Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Ma'idah Ayat 106

Al-Ma'idah Ayat ke-106 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِيْنَ الْوَصِيَّةِ اثْنٰنِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ اَوْ اٰخَرٰنِ مِنْ غَيْرِكُمْ اِنْ اَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ تَحْبِسُوْنَهُمَا مِنْۢ بَعْدِ الصَّلٰوةِ فَيُقْسِمٰنِ بِاللّٰهِ اِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِيْ بِهٖ ثَمَنًا وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللّٰهِ اِنَّآ اِذًا لَّمِنَ الْاٰثِمِيْنَ ( الماۤئدة : ١٠٦)

yāayyuhā
يَٰٓأَيُّهَا
O you
wahai
alladhīna
ٱلَّذِينَ
who
orang-orang yang
āmanū
ءَامَنُوا۟
believe!
beriman
shahādatu
شَهَٰدَةُ
(Take) testimony
penyaksian
baynikum
بَيْنِكُمْ
among you
diantara kamu
idhā
إِذَا
when
apabila
ḥaḍara
حَضَرَ
approaches
datang/menghadapi
aḥadakumu
أَحَدَكُمُ
one of you
salah seorang kamu
l-mawtu
ٱلْمَوْتُ
[the] death
kematian
ḥīna
حِينَ
(at the) time (of making)
ketika
l-waṣiyati
ٱلْوَصِيَّةِ
[the] a will
berwasiat
ith'nāni
ٱثْنَانِ
two
dua orang
dhawā
ذَوَا
men
mempunyai
ʿadlin
عَدْلٍ
just
keadilan
minkum
مِّنكُمْ
among you
diantara kamu
aw
أَوْ
or
atau
ākharāni
ءَاخَرَانِ
two others
dua orang lain
min
مِنْ
from
dari
ghayrikum
غَيْرِكُمْ
other than you
selain kamu
in
إِنْ
if
jika
antum
أَنتُمْ
you
kamu
ḍarabtum
ضَرَبْتُمْ
(are) travel(ing)
kamu bepergian
فِى
in
di
l-arḍi
ٱلْأَرْضِ
the earth
bumi
fa-aṣābatkum
فَأَصَٰبَتْكُم
then befalls you
maka/lalu menimpa kamu
muṣībatu
مُّصِيبَةُ
calamity
bencana
l-mawti
ٱلْمَوْتِۚ
(of) [the] death
kematian
taḥbisūnahumā
تَحْبِسُونَهُمَا
Detain both of them
kamu menahan keduanya
min
مِنۢ
from
dari
baʿdi
بَعْدِ
after
sesudah
l-ṣalati
ٱلصَّلَوٰةِ
the prayer
sholat
fayuq'simāni
فَيُقْسِمَانِ
and let them both swear
maka/lalu keduanya bersumpah
bil-lahi
بِٱللَّهِ
by Allah
dengan (nama) Allah
ini
إِنِ
if
jika
ir'tabtum
ٱرْتَبْتُمْ
you doubt
kamu ragu-ragu
لَا
"Not
tidak
nashtarī
نَشْتَرِى
"we will exchange
kami membeli
bihi
بِهِۦ
it for
dengannya
thamanan
ثَمَنًا
a price
harga
walaw
وَلَوْ
even if
walaupun
kāna
كَانَ
he is
adalah
dhā
ذَا
(of)
memiliki
qur'bā
قُرْبَىٰۙ
a near relative
kerabat
walā
وَلَا
and not
dan tidak
naktumu
نَكْتُمُ
we will conceal
kami menyembunyikan
shahādata
شَهَٰدَةَ
testimony
kesaksian
l-lahi
ٱللَّهِ
(of) Allah
Allah
innā
إِنَّآ
Indeed, we
sesungguhnya kami
idhan
إِذًا
then
jika demikian
lamina
لَّمِنَ
(will) surely (be) of
tentu termasuk
l-āthimīna
ٱلْءَاثِمِينَ
the sinners"
orang-orang yang berdosa

Transliterasi Latin:

