Skip to content

Al-Qur'an Surat Al-Isra' Ayat 111

Al-Isra' Ayat ke-111 ~ Quran Terjemah Perkata (Word By Word) English-Indonesian dan Tafsir Bahasa Indonesia

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا ࣖ ( الاسراۤء : ١١١)

waquli
وَقُلِ
And say
dan katakanlah
l-ḥamdu
ٱلْحَمْدُ
"All Praise
segala puji
lillahi
لِلَّهِ
(is) for Allah
bagi Allah
alladhī
ٱلَّذِى
the One Who
yang
lam
لَمْ
has not taken
Dia tidak
yattakhidh
يَتَّخِذْ
has not taken
mengambil
waladan
وَلَدًا
a son
seorang anak
walam
وَلَمْ
and not
dan tidak
yakun
يَكُن
is
ada
lahu
لَّهُۥ
for Him
bagi-Nya
sharīkun
شَرِيكٌ
a partner
sekutu
فِى
in
dalam
l-mul'ki
ٱلْمُلْكِ
the dominion
kerajaan
walam
وَلَمْ
and not
dan tidak
yakun
يَكُن
is
ada
lahu
لَّهُۥ
for Him
bagi-Nya
waliyyun
وَلِىٌّ
any protector
penolong/pembantu
mina
مِّنَ
out of
dari
l-dhuli
ٱلذُّلِّۖ
weakness
kehinaan
wakabbir'hu
وَكَبِّرْهُ
And magnify Him
dan agungkanlah Dia
takbīran
تَكْبِيرًۢا
(with all) magnificence"
sebesar-besarnya

Transliterasi Latin:

Wa qulil-ḥamdu lillāhillażī lam yattakhiż waladaw wa lam yakul lahụ syarīkun fil-mulki wa lam yakul lahụ waliyyum minaż-żulli wa kabbir-hu takbīrā (QS. 17:111)

English Sahih:

And say, "Praise to Allah, who has not taken a son and has had no partner in [His] dominion and has no [need of a] protector out of weakness; and glorify Him with [great] glorification." (QS. [17]Al-Isra verse 111)

Arti / Terjemahan:

Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. (QS. Al-Isra' ayat 111)

Tafsir Ringkas Kemenag
Kementrian Agama RI

Dan katakanlah wahai Nabi Muhammad, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi bahwa malaikat adalah anak-anak Allah, dan demikian pula dipercaya oleh orang-orang Nasrani bahwa Nabi Isa adalah anak Allah, dan tidak pula mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, sebagaimana dipercaya oleh kaum musyrik yang percaya kepada tuhan-tuhan selain Allah, dan dengan demikian, Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan yang dilontarkan oleh siapa pun yang menghina-Nya. Hanya Dia saja yang Mahaagung dan oleh karena itu agungkanlah Dia seagung-agungnya.

Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI

Pada ayat ini Nabi diajari cara memuji Allah swt yang memiliki sifat-sifat kemahaesaan, kesempurnaan, dan keagungan. Oleh karena itu, hanya Allah yang berhak menerima segala macam pujian-pujian dan rasa syukur dari hamba dan makhluk-Nya atas segala nikmat yang diberikan kepada mereka.
Ayat ini menjelaskan tiga sifat bagi Allah swt:
Pertama: Bahwa sesungguhnya Allah tidak memiliki anak, karena siapa yang memiliki anak tentu tidak menikmati segala nikmat yang dia miliki, tetapi sebagian nikmat itu dipersiapkan untuk anaknya yang ditinggalkannya bilamana dia sudah meninggal dunia. Mahasuci Allah swt dari sifat demikian. Orang yang punya anak terhalang untuk menikmati seluruh haknya dalam segala keadaan. Oleh sebab itu, manusia tidak patut menerima pujian dari segala makhluk. Dengan ayat ini, Allah swt menjelaskan dan membantah pandangan orang Yahudi yang mengatakan 'Uzair putra Tuhan, juga pendapat orang Nasrani yang mengatakan bahwa Al-Masih putra Tuhan, atau anggapan orang-orang musyrikin bahwa malaikat-malaikat adalah putri-putri Tuhan.
Kedua: Bahwa sesungguhnya Allah swt tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya. Jika sekutu-Nya ada, tentu sulit untuk menentukan mana di antara keduanya yang berhak menerima pujian, rasa syukur, dan pengabdian para makhluk. Salah satu di antara dua tuhan tadi tentu memerlukan pertolongan dari yang lainnya dan akhirnya tidak ada satupun tuhan yang berdiri sendiri dan berdaulat secara mutlak di atas alam ini.
Ketiga: Bahwa sesungguhnya tak seorang pun di antara orang-orang yang hina diberi Allah kekuasaan yang akan melindunginya dari musuh yang mengancamnya.
Demikianlah Allah swt suci dari segala sifat-sifat yang mengurangi kesempurnaan-Nya, agar para hamba-Nya tidak ragu memanjatkan doa, syukur, dan pujian kepada-Nya. Kemudian Nabi saw diperintahkan untuk mengagungkan-Nya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Mengagungkan dan mensucikan Allah itu adalah sebagai berikut:
Pertama: Mengagungkan Allah swt pada Zat-Nya dengan meyakini bahwa Allah itu wajib ada-Nya karena Zat-Nya sendiri tidak membutuhkan sesuatu yang lain. Dia tidak memerlukan sesuatu dari wujud ini.
Kedua: Mengagungkan Allah swt pada sifat-Nya, dengan meyakini bahwa hanya Dialah yang memiliki segala sifat-sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan.
Ketiga: Mengagungkan Allah swt pada af'al-Nya (perbuatan-Nya) dengan meyakini bahwa tidak ada suatu pun yang terjadi dalam alam ini, melainkan sesuai dengan hikmah dan kehendak-Nya.
Keempat: Mengagungkan Allah swt pada hukum-hukum-Nya, dengan meyakini bahwa hanya Dialah yang menjadi Penguasa yang ditaati di alam semesta ini, dimana perintah dan larangan bersumber darinya. Tidak ada seorang pun yang dapat membatasi dan membatalkan segala ketentuan-Nya atas sesuatu. Dialah yang memuliakan dan Dia pula yang menghinakan orang-orang yang Dia kehendaki.
Kelima: Mengagungkan nama-nama-Nya, yaitu menyeru dan menyebut Allah dengan nama-nama yang baik (al-asma'ul husna). Tidak menyifati Tuhan melainkan dengan sifat-sifat kesucian dan kesempurnaan.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong) untuk menjaga-Nya (dari) sebab (kehinaan) artinya Dia tidak dapat dihina karenanya Dia tidak membutuhkan penolong (dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya) artinya besarkanlah Dia dengan pengagungan yang sempurna daripada sifat memiliki anak, mempunyai sekutu, hina dan hal-hal lain yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Urutan pujian dalam bentuk demikian untuk menunjukkan bahwa Dialah yang berhak untuk mendapatkan semua pujian mengingat kesempurnaan Zat-Nya dan kesendirian-Nya di dalam sifat-sifat-Nya. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Muaz Al-Juhani dari Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tanda kemuliaan ialah (kalimat): Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya," sampai dengan akhir surat. Wallahu a`lam.

Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mengingkari sifat rahmat Allah," yaitu mereka yang tidak mau menyebut Allah dengan sebutan Ar-Rahman:

Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).

Yakni tidak ada bedanya bila kalian menyeru-Nya dengan sebutan Allah atau sebutan Ar-Rahman, karena sesungguhnya Dia mempunyai nama-nama yang terbaik. Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al Hasyr:22)

sampai dengan firman-Nya:

Yang mempunyai nama-nama yang terbaik. Bertasbihlah kepa­da-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. (Al Hasyr:24), hingga akhir ayat.

Makhul pernah meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik mendengar Nabi Saw. mengatakan dalam sujudnya:

Firman Allah Swt.:

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak."

Setelah Allah Swt. menetapkan bahwa diri-Nya mempunyai asma-asma yang terbaik, lalu Dia menyucikan diri-Nya dari semua bentuk kekurang­an. Untuk itu Dia berfirman:

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya."

Bahkan Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

...dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehina­an.

Yakni Dia tidaklah hina yang karenanya Dia memerlukan penolong atau pembantu atau penasihat, bahkan Dia adalah Mahatinggi, Pencipta segala sesuatu dengan sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang menga­tur dan yang memutuskan menurut apa yang dikehendaki-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

...dan tidak mempunyai penolong (yang menjaga-Nya) dari kehina­an.
Artinya, Dia tidak memerlukan berteman dengan seorang pun dan tidak memerlukan pertolongan seorang pun.

...dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.
Yakni besarkanlah dan agungkanlah Dia terhadap apa yang dikatakan oleh orang-orang zalim lagi kelewat batas itu dengan pengagungan yang setinggi-tingginya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Al-Qurazi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya:

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak.", hingga akhir ayat.
Bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani me­ngatakan, "Allah mengambil anak." Dan orang-orang Arab Jahiliah selalu mengatakan (dalam tawafnya), "Labbaika, tiada sekutu bagi Engkau kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Orang-orang sabi-in mengatakan — demikian pula orang-orang Majusi — bahwa seandainya tidak ada penolong, tentulah Allah hina. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agung­kanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya."

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. meng­ajarkan kepada keluarganya—baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa — ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.:

Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak., hingga akhir ayat.

Menurut kami, telah disebutkan di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. menamakan ayat ini dengan sebutan 'Ayat Kemuliaan (Keperkasaan)', Di dalam salah satu asar disebutkan bahwa tidak sekali-kali ayat ini di­bacakan di dalam suatu rumah dalam suatu malam, lalu rumah itu dapat tertimpa kecurian atau penyakit.

Tafsir Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab

Katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, karena Dia tidak membutuhkannya; yang tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan-Nya, karena Dialah yang menciptakannya; dan yang tidak mempunyai penolong yang memberi-Nya kemuliaan dan menjaga-Nya dari kehinaan." Dan agungkanlah Tuhanmu sesuai dengan keagungan-Nya.

Asbabun Nuzul
Surat Al-Isra' Ayat 111

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang bersumber dari Muhammad bin Kab al-Qurazhi bahwa kaum Yahudi dan Nasrani mempunyai anggapan bahwa Allah berputra. Sedangkan orang Arab beranggapan bahwa Tuhan tidak bersekutu, kecuali sekutu yang dimiliki dan dikuasai-Nya sendiri. Adapun ash-Shaabi-uun (orang-orang yang menyembah bintang) dan kaum Majusi beranggapan bahwa Allah akan menjadikan hina apabila tidak ada pembela dan penjaga-Nya. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Israa: 111) yang menegaskan bahwa Allah tidak berputra, tidak bersekutu, dan tidak mempunyai pembela ataupun penjaga.