Al-Qur'an Surat Al-Kahf Ayat 6
Al-Kahf Ayat ke-6 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا ( الكهف : ٦)
- falaʿallaka
- فَلَعَلَّكَ
- Then perhaps you would (be)
- maka barangkali kamu
- bākhiʿun
- بَٰخِعٌ
- the one who kills
- merusak/membunuh diri
- nafsaka
- نَّفْسَكَ
- yourself
- dirimu
- ʿalā
- عَلَىٰٓ
- over
- atas
- āthārihim
- ءَاثَٰرِهِمْ
- their footsteps
- sepeninggal/bekas mereka
- in
- إِن
- if
- jika
- lam
- لَّمْ
- not
- tidak
- yu'minū
- يُؤْمِنُوا۟
- they believe
- mereka beriman
- bihādhā
- بِهَٰذَا
- in this
- dengan/kepada ini
- l-ḥadīthi
- ٱلْحَدِيثِ
- [the] narration
- keterangan
- asafan
- أَسَفًا
- (in) grief
- penyesalan
Transliterasi Latin:
Fa la'allaka bākhi'un nafsaka 'alā āṡārihim il lam yu`minụ bihāżal-ḥadīṡi asafā(QS. 18:6)
English Sahih:
Then perhaps you would kill yourself through grief over them, [O Muhammad], if they do not believe in this message, [and] out of sorrow. (QS. [18]Al-Kahf verse 6)
Arti / Terjemahan:
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran). (QS. Al-Kahf ayat 6)
Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI
Maka akibat ucapan dan perbuatan kaum musyrikin itu, barangkali engkau wahai Nabi Muhammad akan membunuh dirimu sendiri karena bersedih hati dan sangat kecewa setelah mereka berpaling dari dirimu dan menolak tuntunan yang engkau sampaikan, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini, yakni Al-Qur'an. Wahai Nabi Muhammad, janganlah bersedih hati karena perkataan dan perbuatan mereka. Engkau hanya diutus menyampaikan wahyu kepada mereka, dan tidak dibebankan kepadamu menjadikan mereka beriman.
Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI
Menurut riwayat Ibnu 'Abbas bahwa 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Jahal bin Hisyam, an-Nadhar bin Harits, Umayyah bin Khalaf, al-Asya bin Wa'il, al-Aswad bin Muththalib, dan Abu Buhturi di hadapan beberapa orang Quraisy mengadakan pertemuan. Rasul saw merasa susah melihat perlawanan kaumnya kepadanya dan pengingkaran mereka terhadap ajaran-ajaran yang dibawanya, sehingga sangat menyakitkan hatinya. Lalu turunlah ayat ini.
Dalam ayat ini, Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak bersedih hati, hingga merusak kesehatan dirinya, hanya karena kaumnya tidak mau beriman kepada Al-Qur'an dan kenabiannya. Hal demikian itu tidak patut membuat Nabi sedih karena tugas beliau hanyalah menyampaikan wahyu Ilahi kepada mereka, sedangkan kesediaan jiwa mereka untuk menerima kebenaran ayat-ayat tersebut tergantung kepada petunjuk Allah swt.
Firman Allah swt:
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)
Sesungguhnya Nabi Muhammad bersedih hati karena hasratnya yang besar dan kecintaannya yang dalam terhadap kaumnya supaya mereka beriman, tidak tercapai. Beliau diberi gelar habibullah artinya kekasih Allah, maka sifat kasih sayang beliau yang sangat menonjol kepada sesama manusia itu adalah pencerminan dari cintanya kepada Allah. Semakin kuat cinta kepada Allah, semakin besar pula kasihnya kepada manusia, bahkan manusia itu dirasakan sebagai dirinya. Oleh karena itu, ketika kaumnya menjauhkan diri dari bimbingan Allah swt dan rasul-Nya, beliau merasakan kejadian itu sebagai pukulan berat bagi dirinya. Bukankah kaum yang jauh dari hidayah Allah pada akhirnya akan hancur, dan beliau sendiri akan menyaksikan kehancuran mereka itu. Hati yang sangat iba terhadap mereka menjadi penghalang kebenaran, apapun pendorongnya, dan dapat mengham-bat jalan kebenaran itu sendiri. Maka Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak mengindahkan tanggapan kaum musyrikin yang menjadi peng-halang tersebarnya agama Islam, tetapi terus menyampaikan dakwahnya dengan bijaksana. Sebab mereka itu adalah manusia yang telah dikaruniai akal pikiran. Dengan akal pikiran itu, manusia dapat merenungkan kebenar-an ayat-ayat Al-Qur'an dan ayat-ayat kauniyah (alam) seperti benda-benda yang terdapat dalam alam ini.
Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
(Maka barangkali kamu akan membinasakan) membunuh (dirimu sendiri sesudah mereka) sesudah mereka berpaling darimu (sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini) yakni kepada Alquran (karena bersedih hati) karena perasaan jengkel dan sedihmu, disebabkan kamu sangat menginginkan mereka beriman. Lafal Asafan dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah.
Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Allah Swt. menghibur hati Rasul-Nya dalam kesedihannya menghadapi sikap kaum musyrik, karena mereka tidak mau beriman dan menjauhinya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. (Faathir':8)
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka. (An Nahl:127)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman. (Asy Syu'ara:3)
Bakhi'un, membinasakan diri sendiri, karena sedih melihat mereka tidak mau beriman.
Dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an). (Al Kahfi:6)
Yang dimaksud dengan keterangan adalah Al-Qur'an. Asafan artinya kecewa, yakni janganlah kamu membinasakan (merusak) dirimu sendiri karena kecewa.
Qatadah mengatakan, yang dimaksud dengan asafab ialah membunuh diri sendiri karena marah dan bersedih hati terhadap mereka yang tidak mau beriman.
Mujahid mengatakan, maknanya ialah kecewa.
Pada garis besarnya semua makna yang telah disebutkan di atas mirip pengertiannya, yang kesimpulannya dapat dikatakan sebagai berikut: "Janganlah kamu buat dirimu kecewa terhadap mereka yang tidak mau beriman kepadamu, melainkan sampaikanlah risalah Allah. Barang siapa yang mau menerimanya sebagai petunjuk, maka manfaatnya buat dirinya sendiri. Dan barang siapa yang sesat dari mereka, maka sesungguhnya dia menyesatkan dirinya sendiri. Janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka."
Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah menjadikan dunia ini kampung yang fana yang dihiasi dengan perluasan yang fana pula pada akhirnya. Dan sesungguhnya dunia berikut kegerlapannya ini hanya dijadikan oleh Allah sebagai kampung ujian, bukan kampung menetap.
Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab
Wahai Muhammad, janganlah kamu membinasakan dirimu dengan rasa sedih dan duka oleh sebab keberpalingan mereka dari misi dakwahmu dengan keengganan untuk mempercayai kebenaran al-Qur'ân.
Asbabun Nuzul
Surat Al-Kahf Ayat 6
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Ishaq, dari seorang alim bangsa Mesir, dari Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa kaum Quraisy mengutus an-Nadlr bin al-Harits dan Uqbah bin Abi Muaith untuk bertanya tentang kenabian Muhammad, dengan jalan menceritakan sifat-sifat Muhammad dan segala sesuatu yang diucapkan olehnya. Kepada pendeta-pendeta Yahudi di Madinah. Orang-orang Quraisy menganggap bahwa pendeta-pendeta itu mempunyai pengetahuan tentang tanda-tanda kenabian yang orang Quraisy tidak mengetahuinya. Maka berangkatlah dua utusan tadi ke Madinah dan bertanya kepada pendeta-pendeta Yahudi itu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kaum Quraisy. Berkatalah pendeta Yahudi itu kepada utusan Quraisy: "Tanyakanlah olehmu kepada Muhammad tentang tiga hal. Jika ia bisa menjawabnya maka ia adalah Nabi yang diutus. Akan tetapi apabila ia tidak bisa menjawabnya, maka ia hanyalah orang yang mengaku sebagai nabi. Pertama tanyakan kepadanya tentang pemuda-pemuda pada zaman dulu yang bepergian dan apa yang terjadi pada mereka, karena cerita tentang pemuda itu sangat menarik. Kedua tanyakan kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke masyrik dan magrib dan apa pula yang terjadi padanya. Dan ketiga, tanyakan pula padanya tentang ruh." Maka pulanglah kedua utusan tadi kepada kaum Quraisy dan berkata: "Kami datang membawa sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menentukan sikap antara tuan-tuan dan Muhammad." Merekapun berangkat menghadap Rasulullah saw. dan menanyakan ketiga persoalan tersebut. Rasulullah bersabda: "Aku akan menjawabnya tentang hal-hal yang kamu tanyakan itu." (tanpa menyebut insya Allah). Maka pulanglah mereka semua. Rasulullah saw. menunggu-nunggu wahyu sampai lima belas malam lamanya. Namun Jibril tidak kunjung datang kepadanya. Hal ini membuat orang-orang Mekah goyah dan beliau merasa sedih karenanya. Beliau tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada kaum Quraisy. Pada suatu ketika datanglah Jibril membawa surah al-Kahfi yang di dalamnya menegur Nabi saw. atas kesedihannya karena perbuatan mereka (al-Kahfi: 6); menerangkan apa-apa yang mereka tanyakan tentang pemuda-pemuda yang bepergian (al-Kahfi: 9-26); tentang seorang pengembara (al-Kahfi: 83-101); serta firman Allah tentang ruh (al-Isra: 85)
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, Abu Jahl bin Hisyam, an-Nadlr bin al-Harits, Umayyah bin Khalaf, al-Ashi bin Wa-il, al-Aswad bin al-Muthalib, dan Abul Bukhturi (tokoh-tokoh Quraisy) telah berkomplot melawan Rasulullah saw, Oleh Rasulullah saw. perlawanan kaumnya terhadap dirinya dan keingkaran mereka terhadap nasehat-nasehat yang baik, dirasakan sangat berat dan sangat menyedihkan hati. Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 6) sebagai teguran atas kemurungannya itu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat, wa labitsuu fi kahfihim tsalaatsa mi-ah, (dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus) (al-Kahfi: 25), ada yang bertanya: "Ya Rasulullah, tiga ratus tahun atau bulan?" Maka Allah menurunkan penggalan ayat selanjutnya, siniina wazdaaduu tisaa (tahun dan ditambah sembilan tahun lagi).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari adl-Dlaahhak. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. pernah bersumpah tentang sesuatu. Setelah empat puluh malam berlalu, barulah Allah menurunkan ayat ini (al-Kahfi: 23-24) yang memperingatkan agar apabila bersumpah, hendaknya diikuti dengan ucapan "Insyaa Allah."