Yā ayyuhallażīna āmanụ syahādatu bainikum iżā ḥaḍara aḥadakumul-mautu ḥīnal-waṣiyyatiṡnāni żawā 'adlim mingkum au ākharāni min gairikum in antum ḍarabtum fil-arḍi fa aṣābatkum muṣībatul-maụt, taḥbisụnahumā mim ba'diṣ-ṣalāti fa yuqsimāni billāhi inirtabtum lā nasytarī bihī ṡamanaw walau kāna żā qurbā wa lā naktumu syahādatallāhi innā iżal laminal-āṡimīn (QS. 5:106)

English Sahih:

O you who have believed, testimony [should be taken] among you when death approaches one of you at the time of bequest – [that of] two just men from among you or two others from outside if you are traveling through the land and the disaster of death should strike you. Detain them after the prayer and let them both swear by Allah if you doubt [their testimony, saying], "We will not exchange it [i.e., our oath] for a price [i.e., worldly gain], even if he should be a near relative, and we will not withhold the testimony of [i.e., ordained by] Allah. Indeed, we would then be of the sinful." (QS. [5]Al-Ma'idah verse 106)

Arti / Terjemahan:

Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa". (QS. Al-Ma'idah ayat 106)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Allah menekankan kejujuran dalam menerima dan melaksanakan wasiat. Wahai orang-orang yang beriman! Perhatikanlah pesan ini. Apabila tanda-tanda kematian sudah dekat kepada salah seorang di antara kamu dengan melihat dan merasakan tanda-tanda tersebut, sedang dia akan berwasiat kepada ahli waris tentang harta, maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, kaum kerabat yang sama-sama muslim; atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika tidak ada kaum kerabat yang sama-sama muslim. Hal ini terutama, jika kamu dalam perjalanan di bumi, baik perjalanan bisnis maupun perjalanan sosial, lalu kamu ditimpa kematian dalam perjalanan tersebut; maka hendaklah kamu, wahai orang-orang beriman! menahan kedua saksi itu yang menghadap kamu menjelang waktu salat menunggu hingga usai salat di masjid agar keduanya bersumpah dengan nama Allah di hadapan orang banyak, jika kamu ragu-ragu atas kejujuran kedua saksi itu, "Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, sekecil apa pun, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan sesuatu pun dalam kesaksian atas nama Allah ini; sesungguhnya jika demikian, yakni menyembunyikan sesuatu dalam kesaksian ini, tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa kepada Allah dan berbuat jahat kepada ahli waris."

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat ini menjelaskan apabila seorang mukmin merasa perlu untuk membuat wasiat mengenai harta benda, maka wasiat tersebut harus disaksikan oleh dua orang mukmin yang adil dan mempunyai pendirian yang teguh, sehingga apabila di kemudian hari timbul persoalan yang memerlukan kesaksian dari mereka maka dapat diharapkan bahwa mereka akan memberikan kesaksian yang benar, dan tidak akan menyembunyikan sesuatu yang mereka ketahui mengenai wasiat itu.
Kemudian dijelaskan, bahwa apabila tidak terdapat dua orang saksi yang mukmin, misalnya ketika orang yang akan berwasiat itu sedang berada dalam perjalanan, lalu ia mendapat musibah, dan merasa ajalnya sudah dekat, maka ia boleh mengambil dua orang saksi yang bukan mukmin, akan tetapi harus bersifat adil dan berpendirian teguh.
Kedua orang yang akan dijadikan saksi itu diminta untuk menunggu sampai sesudah salat. Para ulama mengatakan yang dimaksud "sesudah salat" itu adalah "sesudah salat asar." Ini berdasarkan pada apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, dan kebiasaan ini juga berlaku dikalangan kaum Muslimin, karena pada saat-saat tersebut terdapat banyak orang-orang yang akan turut menyaksikannya, sebab kebanyakan mereka telah selesai melakukan sebagian besar tugas yang biasa dikerjakan di siang hari. Pada saat itulah biasanya hakim mengadakan sidang untuk memeriksa perkara-perkara yang diajukan kepadanya. Apabila kedua saksi itu bukan orang-orang mukmin, maka yang dimaksudkan dengan salat itu ialah salat yang dilakukan menurut agama mereka.
Apabila kedua saksi itu cukup dipercaya, maka kesaksian mereka atas wasiat tersebut tak perlu disertai dengan sumpah. Tetapi apabila ahli waris dari orang yang berwasiat itu meragukan kejujuran saksi-saksi tersebut, maka saksi-saksi itu diminta untuk mengucapkan sumpah guna menguatkan kesaksian mereka, sehingga dapat diharapkan mereka akan benar-benar bertindak sebagai saksi yang jujur dan dapat dipercaya sepenuhnya.
Bunyi sumpah harus diucapkan oleh kedua saksi tersebut berdasarkan ayat berikut:

"Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa." (al-Ma'idah/5: 106)

Isi sumpah menunjukkan bahwa para saksi tersebut berikrar tidak akan memperlakukan kesaksian itu seperti barang dagangan yang dapat diperjualbelikan. Mereka tidak menyembunyikan kesaksian itu atau mengubahnya karena hendak mengharapkan sesuatu untuk kepentingan pribadi. Mereka senantiasa akan memegang teguh kesaksian mereka walaupun akan menimbulkan kerugian kepada salah seorang kerabat mereka. Mereka yakin betul, bahwa apabila mereka menyembunyikan kesaksian mereka ketika kesaksian itu diperlukan, atau mengubahnya dengan kesaksian yang palsu, mereka pasti berdosa dan akan mendapat azab dari Allah.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Hai orang-orang yang beriman! Diperlukan kesaksian di antara kamu apabila salah seorang di antara kamu menghadapi kematian) menghadapi hal-hal yang menyebabkan kepada kematian (tatkala ia hendak berwasiat; yaitu oleh dua orang lelaki yang adil di antara kamu) Kalimat syahaadatu bainikum adalah kalimat berita yang bermakna perintah; yang artinya hendaklah disaksikan/liyasyhad. Mengidhafatkan Lafal syahaadah kepada Lafal baina menunjukkan makna keluasan memilih; kata hiina merupakan badal (kata ganti) dari kata idzaa atau menjadi zharaf bagi kalimat hadhara (atau oleh dua orang yang berbeda dengan kamu) artinya yang bukan seagama denganmu (jika kamu dalam perjalanan) sedang bepergian (di muka bumi lalu kamu tertimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu) kamu pegang kedua orang itu; kalimat ini menjadi kata sifat dari lafal aakharaani (sesudah kamu salat) yaitu salat asar (lalu mereka keduanya bersumpah) mengikrarkan perjanjian (dengan atas nama Allah jika kamu ragu-ragu) kamu merasa syakwasangka mengenainya, kemudian keduanya mengatakan: ("Kami tidak akan membeli dengan sumpah itu) atas nama Allah (harga yang sedikit) sebagai imbalan berupa materi/duniawi yang kami ambil sebagai penggantinya dengan cara bersumpah atau mengadakan kesaksian dusta demi untuk meraih imbalan itu (walaupun dia) orang yang disumpahi atau orang yang disaksikan itu adalah (kerabat karib) familinya sendiri (dan tidak pula kami menyembunyikan persaksian Allah) yang kami diperintahkan-Nya untuk melaksanakannya (sesungguhnya kami kalau demikian) kalau kami menyembunyikannya (termasuk orang-orang yang berdosa.")

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Ayat-ayat yang mulia ini mengandung ketentuan hukum yang jarang kejadiannya. Menurut suatu pendapat, hukum tersebut telah di-mansukh, yaitu menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Hammad ibnu Abu Sulaiman mengatakan dari Ibrahim bahwa ayat ini di-mansukh.

Sedangkan ulama lainnya yang merupakan mayoritas, menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir menyebutkan bahkan ayat ini adalah muhkam, dan barang siapa yang mengatakan di-mansukh, maka dia harus mengetengahkan buktinya.

Firman Allah Swt.:

Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kalian menghadapi kematian, sedangkan dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang.

Lafaz isnani berkedudukan sebagai khabar, karena sebelumnya terdapat firman Allah Swt., "Syahadatu bainikum" (persaksian di antara kalian dilakukan oleh...) yang berkedudukan sebagai mubtada-nya.

Menurut pendapat lain, bentuk lengkap lafaz isnani ialah syahadatus naini, kemudian mudaf-nya dibuang, lalu mudaf ilaih-nya ditetapkan menggantikan kedudukannya.

