Skip to content

Al-Qur'an Surat An-Nur Ayat 6

An-Nur Ayat ke-6 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُمْ شُهَدَاۤءُ اِلَّآ اَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ اَحَدِهِمْ اَرْبَعُ شَهٰدٰتٍۢ بِاللّٰهِ ۙاِنَّهٗ لَمِنَ الصّٰدِقِيْنَ ( النّور : ٦)

wa-alladhīna
وَٱلَّذِينَ
And those who
dan orang-orang yang
yarmūna
يَرْمُونَ
accuse
(mereka) menuduh
azwājahum
أَزْوَٰجَهُمْ
their spouses
isteri-isteri mereka
walam
وَلَمْ
and not
dan tidak
yakun
يَكُن
have
ada
lahum
لَّهُمْ
for them
bagi mereka
shuhadāu
شُهَدَآءُ
witnesses
saksi-saksi
illā
إِلَّآ
except
kecuali
anfusuhum
أَنفُسُهُمْ
themselves
diri mereka
fashahādatu
فَشَهَٰدَةُ
then (the) testimony
maka kesaksian
aḥadihim
أَحَدِهِمْ
(of) one of them
seorang dari mereka
arbaʿu
أَرْبَعُ
(is) four
empat
shahādātin
شَهَٰدَٰتٍۭ
testimonies
saksi/sumpah
bil-lahi
بِٱللَّهِۙ
by Allah
dengan Allah
innahu
إِنَّهُۥ
that he
sesungguhnya dia
lamina
لَمِنَ
(is) surely of
termasuk dari
l-ṣādiqīna
ٱلصَّٰدِقِينَ
the truthful
orang-orang yang benar

Transliterasi Latin:

Wallażīna yarmụna azwājahum wa lam yakul lahum syuhadā`u illā anfusuhum fa syahādatu aḥadihim arba'u syahādātim billāhi innahụ laminaṣ-ṣādiqīn (QS. 24:6)

English Sahih:

And those who accuse their wives [of adultery] and have no witnesses except themselves – then the witness of one of them [shall be] four testimonies [swearing] by Allah that indeed, he is of the truthful. (QS. [24]An-Nur verse 6)

Arti / Terjemahan:

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. (QS. An-Nur ayat 6)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Setelah menjelaskan ketentuan hukum terhadap penuduh zina secara umum, Allah lalu menguraikan hukum apabila seorang suami menuduh istrinya berzina. Dan orang-orang yang menuduh istrinya berzina, padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi yang menguatkan tuduhan itu selain diri mereka sendiri, maka kesaksian masing-masing orang itu, yaitu suami, ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang berkata benar. Dan sumpah yang kelima adalah bahwa laknat Allah akan menimpanya jika dia termasuk orang yang berdusta dalam tuduhan yang dialamatkan kepada istrinya.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Ayat ini menerangkan bahwa suami yang menuduh istrinya berzina, dan ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan zina yang dituduhkan itu, maka ia diminta untuk bersumpah demi Allah sebanyak empat kali bahwa istrinya itu benar-benar telah berzina. Sumpah empat kali itu untuk pengganti empat orang saksi yang diperlukan bagi setiap orang yang menuduh perempuan berzina.
Seorang suami menuduh istrinya berzina adakalanya karena ia melihat sendiri istrinya berbuat mesum dengan laki-laki lain, atau karena istrinya hamil, atau melahirkan, padahal ia yakin bahwa janin yang ada di dalam kandungan istrinya atau anak yang dilahirkan istrinya itu bukanlah dari hasil hubungan dengan istrinya itu.
Untuk menyelesaikan kasus semacam ini, suami membawa istrinya ke hadapan yang berwenang dan di sanalah dinyatakan tuduhan kepada istrinya. Maka yang berwenang menyuruh suaminya bersumpah empat kali, sebagai pengganti atas empat orang saksi yang diperlukan bagi setiap penuduh perempuan berzina, bahwa ia adalah benar dengan tuduhannya. Kata-kata sumpah itu atau terjemahannya adalah:
(Demi Allah Yang Maha Agung, saya bersaksi bahwa sesungguhnya saya benar di dalam tuduhanku terhadap istriku "si Anu" bahwa dia berzina)
Sumpah ini diulang empat kali.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Dan orang-orang yang menuduh istrinya) berbuat zina (padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi) atas perbuatan itu (selain diri mereka sendiri) kasus ini telah terjadi pada segolongan para Sahabat (maka persaksian orang itu) lafal ayat ini menjadi Mubtada (ialah empat kali bersumpah) lafal ayat ini dapat dinashabkan karena dianggap sebagai Mashdar (dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar) dalam tuduhan yang ia lancarkan kepada istrinya itu, yakni tuduhan berbuat zina.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Di dalam ayat-ayat ini terkandung jalan keluar bagi para suami dan hukum yang mempermudah pemecahan masalah bila seseorang dari mereka menuduh istrinya berbuat zina, sedangkan ia sulit menegakkan pem­buktiannya, yaitu hendaknya dia melakukan li’an terhadap istrinya, seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt. Yaitu dengan menghadapkan istrinya kepada hakim, lalu ia melancarkan tuduhannya terhadap istrinya di hadapan hakim. Maka imam akan menyumpahnya sebanyak empat kali dengan nama Allah, sebagai ganti dari empat orang saksi yang diperlukannya, bahwa sesungguhnya dia benar dalam tuduhan yang dilancarkannya terhadap istrinya.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Orang-orang yang menuduh istrinya melakukan zina tanpa ada sejumlah saksi yang menguatkan tuduhannya, dituntut melakukan sumpah sebanyak empat kali bahwa ia benar dalam tuduhan itu, untuk membela dirinya dari sanksi hudûd dan hukuman lainnya.

