diam, dan Allah menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi me­reka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik, dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu" (Al Maidah:4), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. bersabda: Apabila seseorang lelaki melepaskan anjing (pemburu)nya. lalu ia mengucapkan tasmiyah (bismillah) dan anjing itu menangkap buruan untuknya, maka hendaklah ia memakannya selagi anjing itu tidak memakannya.

Masih dalam bab yang sama:

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Zaid ibnul Habbab berikut sanadnya, dari Abu Rafi' yang menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw,, lalu meminta izin untuk masuk. Ia diizinkan masuk (tetapi tidak mau juga masuki, maka Nabi Saw. bersabda, "Saya telah memberimu izin ma­suk, wahai utusan Allah." Malaikat Jibril menjawab, "Tetapi kami (para malaikat) tidak mau masuk ke dalam suatu rumah yang ada anjingnnya." Abu Rafi" mengatakan, "Lalu Nabi Saw. memerintahkan kepada­ku membunuh semua anjing yang ada di Madinah, hingga aku sampai pada seorang wanita yang memiliki seekor anjing. Saat itu anjingnya sedang menggonggong, maka wanita itu meninggalkan anjingnya ka­rena tidak tega melihatnya dibunuh. Kemudian aku (Abu Rafi') datang kepada Rasulullah Saw. dan kuceritakan hal itu kepadanya, tetapi beliau Saw. tetap memerintah­kan kepadaku untuk membunuhnya. Maka aku kembali lagi kepada wanita itu dan membunuh anjingnya." Kemudian mereka datang dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apa sajakah yang dihalalkan bagi kami dari jenis hewan ini yang engkau perintahkan agar semuanya dibunuh?" Rasulullah Saw. diam, dan Allah menurunkan firman-Nya:

Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik dan (binatang buruan yang ditangkap) oleh binatang pemangsa yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu."

Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh dengan lafaz yang sama, dan Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi ke­duanya tidak mengetengahkannya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah mencerita­kan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Ikrimah, bahwa Rasu­lullah Saw. mengutus Abu Rafi' untuk membunuh semua anjing hing­ga sampai di Awali (daerah Madinah yang tinggi). Maka datanglah Asim ibnu Addi, Sa'd ibnu Ktiais'amah dan Uwaim ibnu Sa'idah, lalu mereka bertanya, "Apakah yang dihalalkan bagi kami, wahai Rasulul­lah?" Maka turunlah ayat ini.

Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Sammak, dari Ik­rimah, dan hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dalam penyebab turunnya ayat ini, yaitu berkenaan dengan pembunuhan terhadap anjing.

Firman Allah Swt.:

...dengan melatihnya untuk berburu.

Lafaz ayat ini dapat dikatakan sebagai hal dari damir yang terkan­dung di dalam firman-Nya:

...yang telah kalian ajari

Dengan demikian, berarti ia menjadi hal dari fa'il. Dapat pula diarti­kan sebagai hal dari maf'ul yaitu lafaz al-jawarih. yakni binatang pemangsa yang telah kalian ajari saat kalian menggunakannya untuk menerkam hewan buruan kalian. Pengertian ini menunjukkan bahwa hewan pemburu tersebut membunuh mangsanya dengan taring dan cakar kukunya. Dalam keadaan demikian, berarti dapat disimpulkan bahwa hewan pemburu bila membunuh binatang buruannya dengan menabraknya atau menindihinya dengan berat tubuhnya, hukumnya tidak halal, seperti yang dikatakan oleh salah satu pendapat dari Imam Syafii dan segolongan ulama. Karena itulah dalam ayat Selanjutnya disebutkan:

kalian mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah ke­pada kalian. (Al Maidah:4)

Dengan kata lain, apabila dilepaskan oleh tuannya, ia langsung mem­buru mangsanya, dan apabila diperintahkan untuk mengintipnya sebelum menerkamnya, maka ia menuruti tuannya, apabila menangkap hewan buruannya, ia menahan dirinya untuk tuannya hingga tuannya datang kepadanya, dan ia tidak berani menangkapnya, lalu ia makan sendiri. Karena itulah disebutkan oleh firman Allah Swt selanjutnya:

Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).

Bilamana binatang pemburu telah diajari dan menangkap mangsanya untuk tuannya, sedangkan si tuan telah membaca asma Allah ketika melepasnya, maka hewan buruan itu halal, sekalipun telah dibunuh­nya, menurut kesepakatan ulama.