Menurut pendapat lainnya lagi, konteks pembicaraan menunjukkan adanya kalimat yang tidak disebutkan, bentuk lengkapnya ialah an yasyhadas nani.

Firman Allah Swt.:

Yang adil kedua-duanya.

berkedudukan sebagai sifat dari lafaz isnani, yaitu hendaknya kedua saksi itu adil kedua-duanya.

Firman Allah Swt.:

...dari kalangan kalian.

Yakni dari kalangan kaum muslim. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh jumhur ulama.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Oleh dua orang yang adil di antara kalian. (Al Maidah:106) Bahwa yang dimaksud ialah dari kalangan kaum muslim.

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Ubaidah, Sa'id ibnul Musayyab, Al-Hasan, Mujahid, Yahya ibnu Ya'mur, As-Saddi, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya hal yang semisal.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengartikan makna firman-Nya: oleh dua orang yang adil di antara kalian. (Al Maidah:106) Makna yang dimaksud ialah dari kalangan keluarga orang yang berwasiat. Hal inilah yang dikatakan oleh suatu pendapat yang diriwayatkan dari Ikrimah dan Ubaidah serta beberapa orang ulama lainnya.

Firman Allah Swt.:

...atau dua orang yang berlainan agama dengan kalian.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau dua orang yang berlainan agama dengan kalian. (Al Maidah:106) Bahwa yang dimaksud ialah dari kalangan selain kaum muslim, yakni kaum Ahli Kitab.

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ubaidah, Syuraih, Sa'id ibnul Musayyab, Muhammad ibnu Sirin, Yahya ibnu Ya'mur, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Abu Mijlaz, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.

Menurut riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dari Ikrimah dan Ubaidah, sehubungan dengan firman-Nya, "Minkum" (yakni dari kalangan kalian), makna yang dimaksud ialah dari pihak pemberi wasiat. Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud oleh firman-Nya, "Au akharani min gairikum" yakni dari kalangan selain pihak pemberi wasiat. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan Al-Basri dan Az-Zuhri.

Firman Allah Swt.:

Jika kalian dalam perjalanan di muka bumi.

Yakni sedang melakukan perjalanan

...lalu kalian ditimpa bahaya kematian.

Hal tersebut merupakan dua syarat bagi pembolehan mengangkat saksi dari kalangan kafir zimmi, jika saksi dari kalangan orang-orang mukmin tidak didapat, yaitu hendaknya hal tersebut terjadi dalam perjalanan, dan kedua hendaknya dalam kasus wasiat. Demikianlah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Syuraih Al-Qadi.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki', keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Syuraih, bahwa tidak boleh memakai persaksian orang Yahudi dan Nasrani kecuali dalam perjalanan. Tidak boleh pula menerimanya dalam perjalanan, kecuali dalam kasus wasiat.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Abu Ishaq As-Subai'i yang mengatakan bahwa Syuraih telah mengatakan hal yang semisal. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Imam Ahmad ibnu Hambal, dan masalah ini termasuk masalah munfarid-nya.. Ketiga imam lainnya berbeda pendapat, mereka mengatakan bahwa tidak boleh mengangkat kesaksian orang zimmi atas kaum muslim. Tetapi Imam Abu Hanifah membolehkannya selagi dalam batasan di antara sesama mereka yang zimmi.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Abul Akhdar, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa sunnah telah menetapkan bahwa tidak boleh memakai kesaksian orang kafir, baik di tempat maupun dalam perjalanan, sesungguhnya kesaksian itu hanyalah bagi orang-orang muslim.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang menghadapi kematiannya, sedangkan di dekatnya tidak ada seorang pun dari kalangan pemeluk agama Islam. Hal ini terjadi di masa permulaan Islam, yaitu di saat mereka berada di tempat musuh dan semua orang dalam keadaan kafir. Orang-orang (kaum muslim) saling mewaris mempergunakan wasiat. Kemudian hukum wasiat (yakni kefarduannya) dihapuskan dan ditetapkanlah faraid (pembagian waris), dan semua kaum muslim mengamalkannya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, tetapi kesahihan hal ini masih perlu dipertimbangkan.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah diperselisihkan makna firman-Nya: Apabila salah seorang dari kalian menghadapi kematian, sedangkan dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kalian, atau dua orang yang berlainan agama dengan kalian. (Al Maidah:106) Apakah makna yang dimaksud adalah 'berwasiat kepada keduanya' ataukah 'mengangkat keduanya menjadi saksi', ada dua pendapat mengenainya:

Pertama, orang yang bersangkutan memberikan wasiat kepada keduanya, yakni menitipkannya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a. pernah ditanya mengenai makna ayat ini. Maka ia menjawab, "Seorang lelaki sedang melakukan suatu perjalanan dengan membawa hartanya, kemudian takdir batas umurnya telah berada di ambang pintu. Maka jika ia menemukan dua orang lelaki dari kaum muslim, ia boleh menyerahkan harta peninggalannya kepada kedua orang lelaki itu, dan penyerahan itu disaksikan oleh dua orang yang adil dari kalangan kaum muslim.”Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, tetapi di dalam riwayat ini terdapat inqita'.

Kedua, sesungguhnya kedua orang tersebut merupakan dua orang saksi. Pengertian ini sesuai dengan makna lahiriah ayat. Jika tidak ada orang ketiga bersama keduanya, maka kedua orang itu merangkap sebagai penerima titipan wasiat, juga sebagai saksinya, seperti yang terjadi pada kisah Tamim Ad-Dari dan Addi ibnu Bada yang akan diterangkan kemudian.

Ibnu Jarir sulit menanggapi kedua penerima wasiat itu sebagai saksi, dengan alasan "dia belum pernah mengetahui ada suatu ketentuan hukum yang membolehkan saksi disumpah".

Kenyataan tersebut sama sekali tidak bertumpukan dengan ketentuan hukum yang dikandung oleh ayat yang mulia ini, mengingat ketentuan hukumnya merupakan hukum yang berdiri sendiri. Secara mendasar hukum ini tidak diharuskan berjalan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam semua hukum. Hukum dalam ayat ini bersifat khusus, dengan kesaksian yang khusus, dan terjadi dalam tempat yang khusus pula- Untuk hal seperti ini dapat dimaafkan semua hal yang tidak dimaafkan pada ketentuan hukum lainnya. Untuk itu apabila terdapat qarinah yang menandai adanya kecurigaan, maka saksi ini boleh disumpah. Demikian­lah menurut pengertian yang ditunjukkan oleh ayat yang mulia ini.

Firman Allah Swt.:

Kalian tahan kedua saksi itu sesudah salat (untuk bersumpah).

Menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, salat yang dimaksud adalah salat Asar. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, Ikrimah, dan Muhammad ibnu Sirin.

Sedangkan menurut Az-Zuhri, salat yang dimaksud ialah salat kaum muslim (tanpa ikatan waktu).

As-Saddi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan "salat" dalam ayat ini ialah salat menurut agamanya masing-masing. Telah diriwayatkan dari Abdur Razzaq, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah hal yang semisal, dan hal yang sama telah dikatakan oleh Ibrahim dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Makna yang dimaksud ialah kedua saksi tersebut diberdirikan sesudah salat jamaah yang dilakukan oleh orang banyak di hadapan mereka.

Lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah

Yakni keduanya disumpah dengan menyebut nama Allah.

Jika kalian ragu-ragu.

Yakni jika tampak oleh kalian tanda yang mencurigakan pada keduanya, bahwa keduanya akan berbuat khianat atau melakukan penggelapan. Maka saat itu kalian boleh menyumpah keduanya dengan menyebut nama Allah.

(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini.

Menurut Muqatil ibnu Hayyan, yang dimaksud ialah tidak menjual sumpahnya.

...harga yang sedikit

Yakni kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit berupa kebendaan yang fana dan pasti lenyap itu.

...walaupun dia karib kerabat.

Yakni sekalipun orang yang disaksikannya itu adalah karib kerabat sendiri, kami tidak akan memihaknya.

...dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah

Lafaz syahddah di-mudaf-kan kepada lafaz Allah, sebagai penghormatan terhadap kesaksian itu dan sekaligus mengagungkannya. Tetapi sebagian ulama ada yang membacanya syahadatillah dengan dibaca jar karena dianggap sebagai qasam (sumpah), menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Amir Asy-Sya'bi. Dan telah diriwayatkan dari sebagian ulama bacaan rafa', yaitu menjadi syahddatullahi. Akan tetapi, qiraah pertama adalah qiraah yang terkenal.

Sesungguhnya kami kalau demikian termasuk orang-orang yang berdosa. (Al Maidah:106)

Yakni jika kami melakukan sesuatu penyimpangan dalam persaksian ini atau mengganti atau mengubah atau sama sekali menyem­bunyikannya.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Hai orang-orang yang beriman, manakala tampak tanda-tanda kematian salah seorang di antara kalian, sedang ia hendak berwasiat, hendaknya ada persaksian atas wasiat itu oleh dua orang saksi yang adil dari kerabat karib, atau dua orang saksi dari selain kerabat, jika kalian sedang bepergian lalu tampak tanda-tanda kematian. Tahanlah dua orang saksi itu setelah menunaikan salat di mana orang banyak berkumpul. Kedua saksi itu hendaknya bersumpah dengan nama Allah dengan mengucapkan, "Kami tidak mengganti sumpah kami walaupun manfaat ada pada kami atau ada pada salah seorang kerabat karib. Kami tidak menyembunyikan persaksian sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk melaksanakannya dengan benar. Sesungguhnya jika kami menyembunyikan persaksian atau menyatakan sesuatu yang tidak benar, kami akan termasuk orang-orang zalim yang berhak menerima siksa Allah."

Asbabun Nuzul
Surat Al-Ma'idah Ayat 106

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lain-lain, dari Ibnu Abbas yang bersumber dari Tamim ad-Dari. Hadits ini daif menurut at-Tirmidzi. Bahwa dua orang Nasrani yang bernama Tamim ad-Dari dan Adi bin Bada sering pulang pergi ke Syam untuk berdagang, sebelum mereka masuk Islam. Ikut bersama mereka seorang maulaa Bani Sahm yang bernama Badil bin Abi Maryam, yang juga membawa dagangan serta membawa bejana yang terbuat dari perak. Di perjalanan, Badil bin Abi Maryam sakit dan ia berwasiat kepada kedua orang itu agar pusakanya disampaikan kepada ahli warisnya. Berkatalah Tamim: "Ketika ia mati, kami ambil bejana perak dan kami jual dengan harga seribu dirham, dan uangnya kami bagi dua bersama Adi bin Bada. Setelah kami menyampaikan amanat warisan itu kepada ahli warisnya, mereka kehilangan bejana perak serta menanyakannya kepada kami. Kami katakan bahwa Badil tidak meninggalkan selain yang telah kami serahkan."
Setelah Tamim masuk Islam, ia merasa berdosa atas perbuatannya itu. Kemudian ia mendatangi ahli waris Badil dan mengakui terus terang serta menyerahkan uang sebanyak lima ratus dirham, sementara sisanya sebesar lima ratus dirham lagi ada pada kawannya (Adi bin Bada). Maka berangkatlah ahli waris Badil beserta Adi menghadap Rasulullah saw. Rasulullah saw, meminta bukti-bukti tuduhan terhadap Adi itu, tetapi mereka tidak dapat memenuhinya. Kemudian Rasulullah menyuruh mereka menyumpah Adi, dan iapun bersumpah. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Maa-idah: 106-108) sampai. an turadda aimaanum bada aimaanihim, (akan dikembalikan sumpahnya [kepada ahli waris] sesudah mereka bersumpah). Maka berdirilah Amr bin al-Ash dan seorang lainnya bersumpah untuk menjadi saksi, sehingga diputuskan agar uang yang lima ratus dirham lagi diambil dari Adi bin Bada.

Keterangan: adz-Dzahabi menetapkan bahwa Tamim di sini bukan Tamim ad-Dari. Pendapat tersebut didasarkan pada ucapan Muqatil bin Hibban. Al-Hafizh Ibnu Hajar tidak mendapatkan keterangan yang jelas bahwa yang disebut dalam hadits itu adalah Tamim ad-Dari.