Asbabun Nuzul
Surat An-Nur Ayat 6

Dalam kitab tafsir ath-Thabari dikemukakan hadits lain yang bersumber dari Sahl bin Sad sebagai berikut: "Bagaimana pendapat tuan apabila seorang laki-laki mendapatkan istrinya (tidur) bersama laki-laki lain. Apakah laki-laki itu harus dibunuh, lalu si suami dihukum bunuh pula karena membunuhnya? Atau apa yang harus dilakukan?" Maka turunlah surah an-Nuur ayat 6-9 berkenaan dengan kejadian ini.
Dalam hadits itu seterusnya dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada laki-laki itu: "Allah telah menetapkan hukum berkenaan dengan kamu dan istrimu. Bersumpahlah kalian di hadapanku."
Kemudian Rasulullah mem-fasakh-kan (menceraikan) kedua orang itu. (sesudah kejadian itu, tiap-tiap yang bersumpah laknat-melaknati ditetapkan fasakh nikahnya). Kebetulan istrinya hamil, akan tetapi suaminya tadi tidak mau mengakui anak itu, sehingga anak itupun dinasabkan kepada ibunya, bahkah masalah warisnya pun terputus dari ayahnya.
Berkatalah al-Hafizh Ibnu Hajar: "Para imam berbeda pendapat dalam soal ini. Di antaranya ada yang menarjihkan bahwa ayat ini (an-Nuur: 6) turun berkenaan dengan Uwaimir; ada yang menarjihkan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Hilal; dan ada pula yang menyatakan bahwa kedua peristiwa itu sebagai sebab turunnya ayat tersebut."
Pendapat yang ketiga ini dikemukakan oleh Imam an-Nawawi, yang juga diikuti oleh al-Khatib.
Kemudian al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa turunya ayat tersebut berkenaan dengan peristiwa Hilal. Dan ketika Umair menghadap Rasulullah saw, ia tidak mengetahui peristiwa Hilal, sehingga Rasulullah saw. memberitahukan peristiwa Hilal dengan ketetapan hukumnya. Oleh karena itu, dalam riwayat yang mengisahkan Hilal disebutkan, "maka turunlah Jibril," sedang dalam kisah Uwaimir disebutkan "Allah telah menetapkah ayat berkenaan denganmu." Selanjutnya Ibnu Hajar mengartikan, "Allah telah menurunkan ayat berkenaan denganmu" ialah: "Allah telah menurunkan ayat berkenaan dengan peristiwa Hilal, sesuai dengan peristiwa Uwaimir."
Sesuai dengan pendapat tersebut, Ibnush Shabbagh mengemukakan pendapatnya di dalam Kitab asy-Syamil. Menurut Imam al-Qurthubi, ayat tersebut mungkin turun dua kali.

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Zaid bin Muthi yang bersumber dari Hudzaifah bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Bakr: "Apa yang akan engkau perbuat sekiranya engkau melihat seorang laki-laki (tidur) beserta Ummu Ruman (istrimu)?" Abu Bakr menjawab: "Tentu aku akan menghajarnya." Kemudian Rasulullah saw. bertanya seperti itu juga kepada Umar. Umar menjawab: "Aku akan memohon kepada Allah agar melaknat orang yang tidak mampu menahan hawa nafsunya." Maka turunlah ayat ini (an-Nuur: 6) sebagai ketentuan hukumnya.

Menurut Ibnu Hajar tidaklah salah apabila asbabun Nuzul ayat ini bermacam-macam.