Di dalam sunnah terdapat keterangan yang menunjukkan penger­tian yang sama dengan makna ayat ini, seperti yang disebut di dalam kitab Sahihain dari Addi ibnu Hatim yang telah menceritakan:

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melepaskan anjing pemburu yang telah dilatih dan aku menyebutkan asma Allah." Rasulullah Saw. menjawab, "Apabila kamu melepaskan anjing terlatihmu dan kamu sebut asma Allah, maka makanlah selagi anjingmu itu menangkap hewan buruan untukmu.”Aku ber­tanya, "Sekalipun hewan buruan itu telah dibunuhnya?" Rasu­lullah Saw. bersabda, "Sekalipun telah dibunuhnya selagi tidak ditemani oleh anjing lain yang bukan dari anjing-anjingmu, karena sesungguhnya kamu hanya membaca tasmiyah untuk an­jingmu, bukan membacanya untuk anjing lain." Aku bertanya ke­padanya, "Sesungguhnya aku melempar hewan buruan dengan tombak dan mengenainya." Rasulullah Saw. menjawab, "Jika kamu melemparnya dengan tombak dan tombak itu menembus tubuhnya, maka makanlah. Tetapi jika yang mengenainya ialah bagian sampingnya (tengahnya), sesungguhnya hewan buruan itu mati karena terpukul, jangan kamu makan."

Menurut lafaz lain yang juga dari keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) disebutkan seperti berikut:

Jika kamu melepaskan anjing pemburumu, bacalah asma Allah, dan jika ia menangkap hewan buruannya untukmu, lalu kamu jumpai masih hidup, sembelihlah hewan buruan itu. Jika kamu menjumpainya telah mati dan anjingmu tidak memakannya, ma­kanlah, karena sesungguhnya terkaman anjingmu itu merupakan sembelihannya.

Menurut riwayat lain yang ada pada Imam Bukhari dan Imam Mus­lim disebutkan seperti berikut:

Dan jika anjingmu itu memakannya, maka janganlah kamu ma­kan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjingmu itu menangkapnya untuk dirinya sendiri.

Inilah yang dijadikan dalil oleh jumhur ulama, dan hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Syafii menurut qaul yang sahih. Yaitu apabila anjing pemburu memakan sebagian dari hewan buruannya, maka hewan buruan itu haram secara mutlak. Dalam hal ini mereka tidak memberikan keterangan yang rinci, sama dengan makna yang ada da­lam hadis.

Tetapi diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf bahwa mereka mengatakan tidak haram sama sekali.

Asar-asar yang menyangkut masalah ini

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad dan Waki’, dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Salman Al-Farisi pernah mengatakan, "Makanlah, sekalipun anjing pemburu itu memakan dua pertiga hewan buruannya," bilamana memang anjing itu memakan sebagian darinya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Abu Arubah dan Umar ibnu Amir dari Qatadah. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Muhammad ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Mujahid ibnu Musa, dari Yazid, dari Humaid, dari Bakar ibnu Abdullah Al-Muzanni dan Al-Qasim, bahwa Salman pernah mengatakan, "Apabila anjing pemburu mema­kannya, kamu boleh memakannya, sekalipun ia memakan dua pertiga­nya"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Makhramah ibnu Bukair, dari ayahnya, dari Humaid ibnu Malik ibnu Khaisam Ad-Du-ali, bahwa ia pernah ber­tanya kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas tentang hewan buruan yang dimakan sebagiannya oleh anjing pemburu. Maka Sa'd ibnu Abu Waqqas men­jawab, "Makanlah olehmu, sekalipun tiada yang tersisa darinya ke­cuali hanya sepotong daging."

Syu'bah meriwayatkannya dari Abdu Rabbih ibnu Sa'id, dari Bukair ibnul Asyaj, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan, "Makanlah (hewan buruan itu), sekalipun anjing pemburu telah memakan dua pertiganya."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah mence­ritakan kepada kami Daud, dari Amir ibnu Abu Hurairah yang me­ngatakan, "Apabila kamu melepas anjing pemburumu, lalu anjing pemburumu memakan sebagian dari hewan tangkapannya, maka ka­mu tetap boleh memakannya, sekalipun anjing pemburu telah mema­kan dua pertiganya dan yang tersisa adalah sepertiganya."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, bahwa ia pernah mendengar Abdullah, dan telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidil­lah ibnu Umar, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar yang mengata­kan, "Apabila kamu melepas anjing terlatihmu dan kamu sebutkan nama Allah (ketika melepaskannya), maka makanlah olehmu selagi anjing itu menangkap buruannya untukmu, baik ia memakannya atau­pun tidak memakannya,"

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ubaidillah ibnu Umar dan ibnu Abu Zi-b serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Nafi’.

Asar-asar di atas terbukti bersumber dari Salman, Sa'd ibnu Abu Waqqas, Abu Hurairah, dan Ibnu Umar. Hal yang sama diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Abbas. Tetapi menurut asar yang dari Ata dan Al-Hasan Al-Basri, masalah ini masih diperselisihkan. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Az-Zuhri, Rabi'ah, dan Imam Malik. Imam Syafii menurut qaul qadim-nya. mengatakan masalah ini, tetapi dalam qaul jadid-nya. hanya mengisyaratkannya saja.

Telah diriwayatkan melalui jalur Salman Al-Farisi secara marfu'. Untuk itu Ibnu Jarir mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Musa Al-Lahuni, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Dinar (yaitu At-Taji), dari Abu Iyas Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman Al-Farisi. dari Rasulul­lah Saw. yang telah bersabda: Apabila seseorang lelaki melepaskan anjingnya terhadap hewan buruan, lalu dapat ditangkapnya dan dimakan sebagiannya. ma­ka hendaklah dia memakan yang sisanya.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa dalam sanad hadis ini masih perlu ada yang dipertimbangkan. Sa'id tidak dikenal pernah mendengar dari Salman Al-Farisi, tetapi orang-orang yang siqah meriwayatkannya dari kalam yang tidak marfu'.

Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini memang benar, tetapi diri­wayatkan makna yang sama secara marfu' melalui jalur-jalur lainnya.

Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu­hammad ibnu Minhal Ad-Darir (yang tuna netra), telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Habib Al-Mu’allim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakek­nya, bahwa seorang Badui yang dikenal dengan nama Abu Sa'labah pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai anjing yang terlatih untuk berburu, maka berilah aku fatwa mengenai hasil buruannya." Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Jika kamu mempunyai anjing yang terlatih, maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu. Abu Sa'labah bertanya lagi, "Baik sempat disembelih, tidak sempat disembelih, dan sekalipun anjing itu memakan sebagiannya." Nabi Saw. menjawab: Ya, sekalipun anjing itu memakan sebagiannya. Abu Sa'labah bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, berilah aku fatwa mengenai berburu dengan panahku." Rasulullah Saw. menjawab: Makanlah apa yang dihasilkan oleh anak panahmu. Abu Sa'labah berkata, "Baik dalam keadaan sempat disembelih atau­pun tidak sempat disembelih?" Nabi Saw. bersabda: Dan sekalipun hilang dari pencarianmu selagi masih belum membusuk atau kamu menemukan padanya bekas anak panah se­lain anak panahmu. Abu Sa'labah bertanya, "Berilah daku fatwa mengenai wadah milik orang-orang Majusi jika kami terpaksa memakainya." Nabi Saw. ber­sabda: Cucilah terlebih dahulu, lalu makanlah padanya.

Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh Imam Abu Daud.

Imam Nasai mengetengahkannya —demikian pula Imam Abu Daud— melalui jalur Yunus ibnu Saif, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Sa'labah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Apabila kamu melepaskan anjingmu dan kamu sebutkan nama Allah, maka makanlah, sekalipun anjingmu telah memakan se­bagiannya, dan makan pulalah apa yang berhasil kamu tarik de­ngan tanganmu.

Sanad kedua hadis ini jayyid (baik).

As-Sauri meriwayatkan dari Sammak ibnu Harb, dari Addi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Apa yang ditangkap oleh anjing terlatihmu untuk kamu, makan- Abu Salabah bertanya, "Sekalipun anjing itu memakannya?" Nabi Saw menjawab.”Ya."

Abdul Malik ibnu Habib meriwayatkan, telah menceritakan ke­pada kami Asad ibnu Musa, dari Ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi, dari Addi hal yang semisal.

Semua asar yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa dimaafkan memakan hasil buruan anjing pem­buru, sekalipun anjing telah memakan sebagiannya.

Asar-asar ini dijadikan dalil oleh orang-orang yang berpendapat tidak haram hasil buruan yang dimakan oleh anjing pemburunya atau hewan pemburu lainnya, seperti dalam keterangan di atas dari orang-orang yang kami ketengahkan pendapatnya.

Tetapi ulama lainnya bersikap pertengahan. Untuk itu mereka mengatakan, "Jika anjing pemburu memakan hewan tangkapannya se­habis menangkapnya, maka hal ini diharamkan," karena berdasarkan hadis Addi ibnu Hatim yang disebutkan di atas, juga karena Illat (pe­nyebab) yang diisyaratkan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya:

Dan jika anjingmu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjingmu itu me­nangkapnya untuk dirinya sendiri.

Jika anjing tersebut menangkapnya, kemudian menunggu-nunggu tuannya dan tidak kunjung datang, hingga ia lama menunggu dan lapar, lalu ia makan sebagian tangkapannya karena lapar. Maka dalam keadaan seperti ini tidak mempengaruhi kehalalannya, dan bukan ter­masuk yang diharamkan. Mereka mendasari pendapatnya dengan ha­dis Abu Sa'labah Al-Khusyani. Pemisahan atau rincian ini dinilai cu­kup baik, menggabungkan makna di antara kedua hadis yang sahih tadi. Sehingga Al-Ustaz Abul Ma'ali Al-Juwaini dalam kitab Nihayah-nya mengatakan, "Seandainya saja masalah ini dirincikan secara mendetail seperti ini." Memang Allah telah mengabulkan apa yang dicita-citakannya. Pendapat yang rinci ini ternyata dikatakan oleh se­jumlah sahabat.

Ulama lainnya sehubungan dengan masalah ini mempunyai pen­dapat yang keempat, yaitu memisahkan antara anjing pemburu yang memakan, hukumnya haram berdasarkan hadis Addi ibnu Hatim, dan antara burung pemangsa dan lain-lainnya yang sejenis yang makan, hukumnya tidak haram, karena burung tidak dapat diajari dan tidak akan mengerti kecuali hanya memakan hewan buruannya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ku­raib, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Hammad, dari Ibrahim, dari Ibnu Abbas, bahwa ia mengatakan sehubungan de­ngan masalah burung pemburu yang dilepaskan untuk memburu buru­annya, ternyata ia membunuhnya, maka hasil buruannya boleh dima­kan. Sesungguhnya anjing itu jika kamu pukul, maka ia tidak mau memakannya, tetapi mengajari burung pemburu untuk kembali kepa­da pemiliknya (tuannya) bukan dengan cara memukulnya. Karena itu, bila burung pemburu memakan sebagian dari tangkapannya dan telah mencabuti bulu hewan buruannya, maka hewan buruannya masih bo­leh dimakan. Demikianlah menurut pendapat Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, dan Hammad ibnu Abu Sulaiman.

Mereka mengatakan demikian berdalilkan sebuah hadis yang di­riwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, yaitu:

telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulul­lah Saw.,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan memakai anjing dan elang pemburu, apa­kah yang dihalalkan untuk kami darinya?" Rasulullah Saw. menja­wab: Dihalalkan bagi kalian buruan yang ditangkap oleh binatang pe­mangsa yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berbu­ru: kalian mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kalian. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya un­tuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang pemangsa itu (waktu melepasnya). Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Dan anjing pemburu yang kamu lepaskan dengan menyebut nama Allah atas anjing itu (ketika melepasnya), maka makanlah olehmu hewan tangkapannya yang ditangkap untukmu. Aku (Addi ibnu Hatim) bertanya, "Sekalipun hewan tangkapannya itu telah membunuhnya." Rasulullah Saw. bersabda: Sekalipun telah membunuhnya selagi ia tidak memakannya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika anjing-anjing kami dicampur dengan anjing-anjing lainnya (dalam perburuan itu)?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Jangan kamu makan (hasil tangkapannya) sebelum kamu menge­tahui bahwa anjingmulah yang menangkapnya. Aku bertanya, "Sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan memakai anak panah, maka apakah yang dihalalkan bagi kami?" Rasulullah Saw. menjawab: Selagi kamu membacakan nama Allah atasnya dan panahmu me­nembusnya, maka makanlah.

Segi penyimpulan dalil yang dilakukan oleh mereka ialah bahwa da­lam berburu disyaratkan memakai anjing pemburu, hendaknya anjing tidak memakan hasil tangkapannya, hal ini tidak disyaratkan dalam berburu memakai burung elang. Hal ini menunjukkan adanya per­bedaan di antara keduanya dalam masalah hukum.

Firman Allah Swt.:

Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).

Membaca bismillah dilakukan sewaktu melepasnya, seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada Addi ibnu Hatim melalui sabdanya, yaitu:

Apabila kamu lepas anjing terlatihmu dan kamu sebut asma Allah, maka makanlan apa yang ditangkapnya untukmu.

Di dalam hadis Abu Sa'labah yang diketengahkan di dalam kitab Sahihain disebutkan pula:

Apabila kamu melepas anjingmu, maka sebutlah asma Allah, dan apabila kamu melepas anak panahmu, sebutlah asma Allah.

Karena itulah sebagian dari para imam —seperti Imam Ahmad— me­nurut pendapat yang masyhur darinya mensyaratkan bacaan tasmiyah (bismillah) waktu melepas anjing pemburu dan anak panahnya, berda­sarkan ayat dan hadis ini. Pendapat yang sama dikatakan oleh jumhur ulama menurut qaul yang masyhur dari mereka, yaitu makna yang di­maksud dari ayat ini ialah perintah membaca bismillah sewaktu melepasnya. Demikianlah menurut As-Saddi dan lain-lainnya.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepas­nya). (Al-Maidah, 4), Bahwa apabila kamu melepas hewan pemangsamu, ucapkanlah bis­millah. Tetapi jika kamu lupa membacanya, maka tidak ada dosa atas dirimu (tidak apa-apa).

Sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari ayat ini ialah perintah membaca bismillah sewaktu hendak makan. Seperti yang disebutkan di dalam hadis Sahihain,

bahwa Rasulullah Saw. mengajari anak tirinya, yaitu Umar ibnu Abu Salamah. Untuk itu beliau Saw. bersabda: Sebutlah asma Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah (makanan) yang dekat denganmu.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:

dari Siti Aisyah r.a bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada suatu kaum yang baru masuk Islam datang kepada kami dengan membawa dua jenis daging, tanpa kami ketahui apakah mereka menyebut nama Allah (ketika menyembelihnya) atau tidak." Rasulullah Saw. bersab­da: Sebutlah nama Allah oleh kalian sendiri, lalu makanlah.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Badil, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. makan bersama enam orang sahabat­nya, lalu datanglah seorang Arab Badui yang langsung ikut makan se­banyak dua suap. Maka Nabi Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya andaikata dia membaca nama Allah, nis­caya makanan ini cukup buat kalian. Maka apabila seseorang di antara kalian memakan makanan, hendaklah ia menyebut nama Allah. Jika ia lupa menyebut nama Allah pada permulaannya, hendaklah ia membaca, "Bismillahi awwalahu wa akhirahu" (Dengan menyebut asma Allah pada permulaan dan akhirnya).

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yazid ibnu Harun dengan lafaz yang sama.

Hadis ini munqati' (terputus) antara Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dan Siti Aisyah, karena sesungguhnya dia belum pernah men­dengar dari Siti Aisyah hadis ini. Sebagai buktinya ialah sebuah riwa­yat yang diketengahkan oleh Imam Ahmad.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan ke­pada kami Hisyam (yakni Ibnu Abu Abdullah Ad-Dustuwai'), dari Badil, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, bahwa ada seorang wa­nita dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Ummu Kalsum telah menceritakan kepadanya dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. makan bersama enam orang sahabatnya. Lalu datanglah seorang Arab Badui yang sedang lapar, maka orang Badui itu langsung ikut makan sebanyak dua suap. Nabi Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya andaikata dia menyebut nama Allah, nis­caya (makanan ini) cukup bagi kalian. Karena itu, apabila sese­orang di antara kalian makan, hendaklah terlebih dahulu menye­ru: nama Allah. Dan jika ia lupa menyebut-Nya pada permulaan makan, hendaklah ia mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah pada permulaan makan dan akhirnya."

Hadis diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi. dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Hisyam Ad-Dustuwai' dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bah­wa hadis ini hasan sahih.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Dikatakan bahwa te­lah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Subh, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna ibnu Abdur Rahman Al-Khuza'i yang berguru kepada Wasit. Dia selalu meng­ucapkan bismillah pada permulaan makan, dan pada akhir suapannya dia mengucapkan bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan menye­but nama Allah pada permulaan makan dan kesudahannya). Maka aku (Jabir ibnu Subh) bertanya kepadanya.”Sesungguhnya kamu mem­baca bismillah pada permulaan makanmu, tetapi mengapa engkau se­sudah makan mengucapkan kalimat bismillahi awwalahu wa akhira­hu?" Al-Musanna ibnu Abdur Rahman menjawab, "Aku akan men­ceritakan kepadamu bahwa kakekku (yaitu Umayyah ibnu Makhsyi, salah seorang sahabat Nabi Saw.) pernah kudengar menceritakan ha­dis berikut, bahwa ada seorang lelaki sedang makan, ketika itu Nabi Saw. melihatnya, dan lelaki itu tidak membaca bismillah, hingga pada akhir suapannya dia baru mengucapkan, "Dengan nama Allah pada permulaan makan dan kesudahannya. Maka Nabi Saw. bersabda: 'Demi Allah, setan masih terus makan bersamanya hingga ia membaca tasmiyah (bismillah). maka tidak ada suatu makanan pun yang ada dalam perut setan me

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Orang-orang Mukmin bertanya kepadamu, Muhammad, mengenai makanan dan lain-lain yang dihalalkan untuk mereka. Katakan kepada mereka, "Allah menghalalkan semua yang baik menurut akal yang sehat, dan hewan buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kalian latih sesuai dengan apa yang diajarkan Allah kepada kalian. Makanlah dari apa yang ditangkap oleh binatang itu untuk kalian, dan sebutlah nama Allah ketika menyembelihnya. Bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan apa yang disyariatkan kepada kalian dan jangan melanggar perintah-Nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.

Asbabun Nuzul
Surat Al-Ma'idah Ayat 4

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani, al-Hakim, al-Baihaqi, dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Rafi bahwa Jibril datang kepada Nabi saw. dan meminta izin untuk masuk. Nabi saw. mempersilakannya. Namun Jibril tidak segera masuk, sehingga beliau pergi keluar menyambutnya. Ternyata Jibril sedang berdiri di pintu. Jibril berkata: "Saya telah meminta izin kepada tuan." Rasulullah membenarkannya. Lalu Jibril berkata: "Akan tetapi kami tidak mau masuk rumah yang ada gambar dan anjing." Berkenaan dengan peristiwa itu, Rasulullah saw. mendapat laporan bahwa di sebagian rumah para shahabat terdapat anjing. Setelah itu Rasulullah memerintahkan Abu Rafi untuk tidak membiarkan seekor anjing pun hidup di Madinah. Para shahabat datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya: "Apa yang halal bagi kami dari hewan-hewan yang engkau perintahkan membunuhnya." Maka turunlah ayat ini (an-Maa-idah: 4) yang menerangkan bahwa yang halal itu adalah yang baik.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ikrimah bahwa Rasulullah saw. mengutus Abu Rafi untuk membunuh semua anjing, sampai ke kampung-kampung. Maka datanglah Ashim bin Adi, Sad bin Hatsamah, dan Uwaimir bin Saidah menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: "Apa yang dihalalkan bagi kami?" Maka turunlah ayat ini (al-Maa-idah: 4) sebagai jawabannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin Kab al-Qurazhi bahwa Rasulullah memerintahkan membunuh anjing-anjing. Para shahabat bertanya: "Yaa Rasulallah, apa yang halal bagi kami dari hewan ini?" Maka turunlah ayat ini (al-Maa-dah: 4) sebagai jawabannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari asy-Syubi yang bersumber dari Adi bin Hatim ath-Tha-iy bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hukum berburu dengan anjing. Rasulullah tidak mengetahui bagaimana harus menjawabnya. Maka turunlah ayat ini (al-Maa-idah: 4) yang menetapkan hukum berburu dengan hewan yang telah diajari berburu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Said bin Jubair bahwa Adi bin Hatim ath-Tha-iy dan Zaid bin al-Muhalhal ath-Tha-iy bertanya kepada Rasulullah saw.: "Kami tukang berburu dengan anjing, dan anjing suku Dzarih pandai berburu sapi, keledai, dan kijang. Sedang Allah telah mengharamkan bangkai. Apa yang halal bagi kami dari hasil buruan itu?" Maka turunlah ayat ini (al-Maa-idah: 4) yang menegaskan hukum hasil buruan.